Langsung ke konten utama

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

ThaWiyyah 01

Tha;

Ya, namaku itu saja. Tiga huruf. Tetapi jika kamu ingin tahu banget namaku, sebenarnya ada nama lengkapku namun ibuku tidak mau menuliskannya di akta kelahiranku. Kata ibu supaya nama belakangku itu dipakai oleh jodohku yang entah siapa ibuku tidak tahu. Sekarang aku sudah dewasa, mendengar ucapan ibuku begitu, aku segera berharap jodohku adalah orang yang cantik, shalihah dan pintar. Oh siapa pun kamu, segeralah perkenalkan dirimu padaku. Silakan.

Wiy;

Panggil saja aku: Wiy. Nama lengkapku: Wiyyah. Ibuku bilang bahwa namaku tidaklah sempurna. Namaku adalah nama akhir dari nama seseorang. Yang membuatku makin penasaran adalah kata ibu ia seorang lelaki. Kutanya pada ibu siapa nama lelaki itu, ibu tidak mau memberitahuku. Ibuku hanya bilang bahwa artinya ialah; bagian dalam, interior, batin, pemikiran, suara hati dan niat. Itu juga bila sudah lengkap. Aku masih heran kenapa ibu memberiku nama yang setengah, terpotong dan tidak ada artinya. Aku tanyakan pada kakekku, kakek bilang; namaku tidak ada dalam kamus besar bahasa indonesia. Namaku diambil dari bahasa arab. Humm, hingga akhirnya aku tahu siapa nama laki-laki itu. Namanya Tha. Nama macam apakah itu? Tha? Sungguh tak punya makna! Namaku demikian pula. Duh, ibu. Duhai kamu yang bernama, Tha, boleh kutahu siapa dirimu?

Tha;

Ibuku bilang, nama belakangku itu; Wiyyah. Boleh kupanggil: Wiy, saja dirimu?

Wiy;

Boleh saja. Kan sudah kubilang, panggil saja aku: Wiy.  Bisakah kamu jelaskan padaku, Tha, bagaimana kamu bisa bertemu denganku?

Tha;

Wiy, semestinya aku yang bertanya bagaimana kamu bisa menemukanku? Karena yang lebih tua dari kita adalah kamu, kamu yang duluan dilahirkan. Semestinya kamu dulu yang mencari tahu dan ingin bertemu denganku.

Wiy;

Kamu benar, Tha. Aku lebih tua dua tahun darimu. Aku juga dulunya mengira bahwa kamu lah yang duluan dilahirkan ibumu, lalu mencariku. Ah tapi itu tidak penting. Yang menemukanku denganmu adalah ibumu dan ibuku. Ibu kita bertemu dalam sebuah tabligh akbar dan shalawat bersama khusus ibu-ibu. Mereka kenalan, bersahabat, dan menceritakan kita. Kenapa ibu kita bisa bersahabat? Itu jugalah karena kebaikan ibumu  Tha. Ibuku lupa membawa buku shalawatnya dan ibumu meminjamkan buku shalawatnya pada ibuku. Sebab ibumu sudah hafal. Ibuku baru hijrah waktu itu. Singkat cerita, mereka pun saling bertukar kenalan keluarga hingga terkumpul lah jadi satu kalimat nama kita: Thawiyyah.

Tha;

Ya aku percaya, Wiy. Ibuku juga bilang begitu. Tambah percayanya aku adalah kamu masuk dalam harapanku selama ini.

Wiy;

Apa yang kamu harapkan dariku, Tha?

Tha;

Kamu cantik, shalihah dan sepertinya kamu pintar, Wiy.

Wiy;

Terima kasih, Tha.

Tha;

Sama-sama, Wiy.

Lambat laun, Tha dan Wiy pun sudah akrab, sering bersama, cinta pun tumbuh. Saling mencintai. Kedua orang tua pun sudah setuju. Tetapi malah keduanya makin lama bukannya segera menikah, malah sering bertingkah, lalu gundah.

Tha;

Oh ya, Wiy, kamu dari kampung mana?

Wiy;

Aku dari kampung seberang, Tha. Tidak jauh dari kampungmu. Nama kampungku, Sepakat. Usah beritahu aku nama kampungmu, Tha. Aku sudah tahu sejak dulu.

Tha;

Oh ya?

Wiy;

Humm um, Ya, Tha. Kamu dari kampung: Segenap kan? Nama kampungmu tidak sesuai dengan keadaanmu, Tha, tidak sesuai dengan namamu yang yang gajil. Katanya di kampungmu kalau punya anak tidak boleh ganjil, mesti genap. Benarkah? Lalu kenapa namamu ganjil?

Tha;

Ya benar. Kan sekarang namaku sudah genap? Sudah ada kamu Eiy. Boleh kutahu kenapa nama kampungmu: Sepakat?

Wiy;

Karena di kampung kami hampir tiap minggu ada musyawwarah atau sepakat. Untuk hal kecil saja mesti sepakat atau musyawarah dulu, Tha.

Tha;

Contohnya, Wiy?

Wiy;

Contohnya seperti baru-baru ini ada yang kehilangan sandal setelah kumpul musyawarah khusus yang tua-tua, bapak-bapak dan ibu-ibu. Jadi harus musyawarah lagi orangtua kampung kami yang tadinya sudah bubar. Bermusyawarah untuk memutuskan hukuman atau ganjaran bagi si pencuri. Dan kamu tahu apa hasil musyawarah mereka ya kedua, Tha?

Tha;

Apa, Wiy?

Wiy;

Yang mencuri sandal tadi mesti membeli lima pasang sandal untuk dirinya sendiri agar dia tidak lagi mencuri sandal orang lain. Dan undang-undang ini berlaku mulai dari usia tujuh tahun ke atas. Dan kamu tahu siapa pencurinya, Tha?

Tha;

Siapa, Wiy?

Wiy;

Salah satu ibu-ibu yang ikut kumpul, Tha.

Tha;

Oh ya? Kok bisa?

Wiy;

Humm umm Ya, Tha, siapa lagi. Ternyata ibu itu salah bawa sandal, Tha. Dan kamu tahu ibu itu ibu siapa, Tha?

Tha;

Siapa, Wiy?

Wiy;

Ibuku sendiri, Tha. Sejak hari itu ibuku mesti membeli lima pasang sandal. Dan beda-beda sandal yang dipakainya tiap kali keluar rumah. Ke pasar, ke masjid, ke sungai, ke rumah tetangga dan ke kebun, beda sendal yang dipakai ibuku. Padahal meretnya sama, Tha, warnanya saja yang beda. Kenapa ibuku begitu? Katanya dia kesal pada pemimpin sidang yang mau memutuskan ganjaran semacam itu bagi pencuri sandal, terlebih pada ibuku. Padahal kata ibu dia tidak mencuri, hanya salah bawa saja, Tha. Dan kamu tahu siapa lelaki pemimpin sidang itu, Tha?

Tha;

Siapa, Wiy?

Wiy;

Ayahku sendiri, Tha. Hiks.

Tha;

Hahaha, senang mendengar ceritamu, Wiy. Makasih ya, Wiy sudah mau menceritakannya padaku.

Wiy;

Sama-sama, Tha. Sampai ketemu lagi di lain waktu.

Tha;

Okay, Wiy.

Keduanya semakin akrab. Harapan demi harapan pun terpatri di lubuk hati yang dalam. Angan-angan bahagia di masa depan semakin kuat untuk dinantikan, semakin dekat dan ingin segera diwujudkan. Bersatu dalam ikatan yang direstui antara dua keluarga. Hari berganti, waktu berpindah, musim berubah, angin berlalu. Tetapi perasaan, hati dan cinta tetap seperti dulu adanya, malah makin  tumbuh rindang, syarat bunga kebahagiaan, rindang daunnya untuk saling melindungi, kokoh dahannya untuk saling bertahan dan menguatkan. Besar harapan berbuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah di waktu mendatang. Inilah kisah cinta Tha dan Wiy, Thawiyyah; suara hati. Benar-benar terucap dari sanubari.

*Awal ayah dan ibuku bertemu, diambil dari catatan harian Wiy: 01#DaudFarma

Komentar

Yang populer dari blog ini

Bulan Madu di Surga

"Bulan Madu di Surga"  -Perfect Wedding- Oleh: Muhammad Daud Farma. Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".  Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!". Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia me

Inginku Mondok!

Inginku Mondok Daud Farma Aku orang  Kuta Cane, kabupaten Aceh Tenggara. Daerahku tidaklah sekecil jika aku berdiri di atas gunung yang tinggi lalu memandang ke bawah dan tampaklah hamparan rumah-rumah seakan bisa aku jengkali dengan jariku, tidak, tidak begitu! Bila saja aku mau mengelilinginya, seharian naik motor memang cukup tetapi tidak semua desanya bisa aku datangi satu-persatu. Jadi cukuplah kuakui bahwa daerahku memang luas sebenarnya walaupun dikelilingi gunung.  Aku tinggal di desa Alur langsat, kecamatan Tanoh Alas kabupaten Aceh Tenggara Kuta Cane-Aceh-Indonesia. Untuk sampai ke desaku, kamu mesti melewati jembatan tinggi yang melentang di atas sungai Alas, yang menghubungkan timur dan barat Gugung dan Ncuah menurut suku daerah yang kami pakai.  Sungai Alas adalah hadiah terindah yang Allah berikan pada daerah kami, daerah yang semboyannya: hidup di kandung adat, mati di kandung hukum, yang tak lebih tak kurang artinya bahwa Kuta Cane Aceh Tenggara adalah daerah yang kenta

Pulang Kampung (catatan panjang Anugerah Sastra VOI 2019)

Oleh: Daud Farma Bakda zuhur aku siap-siap. Aku mandi dan mengenakan pakaian. Atasan rambut sudah pangkas rapi, kemeja ungu lavendel masuk dalam celana, dan jas hitam. Bawahannya celana panjang hitam dan sepatu hitam. Setelah semuanya siap, aku periksa lagi barang-barang bawaanku dalam koper. Semuanya telah lengkap. Kemudian periksa dokumen penting. Tiket dan paspor yang juga telah masuk ke dalam tas. Temanku Dafi memesan Uber. Tidak berapa lama Uber datang. Karena tidak muat satu Uber kami pun pesan dua Uber. Dafi, aku dan dua orang dari adik-adik kami satu mobil. Adapun Ahmad berempat di Uber satunya lagi. Kurang lebih empat puluh menit kami tiba di Bandara Kedatangan Dua Internasional Kairo khusus penerbangan luar negeri. Aku bayarkan ongkos Uber 110 Pounds Mesir lalu kami turunkan koper. Kami pun foto-foto. Semuanya pada update status, juga disebar di group kami. Kebiasaan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kalau ada yang balik kampung sudah pasti banya

NASAB NABI

نسب النبي صلى الله عليه وسلم و أسرته. لنسب النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثة أجزاء: جزء اتفق على صحته أهل السير والأنساب، وهو إلى عدنان، وجزء اختلفوا فيه ما بين متوقف فيه، وقائل به، وهو مافوق عدنان إلى إبراهيم عليه السلام، وجزء لانشك أن فيه أمورا غير صحيحة، وهو مافوق إبراهيم إلى آدم عليهما السلام، وقد أسلفنا الإشارة إلى بعض هذا، هناك تفصيل تلك الأجزاء الثلاثة: الجزء الأول: محمدُ بنُ عبد الله بنِ عبد المطَّلب - واسمه شيبةُ - بن هاشم - واسمه عمرو - بن عبد مناف - واسمه المغيرة - بن قصيّ - واسمه زيد - بن كلاب بن مرَّةَ بن كعب بن لؤيّ بن غالب بن فِهْرٍ - وهو الملقب بقريش، وإليه تنتسب القبيلة -بن مالك بن النضر - واسمه قيس - بن كنانة بن خزيمة بن مدركة - واسمه عامر - بن إلياس بن مضر بن نزار بن مَعَدِّ بن عدنا. الجزء الثاني: ما فوق عدنان، و عدنانُ هو ابن أدّ بنِ هميسع بن سلامان بن عوص بن بوز بن قموال بن أبيّ بن عوام بن ناشد بن حزا بن بلداس بن يدلاف بن طابخ بن جاحم بن ناحش بن ماخي بن عيض بن عبقر بن عبيد بن الدعا بن حمدان بن سنبر بن يثربي بن يحزن بن يلحن بن أرعوى بن عيض بن ديشان بن عيصر بن أفناد بن

Syekhuna Sya'rawi

Syekh Muhammad Metwalli al-Sha'rawi Sejak pertama kali saya menuntut ilmu di negeri para ambiya', negeri para ulama, negeri Al-Azhar Al-Syarif, saya begitu sering mendengar nama Syekh Sya'rawi disebutkan orang-orang sekitar saya.  Baik teman-teman sesama pelajar ataupun orang Mesir di wilayah saya tinggal dan yang saya temui-berpas-pasan di jalan, di kendaraan umum, jumpa di masjid, warung-warung kecil, mall, di ibu kota, di pelosok desa, di tv, di radio, di dinding-dinding segala bangunan, di banyak tempat dan kesempatan.  Nama Syekh Sya'rawi terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa akrab di hati dan jiwa. Siapakah beliau sehingga begitu cintanya masyarakat Mesir kepada Syekh Sya'rawi? Nama lengkap Syekhuna: Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi.  Lahir pada tanggal 15 April 1911, di desa Dakadus (دقادوس) , Mit Ghamr (ميت غم  ) , Ad-Daqahliyah ) (الدقهلية)  , Mesir provinsi Tanta (طنطا).  Beliau merupakan ulama mujadid pada abad ke 20. Pen

Putra Aceh Tenggara Pertama Ke Mesir

Dr. H. Bukhari Husni, MA Daud Farma P ada tahun 1978 Masehi buya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tuanya. Buya adalah asli putra daerah Kuta Cane  Aceh Tenggara dan yang pertama kali belajar ke Mesir. Di masa beliau seluruh mahasiswa Aceh di Mesir hanya ada enam belas orang ketika itu. Dua di antaranya adalah; Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim, MA. Guru Besar UIN Ar-Ranniry dan Anggota MPU Aceh (Untuknya, al-Fatihah). Prof. Dr. H. Azman Ismail, MA. Ketua Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Ketua Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman-Banda Aceh. Buya tinggal di Gamalia, tidak jauh dari masjid Sidna Husain. Buya sempat bertalaqqi kepada Syekh Sya'rawi yang ketika itu mengajar di masjid Sidna Husain.  Sewaktu menemani beliau berkeliling sekitar Kairo, buya banyak bercerita bagaimana keadaan Kairo 43 tahun silam. Misalnya ketika kami tiba di Darrasah, beliau hampir saja tidak mengenali titik-titik yang kami lewati. Telah berubah delapan puluh persen dari segi bangunannya

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan.

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan (Resensi Novel Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami Ganjavi) Diresensi oleh: Daud Farma.   Judul: Laila Majnun Penulis: Nizami Penerjemah: Dede Aditya Kaswar Penerbit: OASE Mata Air Makna Tebal: 256 halaman Cetakan ke: XII, Juli 2010 “Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan  ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku, akalku, juga tubuhku. “Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian, cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku. Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligu