Aku orang yang selalu penasaran tentang apa di balik tembok, di seberang sana, setelah ini ada apa aja?
Ketika aku kecil, belum SD. Dua kakak perempuan sepupuku berjodoh dengan orang Gayo Lues.
Dua puluh dua tahun kemudian, anak bang we-ku pula berjodoh dengan penduduk Agusen-Gayo Lues.
Pertama kali aku melewati perbatsan Aceh Tenggara-Gayo Lues pada tahun 2009, tapi kata ibu ketika aku usia dua tahunan aku pernah dibawa ke Rikit Ghaib yang ketika itu menjenguk kakak sepupu melahirkan bayi pertamanya sebelum akhirnya ia pindah ke Takengon.
Tahun 2009, ketika itu aku masih kelas 2 KMI (SMP) dan 10 teman-temanku diutus sebagai perwakilan pondok (DPDA) untuk mengikuti lomba pencak silat di Lhoksukeun dan kami membawa tiga piala, waktu itu hanya lewat saja, tidak singgah, cuma dapat melihat monunen kotanya Belang Kejeren.
Kedua pada tahun 2011 ketika saya kelas 4 KMI (1 SMK) kami diutus sebagai perwakilan dari pondok untuk ajang lomba pramuka penggalang di Belang Sere selama dua hari kemudian lanjut kemah di pacuan kuda Buntul Nege empat hari. Pertama kali menyaksikan Tari Saman langsung di Tanah Gayo dan segala macam tarian lainnya, sebab ia masuk dalam daftar lomba. Sialnya kami tak bawa satu piala pun.
Dan hari ini Sabtu 18 Oktober 2025, 14 tahun kemudian baru dapat diizinkan berpijak lagi di tanah gayo, negeri seribu bukit. Tapi langkah terhenti di Agusen. Turun ke bawah sana. Kalau tak punya nyali, jangan bonceng dua. Menjenguk saudara. Aku berdua dengan kakak laki-laki saya, abang aja lah, ya.
Aku ingin lanjut ke Belang Kejeren, ingin jama' shalat di Masjid Asal (Nama masjid ini bisa dirangkai jadi nama seseorang) Sebab syarat sah untuk jama' qashar, taqdim dan takkhir terpenuhi. Bahkan ingin ziarah di makam metuah itu. Tapi tiba-tiba ayah nelepon, kalau sudah nyampe di rumah kakakmu segera pulang, jangan kemana-mana langsung pulang. Padahal keinginan begitu besar!
Harusnya aku bisa saja bilang iya namun tetap lanjut. Seusia ini emang masih harus dengarin cakap orang tua? Ya tetap harus hingga mereka atau kita tiada.
Akhirnya aku urungkan niat ke sana, sesuai pesannya lewat telepon aku iyakan aku pun bergegas putar haluan untuk kembali meskipun dalam hati berasa gemuruh dan rapuh tak kesampaian padahal telah belasan tahun lalu lamanya tidak pernah lagi ke sana, aku sungguh penasaran seperti apa? Bagaimana kesannya ketika kaki berpijak di masjid Asal, menunaikan beberapa raka'at di sana. Tapi pesan orang tua sungguh tak dapat diabaikan. Bagaimana ia menitipkanku ke pondok dulu, masih seperti itu nasihat yang mendayu-dayu anggun di telingaku. Sadar atau tidak, dengan menuruti cakap dan nasihat ortu lah kesuksesan dan keberkahan itu kita dapatkan satu persatu. Cepat atau lambat kamu kan sadar, Kawan.
Sesekali aku singgah di jalan, memotret dengan gawaiku yang ingin aku abadikan. Semoga suatu hari nanti dapat kembali ke tanah gayo lagi. Allah Maha Mendegar apa yang pernah kita niatkan. Kamu harus yakin akan hal itu!
يا شباب، الدنيا كلها لذة لو إنت عارف بتشتكر ربك إزي، مينفعش خالص مش بتشكعش كلام والدك ياأخي، خالي بالك عن ذالك.
"Hai Bro, seluruh dunia ini adalah suatu kenikmatan jika engkau tahu bagaimana bersyukur kepada Tuhanmu, tetapi tidaklah benar bagimu untuk tidak mendengarkan perkataan ayah atau ibumu. Hati-hati tentang itu!"
Kita boleh tinggal di balik gunung, bahkan merapat di kaki gunung, tapi jangan berhenti bermimpi, yakinlah Allah akan mengabulkan cita-citamu, Kawan.
Dalam ushul fiqih dan fiqih. Apakah Pertamina merupakan syarat atau rukun? Motor itu rukum, gas itu syarat. Helm itu wajib hukumnya, masker sunnah. Pertamina itu cabang dari suatu syarat , karena sekarang ini kita bisa isi minyak eceran di mana saja. Nah minyak itu sendiri adalah rukun, pokok urgensi dan hal utama yang harus ada karena tidak mungkin mendorong motor sejauh itu. Nama-nama desa boleh saja sunnah, tahu atau tidak tahu tak masalah, namun bisa juga wajib jika memang menjadi tujuan utama, jika tidak kenal dan menemukannya, semuanya terasa sia-sia.
Fiqih Safar (Fiqih Perjalanan)
Baiklah, mari kita bahas sedikit tentang fiqih Safar yang mudah dipahami. Kita dapat menggabungkan dan mempersingkat salat ketika kita telah meninggalkan kampung halaman, telah keluar dari kampung dan kita telah berniat musafir. Itu diperbolehkan di jalan, dan diperbolehkan ketika kita sudah tiba. Tidak diperbolehkan jika kita masih di rumah. Jaraknya harus minimal 80 km.
Kita dapat menggabungkan dan memperpendek shalat untuk maksimal 4 hari jika kita mengetahui berapa hari kita akan tinggal. Misalnya, jika tujuannya adalah tinggal di sana selama seminggu, maka hanya 4 hari itu saja yang diperbolehkan. Jika tidak mengetahui jumlahnya, maka dibolehkan mengikhlaskan shalat paling lama 16 hari.
Bagaimana kalau tidak jadi berangkat, misalnya sudah keluar kota dan menempuh jarak dua kilometer, apakah shalat berjamaah tetap sah? Ya, masih berlaku, karena kami punya niat untuk bepergian. Itulah pentingnya niat.
Bagaimana jika dia bepergian dengan tujuan berbuat dosa? Maka dia tidak diperbolehkan mengqadha shalatnya.
Kalau dia bertobat, ya boleh, tapi harus menempuh jarak 80 km dulu.
Kemudian hari ini, Kamis 23 Oktober 2025.
Tiba-tiba aku diajak ke Tanah Gayo lagi, dan kali ini bukan cuma ke Agusen, tapi malah melewati Monumen (Tugu) Kota BKJ!
Aku pikir butuh waktu satu tahun lagi lamanya bakal bisa kemari, tapi tanpa rencana apa pun, Allah menjawabnya dengan cara "min haitsu laayahtasib": dari arah yang tak terduga.
"Ayo kita ke Belang untuk menjenguk orang melahirkan." Ajak istri bg we.
"Sekarang?"
"Ya, sekarang." Aku si mau-mau aja, aku bosan di rumah, jadi perlulah keluar sesekali. Padahal niatku mau shalat ke Masjid Asal, tapi Allah ganti dengan maksud lain.
Seperti halnya cita-cita, hal itu terjadi secara bertahap dan melalui proses, tidak serta merta terwujud sesuai dengan keinginan kita.
Widih selama ini, aku hanya bisa zoom in/out Belang Kejeren dan Kutq Panjang dari Google Maps.
Dari perbatasan hingga Agusen, pertanyaan mengapa Gayo Lues disebut "Negeri Seribu Bukit" masih belum terjawab. Namun perlahan pertanyaan itu terjawab setelah dari Agusen, ingin turun dari atas, dan kota Blangkejeren pun tampak dari kejauhan, barulah terlihat bukit-bukit indah nan menawan dengan segala tumbuhannya.
Kiri dan kanan hampir mirip dengan bukit di Wallpaper Windows XP 2007 (jika Anda penasaran seperti apa wallpaper-nya, Anda dapat mencarinya di Google). Aku tidak melebih-lebihkan.
Aku benar-benar lewat di pinggir bandara udara itu, entah itu Belangan Tenggalun atau Belang apa tadi, aku lupa. Ketika aku tiba di tempat tujuan, aku mengorol dengan seoranf kakek-kake, yang mungkin berusia 60 tahunan. Dia mengenakan peci putih, dan dia tampak seperti orang yang ahli ibadah, taat beragama.
Aku bertanya banyak hal kepada beliau tentang kota ini. Beliau bilang ada 4 simpang: Ada yang menuju Langsa, Meulaboh, Takengon, dan Kuta Cane.
Aku terus bertanya, dari biaya hidup, kebiasaan masyarakat, dan harga barang-barang, pendapatan, pekerjaan yang paling umum dilakukan, dan seterusnya. Seperti teman lama yang sudah lama tak jumpa..
"Kalau di Agusen itu mudah cari duit kalau pandai, kalau tak pandai mau masuk bui." Ucap beliau dengan tawa. Aku pun mengerti maksudnya. Beliau menunjuk ke sebuah pohon yang tumbuh di samping rumah sakit.
"Itu pohon pinus, getahnya 14 ribu per kilo."
"Pabriknya juga ada di Rikit Ghaib, kan, Pak?" Karena aku punya teman orang Rikit Ghaib yang sedang S2 di Mesir. Namanya Mustafa Ahmad, ia baru menikah beberapa bulan lalu.
"Ada 4 di sini, semuanya milik orang China, kalau ekonomi kan China yang pegang sekarang ni." Lanjut beliau. Kota BKJ ini sejuk, indah, dan bersih. Namun bagi beliau, kota terbersih yang pernah dikunjunginya adalah Sumatera Barat. Bahkan puntung rokok pun tidak dibuang sembarangan.
"Apakah di sini juga banyak pesantren, Pak?"
"Banyak."
"Yang mana yang terkenal, Pak? Darul Hijrah itu di mana, Pak?"
"Di sana, dari kota ke sana, ke situ. Tidak terlalu jauh. Kalau udah di sini, jaraknya tidak jauh lagi." Beliau menunjuk dari lantai 3 gedung rumah sakit, dan kami mengobrol sambil berdiri.
"Kalau yang terkenal Darul Hijrah, lalu ada Bustanul di Kuta Panjang. Tapi yang mondok di Medan ni, kalau balik sini mau kali nggak lagi nampak macam pernah mondok. Mau nggak sholat pun. Tapi yang ngaji di Aceh sana, mereka tu nampak di sini, mau mereka dakwah, ceremah, nampak kalo orang itu alumni pondok. Yang mondok modern ni sama macam orang ni juga." Jelas beliau panjang lebar. Dalam hati aku malu, beliau tak tahu kalai aku juga alumni pondok modern. Inilah penyakit alumni pesantren modern, kalau sudah jadi alumni, sering tinggal shalat bahkan tidak shalat pun, yang laki-laki lebih parah biasanya, bahkan shalat jum'at pun mau tak berangkat ke masjid. Ya meskipun tak semuanya begitu.
"Belang Sere, pacuan kudanya cuma 3 KM dari sini. Nggak semeriah dulu waktu aku muda, dulu pakai tiket masuknya dan tempatnya penuh sesak. Sekarang gratis, tapi tidak banyak yang datang. Tidak semeriah dulu waktu aku masih lajang." Ucap beliau.
Kalau dilihat dari video yang beliau tunjukkan, memang kelihatan tidak ramai, tapi biasanya orang yang lebih tua lebih suka mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Kita pun kelak di hari tua kita, kita juga akan sering mengatakan hal yang sama kepada anak-anak dan cucu-cucu kita, "Tidak semenarik dan sebahagia masa-masa saya muda dulu."
Padahal kan tiap anak-anak beda zaman beda pula corak dan semua punya cara sendiri untuk berbahagia.
"Di sini aman, nggak perlu motor kita digembok/dikunci, insyaAllah nggk ada yang ngambil."
"Kalau di Cane, dari dalam rumah pun diambil, Pak. Hahaha." Kami tertawa. Tapi memang begitulah faktanya. Dari semua kendaraan roda dua yang parkir di lapangam parkir RS. Tanah Gayo ini, tak satu pun motor yang digembok. Ini suatu keistimewaan yang mahal dan susah ditiru oleh Aceh Tenggara.
Ketika mau azan maghrib hendak berkumandang, beliau berpamitan dan pulang terlebih dahulu. Beliau tinggal di kota BKJ dan datang ke sini untuk mengunjungi anaknya yang sakit.
"Bapak pengurus masjid?" Aku penasaran.
"Nggak, tapi ini udah mau adzan, aku mau jama'ah."
Begitu beliau berlalu aku pun bergegas ke masjid terdekat. Akan tetapi aku tetap menggunakan ilmu fiqih, yakni rukhsah, dimudahkannya shalat bagi seorang musafir.
Fiqih itu sangat penting sepanjang hidup. Segala sesuatu dalam kehidupan, selama kita beragama Islam, kita perlu dan wajib mengetahui fiqih. Jika kita tidak tahu, kita wajib belajar. Bagaimana bisa paham shalat, zakat dan lain sebagainya kalau tidak mau paham fiqih?
Tentu saja kamu akan bertanya pada guru, bukan? Ketika kamu bertanya, makakamu sedang belajar. Sekali lagi, ilmu fiqih itu luas dan penting; sepanjang hidupmu, kamu akan terlibat dengan fiqih. Seperti sekarang: aku mengunjungi orang yang baru saja melahirkan.
Dari sekian banyak perkara fiqih, aku ambil satu contoh: melahirkan. Btw, karena aku sedang jenguk orang melahirkan.
Berapa hari seorang wanita yang baru melahirkan boleh tidak shalat menurut Madzhab Syafi'i?
= maksimalnya 60 hari. Rata-ratanya adalah 40 hari. Jika darah nifas berhenti sebelum 40 hari, maka ia harus segera mandi dan shalat. Ini juga ilmu fiqih bukan?
Aku orangnya senang mengobrol dengan kakek-kakek dan nenek-nenek bahkan nyambung kali pun. Mengapa? Karena dalam ingatan mereka terdapat banyak pelajaran hidup dan pengalaman yang mungkin penting untuk kita dengar. Ada hikmah di balik cerita mereka.
Makasih kakek Gayokuh. Semoga kakek panjang umur ya kek, sehat selalu.
India boleh bangga dengan Kashmirnya.
Aceh harus bangga ada Gayo Lues dengan seribu bukitnya!
Ini taknhanya tentang, "etek jeroh" ataupun "belangi pedeh", tetapi juga tentang bagaimana kita menikmati alam, memanjakan mata, menghirup udara segar, memanjakan paru-paru, refreshing pikiran, memeluk embun, menyegarkan tubuh, lalu menceritakan pengalaman. Its it!
Aku diminta memberikan nama kepada yang baru launching hari ini. Beratnya hampir tiga kilogram.
Aku beri nama: "Muhammad Ezra El-Zayin: محمد عزرا الزّين." Langsung saja ditulis suster pihak rumah sakit. Nanti ia bisa dipanggil Ezra, Zra, El, dan Zain.
Muhammad: Nama nabi kita.
Ezra: Penolong, dari bhsa ibrani.
El-Zaiyn: keindahan, kebaikan akhlak dan rupa. Kalau di Mesir, sepanjang apa pun nama kita, selagi dalam nama kita ada kata Muhammad ataupun Ahmad, maka cuma dipanggil Muhammad. Aku sendiri Muhammad Daud Farma, kawanku yang orang Mesir tidak pernah panggil Daud apalagi Farma. Hanya Muhmmad, ya tentu itulah yang paling spesial.
Sejak di Mesir dulu, hingga hari ini, seingatku udah ada belasan nama anak yang aku beri nama.
Mudahan kelak mereka tak menuntutku di yaumil hisab sebab tak ridho dengan nama yang aku berikan.
Tahun 2023 lalu.
Entah sejak kapan kami berteman di FB, tiba2 seorang ibu2 muda mengirimiku pesan. Dalam pesan itu ia minta tolong kepadaku agar mendoakannya punya anak-laki, waktu itu aku sedang umroh. Meskipun tidak kenal, aku iyakan aja sebab udah minta tolong, nggak enak menolak jika telah dimintai tolong. Dalam ajaran kita, kita diakui beriman jika kita memudahkan urusan suadara kita, baik dekat ataupun sekadar seiman.
Aku pun datang mendekat ke pintu Ka'bah, tempat ini disebut "Multazam" salah satu tempat terkabul untuk berdoa.
Dalam obrolan itu, beliau banyak tanya tentangku. Beliau pun tau aku kuliah di mana dan alumni pondok mana. Ternyata beliau sendiri pernah mondok di salah satu pondok di Kuta Cane, tapi beliau asli orang Belang Kejeren.
"Berarti nanti ngajar di Darul Amin setelah balik dari Mesir ya, Dek?"
"Ya, Kak."
"Kalau gitu, anak kakak paling besar ni kakak masukkan lah ke sana, Dek."
"Ya, silakan, Kak."
Beberapa bulan kemudian, beliau mengabari bahwa isi kandungannya anak laki-laki dan beliau memintaku untuk memberi nama anaknya. Lalu penerimaan santri 2024 Dayah Perbatasan Darul Amin, benar saja anak beliau paling besar bernama Naya, beliau daftarkan lewat aku.
Ketika mengantar anak sulungnya masuk sebagai santriwati baru, beliau meneleponku. Beliau ingin mengenalkanku dengan suaminya, anaknya si Naya dan yang laki-laki satu-satunya yang saya beri nama itu. Ujung-ujungnya jadi akrab. Tiap beliau jenguk Naya, pasti aku pun dapat oleh-oleh. Beliau tak jarang bilang kalau aku ke BKJ, harus singgah rumahnya. Tapi aku pun tak pernah ke Belang kecuali kali ini., ini juga belum kukabari. Kalau up-Story di WA dan FB, sudah pasti ditelepon. Tapi aku nggk enak aja merepotkan. Jadi mending tak tahu aja. Begitu pemikiran anak muda yang belum menikah, hehehe. Btw di sini dingin bet yah! Udah pakai jaket, tapi tetap dapat selimut tebal. Jadi teringat musim dingin ketika kuliah di benua Afrika.
Cukup jauh juga ya dari Kuta Cane ke Belangkejeren, nggak kebayang yang mondok di Aceh Tenggara dikasih libur cuma dua hari, mending nggak usah pulkam aja si.😁😅
Belang Kejeren. Kamis, 23 Oktober 2025. 22:14.
RS. Tanah Gayo BKJ.
Komentar
Posting Komentar