Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara. Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong...
Sejak Sekolah Dasar (SD), senang sekali mendengar lagu daerah yang disiarkan radio Kuta Cane Aceh Tenggara. Dulu aku punya radio berukuran kecil yang bisa aku genggam dan aku masukan ke dalam saku kemejaku. Setiap pergi mengangon lembu-lembuku yang jumlahnya dua puluh tiga ekor kala itu, aku tidak pernah lupa membawa radio yang sebenarnya milik Bangah-ku, abangku nomor dua.
Alasan kenapa radio itu bisa jadi milikku adalah karena ia sudah punya guitar. Dia punya hiburan yang bisa ia mainkan kapanpun dia mau. Tak jarang dia membawa temannya dan tidur di kamar kami yang muat untuk lima orang. Kamar itu memang sengaja dibuat ayah untuk muat lima orang 'kalau-kalau ada teman anaknya yang menginap'. Anaknya sendiri hanya empat laki-laki.
Suatu hari ketika aku menggembala di padang rumput yang luas bersama teman-temanku, kami berteduh di dahan-dahan pohon yang rindang. Aku pun tidur siang untuk melepas lelah. Lembu-lembu kami masih makan dengan lahap. Begitu aku terbangun, aku menyadari ada sesuatu yang jatuh dari sakuku. Aku pun turun dengan melompat dari dahannya.
Aku cari-cari di semak rumput setinggi dengkul, namun radio itu tidak dapat kutemukan. Aku menangis. Karena radio adalah satu-satu hiburanku. Padahal baterainya baru saja aku ganti hari itu. Bukan menangis karena takut dimarahi abangku, bukan. Abangku sudah memberikan radionya padaku sepenuhnya. Dari siang sampai waktu sore, mentari pun hampir terbenam aku masih mencari-cari dan menyibak-nyibak rumput-rumput yang menyembunyikan radio milikku. Namun nihil. Kantong kemejaku tidak lagi berisi radio saat pulang ke rumah.
Kemudian di kelas empat SD di tahun 2004. Ayahku membeli handhphone Nokia seharga 700 ribu rupiah kala itu. Hp itu dibeli di Medan, ia titip lewat abang sepupuku. Alasan dia beli karena susah kalau mau menghubungi abangku yang nomor tiga masuk Pondok Pesantren Mudi Mesra Samalanga di Bireuen. Tapi anak kecil tidak boleh pakai handphone, dan aku tidak bisa membawanya ketika mengangon, ayah khawatir aku akan menghilangkannya. Aku hanya bisa menggunakannya ketika aku pulang dari menggembala. Btw, ketika gempa dan tsunami di tahun 2004, di hari Minggu pagi aku membajak sawah bersama ayahku dengan lembu-lembu kami. Istilah daerah kami: Ngobo.
Setiap hari waktu magrib aku dan teman-teman pulang menggembala dari padang rumput yang luas dan lebih satu jam dari kampung. Sampai di rumah kami mengaji pada ayahku, dia guru ngaji di kampung kami Alur Langsat.
Sehabis mengaji kadang aku menuliskan keseharianku, tapi lebih sering aku bosan dan lelah. Kadang aku langsung tidur dan lebih seringnya mendengarkan radio. Yang diputar bukan lagu daerah saja, tapi juga lagu Malaysia, India, pop dan dangdut Indonesia. Tetapi aku lebih senang ketika lagu daerah yang diputar, apalagi lagunya Syawal yang berjudul: Cinte Suci. Tetapi jarang sekali lagu itu diputar. Karena orang-orang daerahku lebih suka merequest lagu India dan Malaysia waktu itu. Aku sebagai pendengar, tentu punya keinginan ikutan merequest lagu juga. Maka aku pun menyiapkan pena dan buku untuk mencatat nomor telepon yang disebutkan penyiar.
Masalahnya dia terlalu cepat menyebutkannya. Kadang aku cuma bisa menuliskan enam angka, selebihnya aku lupa. Walaupun sempat dua kali diulang kakak penyiar. Pernah aku menuliskan semuanya, dan aku benar-benar menelepon untuk request lagu yang aku mau. Setiap orang hanya boleh minta satu lagu saja. Kau tahu, Kawan? Panggilanku masuk, namun selalu menunggu.
"Tut-tut-tut-tut. Serkk-serk-serk..." dan terputus. Selalu begitu. Ah, aku kalah cepat dengan yang lain. Sejak SD sampai masa-masa liburan santri dan tamat dari pondok, aku tidak pernah tersambung ke radio via telepon. Hanya terus-menerus menikmati lagu yang diminta penelepon lain. Jadinya, aku pun mulai menyukai lagu-lagu yang mereka minta. Cukup menemani waktu bosanku sejujurnya. Dan ketika sudah jadi alumni dan mengabdi di pondok, aku pun benar-benar boleh punya handphone. Walaupun sebetulnya masih dilarang Buya pakai handphone bagi guru pengabdian. Tetapi kami tetap makai, namun enggak dianggap melanggar kok.
Aturan itu semacam saran 'agar tidak pakai hp' saja. Padahal sebetulnya Buya pun tahu bahwa kami yang guru pengabdian laki-laki punya dua hp. Yang hp senter diserahkan ke Buya sebagai lambang turut atas aturan, dan yang android kami pegang. Beda dengan pengabdian yang ustadzah, mereka benar-benar taat, mereka serahkan semua gadget mereka ke Buya. Ketika waktu kosong saja mereka berani minjam dan pakai di teras rumah Buya.
Anehnya, android benar-benar merubah kebiasaanku dulunya. Aku tidak sesering dulu lagi mendengarkan radio. Sebab semua lagu yang aku mau sudah ada di hp milikku tanpa harus mengisi pulsa dan request ke penyiar radio. Tetapi kadang aku rindu masa-masa itu, masa di mana mendengarkan radio di kesunyian malam adalah telah jadi pelipur lara kala itu. Akhirnya aku pun coba membuka radio yang sudah tersedia di handphone Samsung Galaxy Young milikku. Karena aku di Lawe Pakam, maka yang terhubung adalah kanal radio yang adminnya di Lawe Sigala-gala, bukan yang dari Kuta Cane. Tetapi aku tidak menelepon, cukup sebagai penikmat lagu-lagu yang diputar saja. Sebab sudah kapok dengan kejadian beberapa waktu sebelumnya, panggilanku selalu menunggu. Huh!
Adalah jawaban dari Allah Subhanahu Wata'ala atas usahaku menelepon radio daerahku sejak dulu tidak pernah terkabul. Terhubung tapi selalu menunggu. Ketika aku sudah berada di sini (Egypt), aku benar-benar tidak pernah menduga bahwa akulah yang ditelepon oleh radio. Kau tahu, Kawan? Dia adalah penyiar Radio Republik Indonesia! Pertama kalinya adalah di tahun 2014.
Cerpenku disiarkan di radio khusus siaran luar negeri dan dapat didengarkan oleh siapa pun yang mau mendengarkannya, baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. Bahkan lebih panjang dari lirik lagu. Durasinya hampir satu jam.
Undangan itu pun masuk via inbox surel. Akhirnya 26 September 2019, aku datang ke RRI Jakarta. Aku benar-benar berada di radio! Aku duduk persis depan para penyiarnya. Dan duduk di ruang siaran. Di ruangan ini aku juga bisa mendengarkan orang menelepon dan merequest lagu. Aku juga boleh memutarkan lagu untuk mereka. Kalian mau lagu apa? Oh ya sebelumnya silakan kenalkan dulu dirimu siapa dan dari mana? Sebutkan judul lagu yang Anda mau.
Alhamdulillah.😊
*Faktanya adalah sampai sekarang radio tetap exist. Masih didengarkan banyak orang. Mungkin bagi Anda yang hidup di kota dan terhubung internet tidak begitu peduli, tetapi masih ada ribuan orang di pelosok sana yang masih bersabahat dengan radio. Hari-hari mereka ditemani radio. Radio adalah teman sejati bagi mereka. Bukan sekadar teman biasa, tapi adalah teman yang bisa menghibur, memberi informasi dan mengedukasi. Aku sendiri sampai saat ini masih mendengarkan Radio di setiap sabtu pagi, sekosongku saja.
Terima kasih banyak, Radio!
Komentar
Posting Komentar