Langsung ke konten utama

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

Lahfah




Lahfah
Oleh: Daud Farma

Selamat pagi, sekarang masih jam empat lewat tiga puluh menit. Jamaah subuh sudah usai satu jam yang lalu. Mesir sudah terang, namun matahari belum terbit. Bangunan kelabu serta beberapa pohon dan jalan aspal sudah tampak jelas. Jika membawa uang logam lalu tanpa sengaja terjatuh, terpelanting jauh, tak perlu susah mencari, kau akan segera menemukan uang recehmu sebab sudah tidak gelap lagi. Bukankah sudah kubilang bahwa ini adalah waktu pagi? Musim panas mulai jam empat awan sudah cerah.

Sesekali angin bertiup, menggoyangkan pelepah kurma, menyenggol daun-daun pohon cantik nan tipis yang bunganya berwarna merah muda, menepis debu dinding rumah-rumah klasik. Burung belanda yang sedang tidur pulas di tepi-tembok genteng sekali-kali terbangun-melirik kiri-kanan lalu tidur lagi. Kadang kala angin itu memanjakan mata kucing yang sedang tertidur  dekat tempat sampah, membawa cemburu ke kadang anjing yang tidur pulas di kandang mewah. Terkadang kucing melirik jengkel pada tuan rumah sebab ia tak dianggap dan tak disayang. Sedangkan anjing, diberi daging, dimandikan dan dielus bahkan digendong sebagian pemilik rumah. Kenapa? Karena anjing dibeli dengan harga mahal. Kucing-kucing kotor itu pun tahu diri dan mengaku bahwa mereka adalah hewan yang memang tak pernah mandi, takut pada air. Burung merpati ingin hari segera sore, sebab hanya waktu sore saja mereka dibukakan pintu sangkarnya. Tuannya masih di alam mimpi. Tadi sebelum adzan subuh, Kairo masih ramai, masih hidup. Pedagang kaki lima masih bergadang melayani pembeli. Setelah subuh, suasana berubah tragis, bagaikan berada di pukul nolnol waktu indonesia bagian barat, sepi, sunyi, waktunya tidur, hello? Ini sudah pagi loh! Kehidupan mulai ramai lagi pada pukul sembilan. Namun tidak semuanya bergadang malam, mungkin hanya setengah penduduk Kairo. Buktinya banyak juga yang sudah bangun dan turun dari lantai dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan dan sepuluh untuk membeli ful, 'isy, tho'miyah dan lainnya untuk sarapan pagi bagi mereka yang sudah tidur sejak pukul sepuluh malam tadi.

Salah seorang yang sudah tidur pada pukul sepuluh malam tadi adalah bernama: Lahfah dan adiknya Zainab.
Lahfah dan adiknya sudah berdiri di barisan antrean dengan para pembeli roti 'isy-makanan pokok warga Mesir.
"Enti 'aiz kam ya, Bint?" Kamu mau berapa?" Bint adalah sebutan untuk anak perempuan.
"Bikhamsah geneih bas." Lima pound saja. Sahutnya. Segera penjual roti itu menyusun sepuluh potong roti di atas kain yang telah disiapkan Lahfah. Setelah ia mengikatnya, Lahfah dan adiknya menuju ke penjual tho'miyah dan kawan-kawan.
"Aiz ful bi itnain geneih, bitinggan bigeneih, bathotis bigeneih, wa tho'miyah bi itnain geneih." Aku mau ful dua pound, terong satu pound, kentang satu pound dan tho'miyah dua pound." Semua itu sudah lumanyan banyak dan cukup untuk sarapan pagi.
"Kullu bisittah geneih" Semuanya enam pound. Kata si penjual sembari menyerahkannya pada Lahfah. Adapun Tursi ia dapatkan gratis, sebab Lahfah lah pelanggan rutinnya. Tursi adalah potongan dari mentimun, cabai, wortel, dan lainnya. Direndam dua puluh empat jam sampai masam.
"Syukron. Assalamuaikum." Ucapnya pulang.
"Wa'alaikum salam ya Lahfah ya binti gamilah." Gamilah artinya cantik. Asal katanya (جميلة: jamilah) huruf jim jadi huruf "G" bagi logat Mesir, sedangkan arab Teluk seperti Bahrain, Kuwait dan Qatar huruf "ق" yang jadi huruf "G" seperti; زهقانة ; zahqonah jadi Zahgonah, yang artinya boring atau bosan, kalau kamu kurang yakin, coba dengarkan lagunya Hala Turk yang judulnya; زهقانة. Logat Mesir, huruf: ث jadi ta: ت. Seperti: الثان: at-tsaani jadi; التاني  at-taani, artinya yang kedua. Dan huruf; ق malah jadi alif: أ. Seperti; qalamun; قلم jadi; alamun; الم. Huruf dzal; ذ-jadi huruf-;dal. Seperti: kadzaa; كذا atau كذة  jadi; kada كد atau kedah كده da lain sebagainya.

Lahfah masih berumur tujuh tahun lebih, adiknya lima tahun. Keduanya akrab walaupun tak jarang bertengkar. Tapi Lahfah sayang sekali dengan adiknya Zainab. Tiap kali keluar rumah tanpa ibunya, dia selalu menggenggam erat tangan adiknya, tak ia lepaskan kecuali tangannya penuh dengan bawaan yang lain.
"Ta'alii bisur'ah ya Zainab!" Kemari segera Zainab. Katanya saat Zainab tertinggal tiga langkah, ia takut sekali Zainab disenggol motor, dengan segera Zainab mendekat.

Di tempat minum dua puluh empat jam untuk umum itu mereka singgah. Zainab menampung air minum dengan botol plastik semacam botol aqua, lalu ia ulurkan untuk kakaknya.
"Khudz ya, Lahfah." Ambil ya Lahfah. Bilangnya sembari mengulurkan untuk kakaknya. Lahfah meminumnya dengan berdiri, sudah biasa minum berdiri di tempat air minum umum, kemudian Zainab menampung kembali sampai penuh. Orang Mesir sudah biasa memanggil yang lebih tua darinya dengan nama, tidak dengan sapaan; abang ataupun kakak, ada sebutan khusus tanpa nama tapi mereka jarang memakainya, saat senang saja. Kalau orang yang tak ia kenal-jika masih muda mereka sebut: fandem, basya, dan shodiqi, zamiilii kalau sudah akrab, dan jika sudah agak tua mereka sebut; 'ammu, ustadz, kalau sudah tua lagi sudah berumur, mereka sebut; hag untuk laki-laki,  haggah untuk perempuan. Haag-haagah; الحاج dan ؛ الحاجة sebutan untuk orang yang sudah berhaji. Meskipun orangnya belum naik haji, panggil saja demikian agar ia senang bukan buatan. Bukankah perkataan adalah doa? Kalau mereka pacaran, yang perempuan juga tak sungkan-sungkan memanggil nama pacar lelakinya; misalnya-ya Mahmud, Ya Ahmad. Bertolak belakang dengan kebiasaan orang Aceh Tenggara, di sana tak ada yang memanggil nama orang yang lebih tua darinya apalagi tak ia kenal. Kalau ada ceweknya memanggil cowoknya dengan nama, pertama dan kedua diperingati, ketiga kalinya langsung putus, sebab tak tahu adat! Pernah ada kejadian di Aceh Tenggara, hendak melamar ke rumah perempun, sebab kedua orangtua sudah setuju. Malam harinya, sebelum datang ke rumah calon mempelai wanita, si pria menelepon-dan itu adalah panggilan pertama, sebelumnya tidak pernah teleponan, hanya chatingan saja. Dalam chatingan sudah ada tanda-tanda tak ada santun, pas ditelpon nyatanya sama saja, tetap panggil nama, tidak pakai kata: abang, terang harinya tak tampak batang hidung keluarga mempelai pria datang ke rumah si perempuan. Ah masalah sepele dibesar-besarkan! Cerita ini kutahu dari mulut ke mulut, benar tidaknya wallahu 'alam, tapi memang di Aceh Tenggara tak ada istri memanggil nama suaminya, bisa-bisa piring, sendok, kuwali, periuk, kompor melayang terbang terbuang. Adalah kebiasaan bapak-bapak kalau marah pada istri, mereka tak memukuli istrinya melainkan barang-barang rumah yang terbang tanpa sayap. Setelah marah baru ia sadar bahwa ia pernah peras keringat, banting tulang mendapatkannya. Kalau istrinya pemberani, kadang suka ikutan melemparkan barang-barang rumah keluar, sehari kemudian barulah keduanya tertawa kadang sang istri sampai mbukho alias merajuk-pulang ke rumah walinya.

 Orang Mesir kalau lagi senang saja ia panggil: habiibii untuk laki-lakinya dan; habibti untuk perempuan. Kalau lagi marah, siapapun dia, tak segan-segan berkata; yakhrab baitak: !يخرب بيتك Itu adalah kalimat yang sering diucapkan saat marah, namun tak sepenuhnya kalimat itu diucap saat marah, saat kesal, dan sebal saja, kadang saat bergurau atau bahazhor juga mereka pakai kalimat itu, saat lagi gemes juga mereka ucap begitu. Jika diartikan perkalimat, maka arti dari dua kalimat (يخرب بينتك; yakhrab baitak) ialah: robohlah rumahmu! Orang Mesir mendoakan rumah objektif agar roboh, kenapa rumah? Sebab rumah sangatlah berharga, bak istana dan surga dunia. Tanpa rumah, maka amat miskin sekali hidup, rumah pun tak punya apalagi kebutuhan hidup? Tapi saat mendengar kata yakhrab baitak mereka tak membalas dengan kata yang sama, walaupun kata itu memang kasar untuk didengar.

Lahfah, Zainab dan kedua orangtuanya, tinggal di gang kecil di kawasan Darrasah. Lima menit jalan kaki ke masjid sayyidina al-Husain dan masjidl Al-Azhar. Rumah Lahfah tidak bertingkat, juga tak berlantai, apalagi berkaca, jendela saja tak punya. Rumahnya jugalah nebeng di antara dua dinding bangunan rumah lainnya. Jika disebut rumah sebenarnya tak seperti rumah, tapi ada manusia yang berteduh di dalamnya, bahkan sudah belasan tahun, malah sudah punya anak dua. Awalnya tempat tersebut adalah kandang mobil, dan ayah Lahfah meminta kepada pemilik untuk diigarkan, disewakan. Ayah Lahfah siap membayar seratus pound perbulan pada kedua pemilik rumah. Namun pemilik rumah pemurah hati, ia mengikhlaskan gudangnya digunakan ayah Lahfah. Dulu gudang itu adalah kandang mobil, tapi sekarang mobilnya tak perlu lagi pakai kandang, pemilik rumah cukup memarkirkan mobil di depan rumah kemudian dikenakan baju mobil karena di Darrasah tak rawan pencurian mobil. Bagi Lahfah, rumahnya sudah bak istana, ia merasa rumahnya sama dengan rumah yang lainnya, meskipun rumah Lahfah tidak berlantai.

Sampai di rumah, ibunya sudah menyiapkan piring-piring untuk tempat makanan yang barusan dibeli Lahfah dan adiknya Zainab. Ayahnya masih terlelap, baru satu jam lebih kurangnya ayahnya tidur. Ayahnya adalah pekerja harian di dalam masjid sayyidina Al-Husain. Mem-vacum cleaner sajadah masjid Al-Husain pada jam sembilan pagi dan sore harinya, masjid Husain sangatlah luas, tak seorang ayahnya saja. Gaji ayahnya cukup untuk makan sebulan jika tiap pagi Lahfah hanya menghabiskan sepuluh dan lima belas pound, dan malam harinya lima belas pound, sehari tak lebih dari tiga puluh atau empat puluh pound. Jika rata-rata perhari sampai habis 50 pound, maka ibunya mesti mencari kerja yang lain.

Lahfah, Zainab dan ibunya makan dengan lahap. Adapun ayahnya minta dibangunkan nanti pada pukul sembilan kurang sepuluh menit. Sebab jam sembilan tepat ia mesti sudah ada di masjid sayyidina Al-Husain untuk bekerja.

Hari ini hari jumat, hari libur untuk semua republik Mesir, kecuali pedagang dan pekerja miskin. Pedagang juga buka habis jumat.
"Tuk! Tuk! Tuk!" Lahfah, Zainab dan ibunya menggedor pintu mahasiswa indonesia yang di lantai tujuh.
"Law samah haati moyyah ya shodiq." kata Lahfah si cantik, tolong berikan air duhai kawan. Seperti biasanya, ibu Lahfah membawa dua putrinya ke rumah-rumah untuk menemaninya membersihkan tangga, dan tiap rumah membayar padanya lima pound. Ada seratus lebih anak tangga untuk sampai ke lantai tujuh, lebih dua jam ibunya Lahfah membersihkanya. Sekali-kali Lahfah juga ikut membantu. Bukankah dari tadi Lahfah adalah tokoh utama?

"Ya Lahfah, ta'ali!" Lahfah, kemari! Panggil ibunya.
"Hadir Yammah, ana gay!" Hadir Mah, aku datang. Kalimat; Yammah: يمّه adalah kalimat panggilan manja untuk seorang ibu. Adapun; Mama atau momo: ماما-kata umumnya.
"Fii eih, Yammah?" Ada apa ibu?
"Haati moyyah taani." Ambilkan air lagi.
"Hadir." Baik. Lahfah pun menggedor pintu rumah, digedor dua kali tak nyahut, tiga kali tak ada jawaban.
"Dhur! Dhur! Dhur!" Lahfah meninju pintu. Seketika pintu dibuka.
"Yakhrab baitik ya Bint, barrahah yo!" kalimat; باالراحة؛ barraahah, artinya pelan-pelan. Dan bukankah kamu sudah tahu arti kalimat : yakhrab baitak artinya apa? Pantaskah Lahfah mendengar kalimat tersebut? Rumah saja Lahfah menumpang, bisa dikatakan ia tak punya rumah, lalu kata Yakhrab baitak? Ah tega! Tetapi Lahfah sudah kebal, mau gimana pun eskpresi wajah tuan rumah mengatakan kalimat itu padanya, muka marah, muka kesal, muka sebal, muka merengut, Lahfah tetap menyambutnya dengan muka senyum. Baginya orang indonesia itu sudah ia anggap teman bercandanya, ia merasa dimarahi oleh teman dekatnya. Bukankah tadi Lahfah menyebut shodiq saat menggedor pintu pertama kalinya? Shodiq yang berarti friend, bro, kawan.

"Ma'leiys, ana aasif ya Shodiq." Aku minta maaf kawan. Kata Lahfah sambil tersenyum.
"Enti 'aiz eih ya Lahfah?" Mau apa Lahfah?
"Law samah, haati moyyah taani ya Shodiq." Tolong ambilkan air lagi, Kawan.
"Taani?" Lagi?
"Ayyuwa." Ya.
***

Dua jam kemudian, Lahfah kembali menggedor pintu, gedoran ke enam kali barulah pintu terbuka, sebab sebagian orang rumah memang sedang tidur pulas. Lahfah berdua dengan adiknya, sementara ibunya menunggu di Lantai dasar. Tangga sudah bersih. Begitu mahasiswa indonesia membukakan pintu,
"Aiz fulus sillim." Uang tangga. Minta Lahfah.
"Istanna suwayyah ya Lahfah." Tunggu sebentar Lahfah. Mahasiswa indonesia masuk ke dalam kamar mengambil duit lima pounds lalu menuju pintu. Sebelum memberikan uang, mahasiswa indonesia itu merepet sekaligus menasehati Lahfah.
"Ya Lahfah, marroh gay, matinfays tidhrab babna taani. Law ragagti 'alal babna zay maa fa'alti, intabihi ya Lahfah, hadhrabak! Lazim an ta'rif ya Lahfah, nihna hina, fi gowwah kulluna indunisiyyiin, lazim biuslubin basiith wal harakah basiithah, barrohah. Enti faahimah ya Lahfah?" Ya Lahfah, sekali lagi nggak boleh kamu pukul pintu kami lagi. Kalau kamu pukul lagi seperti yang telah kamu lakukan tadi, hati-hati ya Lahfah, kupukul kamu! Kami di dalam rumah ini semuanya orang indonesia, harus dengan lemah-lembut, pelan-pelan. Kamu mengerti ya Lahfah? Kata mahasiswa indonesia itu pada Lahfah dengan wajah masih ngantuk, ia coba sedikit senyum, tapi agak merasa jengkel. Karena memang sudah kebiasaan. Orang Mesir rumah siapa saja pasti digedor keras-keras, rumah presiden pun kemungkinan besar digedor dengan kuat! Tua dan muda sama saja! Kecuali ulama, ulama Al-Azhar khususnya.

"Na'am ana faahimah ya Shodiq." Ya aku faham, Kawan.

Lalu Lahfah menuruni anak tangga. Sampai di lantai dasar, ibunya mengajaknya kembali ke gedung lainnya. Rata-rata memang rumah mahasiswa di Darrasah berada di lantai atas, jadi ibu Lahfah memulainya dari lantai atas dulu kemudian lantai berikutnya dan seterusnya.

"Tuk! Tuk! Tuk!" Tanpa Assalamualaikum, orang mesir memang tak pakai assalamualaikum, sebab rata-rata rumah pakai bel. Ternyata ada juga untungnya rumah tanpa bel, agar orang tetap memakai assalamualaikum, mendoakan keselamatan bagi pemilik rumah. Mestinya meskipun ada bel tetap ucapkan assalamualaikum setelah memencet bel, tapi tak tampak di negeri ini, kekcuali ulamanya.

"Min?" Siapa? Tanya orang dalam rumah.
"Ana." Sahut Lahfah.
"Enti min?" Kamu siapa?
"Ana Lahfah." Mendengar nama Lahfah mahasiswa indonesia itu segera membukakan pintu, sudah akrab nama tersebut di telinganya, wajah Lahfah yang cantik dan imut sudah tak asing di matanya, gerakan Lahfah sudah tak mengherankannya.
"Izaayak ya Lahfah?" Apa kabar Lahfah?
"Alhamdulillah ana kuweys ya Akhuuya." alhamdulilah aku baik duhai abangku. Kata: akhuya adalah sebutan manja untuk memanggil kakak laki-laki, biasanya digunakan untuk panggilan saudara kandung. Lahfah sudah menganggap mahasiswa yang satu itu seperti abang kandungnya, ia baik sekali dengan Lahfah, kadang kalau ia punya duit, ia beri Lahfah untuk jajan. Sengaja ia lebihkan uang tangga untuk Lahfah. Rumah indonesia itu di Lantai empat, paling atas.
"Enti Aiz moyyah ya Lahfah?" Mahasiswa itu menawarkan air.
"Na'am ya Akhuuya." Ya duhai abangku.
"Enti 'aiz moyyah lissyarab wala lissilim ya Lahfah?"  Kamu mau air untuk minum atau atau untuk tangga ya Lahfah?
"Lissilim ya Akhuuya." Untuk tangga bang.

Mahasiswa itu masuk ke delam kamar mandi mengambil air dengan ember, lalu ia buka kulkas, ia ambil botol plastik yang berisi air minum yang sudah dingin, kemudian ia berikan kepada Lahfah.

Ibu Lahfah menyambut air yang ada dalam ember lalu mengepel tangga. Lahfah memberikan air minum itu kepada adiknya, setelah adiknya minum barulah Lahfah meneguk sedikit.
"Yammah 'aiz tasrab wala la-ah?" Ibu mau minum tidak?
"Syukron ya Habibti." Habibti adalah panggilan sayang, tidak semata-mata digunakan untuk pacar perempuan. Kadang sang ibu  dan ayah juga menggunakan kata itu untuk anak perempuannya dan habibi untuk anak laki-laki-lakinya. Asal kata habibti adalah: hubbun: حب yang artinya cinta, lalu jadi hubbii: حبي artinya cintaku, kemudian Habiibii; حبيبي untuk laki-laki, dan habibati, ؛حبيبتي untuk perempuan, artinya kekasihku. Kenapa jadi Habibti? Jawabannya sederhana; karena logat orang Mesir. Tak pakai kaidah nahwu dan shorof, yang mestinya ada barisnya malah jadi sukun, yang mestinya ada harokat fathah malah jadi kasrah, pun sebaliknya.

Kali ini ibu Lahfah lebih cepat membersihkan tangga, karena jumlahnya tentunya lebih sedikit sebab lantainya pun cuma sedikit, empat lantai saja.
***

Satu jam kemudian,
"Ana arawah ya Akhuya." Aku pergi abangku. Lahfah pamit pada mahasiswa Indonesia itu setelah meminta bayaran uang tangga sebesar lima pounds.
"Istanna suwayya ya Lahfah ya hilwah ya gamiilah." Tungga bentar duhai Lahfah yang manis yang cantik.
"Khudz da khamsa geneih kaman." Ambil ini lima pound lagi. Mahasiswa Indonesia itu melebihkan lima pounds untuk Lahfah.
"Syukron ya Akhuya."
"Afwan ya Lahfah."
***

Setelah banyak berkeliling ke rumah-rumah yang lain, hampir sepuluh gedung ibunya, adiknya dan Lahfah datangi. Tiap bangunan minimal tiga lantai. Hari sudah petang, Lahfah adik dan ibunya pulang.

Sampai di rumah, ayahnya belum kembali. Rumah Lahfah tak punya kunci seperti rumah lainnya, jika ada haromi; pencuri, saat pencurinya berdiri di depan rumahnya, bukannya hendak mencuri malah akan ingin memberi sedekah sangkinkan kasihannya pada keluarga Lahfah. Sengaja tidak ada gembok sebab tak ada barang berharga untuk dicuri, dan memang rumahnya tak punya pintu. Hanya diberi kain tebal sebagai pengganti pintu.
Setelah rebahan sebentar, ibu Lahfah menghitung uang yang berhasil ia kumpulkan hari ini. Semuanya lumanyan banyak untuk hitungan ekonomi keluarga Lahfah. Lebih dua ratus pounds. Tapi itu sangatlah sedikit untuk seminggu dengan kebutuhan orang kaya. Namun untuk orang miskin seperti keluarga Lahfah itu sudah bisa sekali makan ayam dan sisinya belanja ke pasar dan juga bisa beli buku. Tiga ratus pound adalah hanya sekali duduk di warung makan bagi perut pejabat. Tangga rumah-rumah terjadwal seminggu sekali dan biasanya hari juma't atau kadang kamis sore. Terkadang tidak selalu seminggu sekali, tapi dua minggu sekali paling lambat pemilik rumah butuh pembersih tangga. Bagi mahasiswa indonesia sebenarnya mau saja membersihkan tangga sendiri khusus tangga plat rumahnya saja, namun karena masih banyak seperti keluarga Lahfah, ya sudah tak mengapa. Lagipula membayar lima pound adalah murah untuk semua anak tangga perrumah. Karena mahasiswa indonesia itu berada di lantai atas, sudah pasti mereka menginjak tangga dari lantai dasar. Karena rumah tidak pakai lift. Tidak ada peluang protes pada madem Mama pemilik plat untuk tidak menyuruh orang membersihkan tangga.

Di akhir pekan, waktu pergi ke pasar. Tidak seperti ibu-ibu lainnya yang membawa ikan berkilo-kilo, sayuran bermacam rupa, cabai berplastik-plastik, tomat dan sebagainya. Ibu Lahfah hanya membeli seperempat kilo untuk semuanya. Adapun ikan, ia beli setengah kilo gram saja, cuma dapat dua ikan tuna. Setelah belanja Zainab minta dibelikan anggur, ibu Lahfah membelikan satu kilo. Sebab anggur dan buahan lainnya sangatlah murah. Satu kilo anggur hanya enam dan delapan pounds saja pada musimnya. Di luar musim semuanya naik dratis, anggur jadi 20 dan 25 pounds perkilo gram. Lahfah tidak minta apa-apa.
"Lahfah, enti 'aiz hagah?" Kamu mau sesuatu? Tawar ibunya.
"Laa, Yammah, ana musy 'aiz." Tidak Ma, aku tidak mau.

 Perjalanan pulang Lahfah melihat penjual koran.
"Aiz gariidah, Yammah." Aku mau koran, Ma. Jariidah: جريدة, surat kabar. Adalah kebiasaan Lahfah suka membaca surat kabar. Sebelum ia masuk SD ia sudah pandai baca koran. Tak jarang ayahnya membawakan koran, kadang ayahnya membeli koran tersebut kadang memang gratis ia dapatkan di luar masjid sayyidina Al-Husain. Lahfah memilih surat kabar untuk ia baca, lalu ibunya membayar satu pound untuk satu surat kabar.

Sampai di rumah, ibunya mulai memasak. Adiknya Zainab rebahan sambil makan anggur yang sudah dicuci ibunya, Lahfah membaca koran. Lima menit kemudian.
"Innaa lillahi wa innaa ilahi raaji'un." Ucapnya sembari menangis. Ibunya terkejut bukan main.
"Fii eih ya Lahfah?" Ada apa Lahfah? Ibunya sangat kaget.
"Razan An-Najar tibbiyyah palisthiniyyah tuufiah,  Yammah." jawabanya menangis. Razan An-Anajar perawat Palestina meninggal, Mah.
"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Allahummaghfirlaha ya Rab. Alfatihah." Lahfah dan ibunya membaca al-fatihah untuk Razan An-Najar saat itu juga, ibunya berkaca-kaca, Lahfah menangis sendu. Sejak hari itu Lahfah merubah cita-citanya; dari presenter ke dokter. Lahfah ingin seperti Razan; menolong orang sakit. Jika Mesir diserang teroris, ia siap nantinya mengobati korban terluka, jika ia mati syahidah Lahfah tetap bahagia dan tersenyum bangga.

*Oleh; #DaudFarma

Darrasah, Kairo, Rabu pagi, 20 Juni 2018.





Komentar

Yang populer dari blog ini

Bulan Madu di Surga

"Bulan Madu di Surga"  -Perfect Wedding- Oleh: Muhammad Daud Farma. Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".  Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!". Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia me

Inginku Mondok!

Inginku Mondok Daud Farma Aku orang  Kuta Cane, kabupaten Aceh Tenggara. Daerahku tidaklah sekecil jika aku berdiri di atas gunung yang tinggi lalu memandang ke bawah dan tampaklah hamparan rumah-rumah seakan bisa aku jengkali dengan jariku, tidak, tidak begitu! Bila saja aku mau mengelilinginya, seharian naik motor memang cukup tetapi tidak semua desanya bisa aku datangi satu-persatu. Jadi cukuplah kuakui bahwa daerahku memang luas sebenarnya walaupun dikelilingi gunung.  Aku tinggal di desa Alur langsat, kecamatan Tanoh Alas kabupaten Aceh Tenggara Kuta Cane-Aceh-Indonesia. Untuk sampai ke desaku, kamu mesti melewati jembatan tinggi yang melentang di atas sungai Alas, yang menghubungkan timur dan barat Gugung dan Ncuah menurut suku daerah yang kami pakai.  Sungai Alas adalah hadiah terindah yang Allah berikan pada daerah kami, daerah yang semboyannya: hidup di kandung adat, mati di kandung hukum, yang tak lebih tak kurang artinya bahwa Kuta Cane Aceh Tenggara adalah daerah yang kenta

Pulang Kampung (catatan panjang Anugerah Sastra VOI 2019)

Oleh: Daud Farma Bakda zuhur aku siap-siap. Aku mandi dan mengenakan pakaian. Atasan rambut sudah pangkas rapi, kemeja ungu lavendel masuk dalam celana, dan jas hitam. Bawahannya celana panjang hitam dan sepatu hitam. Setelah semuanya siap, aku periksa lagi barang-barang bawaanku dalam koper. Semuanya telah lengkap. Kemudian periksa dokumen penting. Tiket dan paspor yang juga telah masuk ke dalam tas. Temanku Dafi memesan Uber. Tidak berapa lama Uber datang. Karena tidak muat satu Uber kami pun pesan dua Uber. Dafi, aku dan dua orang dari adik-adik kami satu mobil. Adapun Ahmad berempat di Uber satunya lagi. Kurang lebih empat puluh menit kami tiba di Bandara Kedatangan Dua Internasional Kairo khusus penerbangan luar negeri. Aku bayarkan ongkos Uber 110 Pounds Mesir lalu kami turunkan koper. Kami pun foto-foto. Semuanya pada update status, juga disebar di group kami. Kebiasaan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kalau ada yang balik kampung sudah pasti banya

NASAB NABI

نسب النبي صلى الله عليه وسلم و أسرته. لنسب النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثة أجزاء: جزء اتفق على صحته أهل السير والأنساب، وهو إلى عدنان، وجزء اختلفوا فيه ما بين متوقف فيه، وقائل به، وهو مافوق عدنان إلى إبراهيم عليه السلام، وجزء لانشك أن فيه أمورا غير صحيحة، وهو مافوق إبراهيم إلى آدم عليهما السلام، وقد أسلفنا الإشارة إلى بعض هذا، هناك تفصيل تلك الأجزاء الثلاثة: الجزء الأول: محمدُ بنُ عبد الله بنِ عبد المطَّلب - واسمه شيبةُ - بن هاشم - واسمه عمرو - بن عبد مناف - واسمه المغيرة - بن قصيّ - واسمه زيد - بن كلاب بن مرَّةَ بن كعب بن لؤيّ بن غالب بن فِهْرٍ - وهو الملقب بقريش، وإليه تنتسب القبيلة -بن مالك بن النضر - واسمه قيس - بن كنانة بن خزيمة بن مدركة - واسمه عامر - بن إلياس بن مضر بن نزار بن مَعَدِّ بن عدنا. الجزء الثاني: ما فوق عدنان، و عدنانُ هو ابن أدّ بنِ هميسع بن سلامان بن عوص بن بوز بن قموال بن أبيّ بن عوام بن ناشد بن حزا بن بلداس بن يدلاف بن طابخ بن جاحم بن ناحش بن ماخي بن عيض بن عبقر بن عبيد بن الدعا بن حمدان بن سنبر بن يثربي بن يحزن بن يلحن بن أرعوى بن عيض بن ديشان بن عيصر بن أفناد بن

Syekhuna Sya'rawi

Syekh Muhammad Metwalli al-Sha'rawi Sejak pertama kali saya menuntut ilmu di negeri para ambiya', negeri para ulama, negeri Al-Azhar Al-Syarif, saya begitu sering mendengar nama Syekh Sya'rawi disebutkan orang-orang sekitar saya.  Baik teman-teman sesama pelajar ataupun orang Mesir di wilayah saya tinggal dan yang saya temui-berpas-pasan di jalan, di kendaraan umum, jumpa di masjid, warung-warung kecil, mall, di ibu kota, di pelosok desa, di tv, di radio, di dinding-dinding segala bangunan, di banyak tempat dan kesempatan.  Nama Syekh Sya'rawi terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa akrab di hati dan jiwa. Siapakah beliau sehingga begitu cintanya masyarakat Mesir kepada Syekh Sya'rawi? Nama lengkap Syekhuna: Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi.  Lahir pada tanggal 15 April 1911, di desa Dakadus (دقادوس) , Mit Ghamr (ميت غم  ) , Ad-Daqahliyah ) (الدقهلية)  , Mesir provinsi Tanta (طنطا).  Beliau merupakan ulama mujadid pada abad ke 20. Pen

Putra Aceh Tenggara Pertama Ke Mesir

Dr. H. Bukhari Husni, MA Daud Farma P ada tahun 1978 Masehi buya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tuanya. Buya adalah asli putra daerah Kuta Cane  Aceh Tenggara dan yang pertama kali belajar ke Mesir. Di masa beliau seluruh mahasiswa Aceh di Mesir hanya ada enam belas orang ketika itu. Dua di antaranya adalah; Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim, MA. Guru Besar UIN Ar-Ranniry dan Anggota MPU Aceh (Untuknya, al-Fatihah). Prof. Dr. H. Azman Ismail, MA. Ketua Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Ketua Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman-Banda Aceh. Buya tinggal di Gamalia, tidak jauh dari masjid Sidna Husain. Buya sempat bertalaqqi kepada Syekh Sya'rawi yang ketika itu mengajar di masjid Sidna Husain.  Sewaktu menemani beliau berkeliling sekitar Kairo, buya banyak bercerita bagaimana keadaan Kairo 43 tahun silam. Misalnya ketika kami tiba di Darrasah, beliau hampir saja tidak mengenali titik-titik yang kami lewati. Telah berubah delapan puluh persen dari segi bangunannya

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan.

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan (Resensi Novel Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami Ganjavi) Diresensi oleh: Daud Farma.   Judul: Laila Majnun Penulis: Nizami Penerjemah: Dede Aditya Kaswar Penerbit: OASE Mata Air Makna Tebal: 256 halaman Cetakan ke: XII, Juli 2010 “Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan  ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku, akalku, juga tubuhku. “Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian, cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku. Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligu