Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara. Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong...
Urutan penerbit buku fiksi terbaik yang sudah pernah aku baca dan aku koleksi ialah:
Pertama: PT Gramedia Pustaka
Utama
Kedua: Bentang Pustaka
Ketiga: Republika Penerbit. Tentunya harganya pun berbeda-beda, lebih mahal sesuai urutan di atas dan sebanding seberapa bagus, tebal dan terkenal penulis dan judul buku tersebut.
PT Gramedia Pustaka Utama itu ibarat kalau kitab klasik ialah cetakan Beirut Lebanon. Mulai dari harga, kualitas kertas dan lem sampul buku lebih kuat. Salah satu buku fiksi termahal yang aku beli terbitan PT Gramedia Pustaka adalah: Love in the time of Cholera, Cinta di Tengah Wabah Kolera. Novel terjemahan. Buku ini aku beli seharga 285 L.E. PT Gramedia Pustaka Utama dan Bentang Pustaka itu ibarat kakak beradik tapi beda ibu. Bentang Pustaka adalah adiknya. Buku Pak Cik Andrea Hirata yang aku beli, kupinjamkan ke teman berkali-kali bergantian, sampul sudah kusam tapi lem punggung buku tetap kuat meskipun saat membacanya dilipat oleh temanku. Bentang Pustaka itu kalau di Kairo adalah seperti kitab terbitan Darussalam. Kemudian Republika Penerbit, sebelumnya maaf banget ini ya, Republika. Aku telah membeli beberapa buku dari Republika Penerbit. Btw, semua buku fiksi yang aku beli adalah ori, bukan buku bajakan. Seperti novel karya Kang Abik misalnya, Bidadari Bermata Bening, baru sekali dipinjam temanku, pas dia balikan bagian punggung buku sudah pisah dengan isi.
Mungkin kalian bertanya: temanku kali tidak hati-hati? Mungkin sih, tapi bukan satu buku itu saja, masih karya Kang Abik juga, Ayat-Aayat Cinta 2, punya temanku, baru sekali dia lipat lem sampulnya sudah lekang! Ini saran aja loh ya, tolong lebih perkuat lagi lem sampul buku terbitan Republika Penerbit. Kalau di Kairo, Republika Penerbit itu sama seperti kitab terbitan Darul Bashair. Namun bukan berarti dengan satu atau dua buku yang mudah lekang lem sampulnya lalu memvonis semua buku terbitan Republika Penerbit tidak kuat, tidak begitu maksudku. Kamu masih kuat kok, Republika.
***
Kenapa Masisir tidak begitu minat membeli novel ataupun buku berbahasa Indonesia lainnya? Pertama: mahal. Kedua: tidak begitu mendesak. Ketiga: memang tidak suka baca novel. Namun itu dulu banget kali! Sekarang ada puluhan pelanggan Masisir yang mesan buku lewat Gerai Buku Kairo (GBK). Atau mungkin karena dulu belum ada semacam GBK kali ya? Jadi susah mau beli ke mana? Mau nitip ke teman yang berlibur ke Indonesia juga lama, syukur sekarang sudah banyak yang jualan bagasi. Jadi bisa lebih cepat. Mesan buku lewat Gerai Buku Kairo lebih murah dibanding kita mesan sendiri ke Indonesia lalu kirim ke alamat bagasi yang kita beli, membeli bagasi, aku sudah bandingin. Lagipula satu buku tidak sampai sekilo, tetapi kalau hitungan bagasi tetap dihitung satu kilogram. Terus belum lagi ada rasa was-was entah penjual atau kurir Pos atau JNE yang tidak amanah, tentu kita memilih jalur nyaman dan terpecaya. Sementara Gerai Buku Kairo, dia memesan sekali banyak dan memborong bagasi, dan sampainya cepat. Kadang seminggu kadang dua minggu setelah order. Kalaua dibilang mahal, yang sih mahal. Tetapi tidak ada pilihan lain lagi setahuku, kerennya, Gerai Buku Kairo tidak menjual buku yang tidak ori. Semuanya ori! Itulah mahal, sudah sesuai sih dengan ongkir dan untung yang mereka ambil, nggak mahal-mahal banget bagi yang punya kiriman 1,5 juta perbulan.
Kalau ngomingin mahal, kau tahu, Kawan? Harga lima novel saja, aku bisa membeli kitab karya Syekh Umar Hasyim yang berjudul Faidul Bari Fi Syarhi Sahihu al-Bukhari yang 16 jilid seharga 750 Pounds. Btw, aku sudah punya kitab itu setahun lalu. Itulah kenapa ketika abangku bertanya: duitmu kau habiskan untuk apa sih, Daud? Selalu aku jawab: buku. Katanya pula: usah banyak kali beli buku, nanti nggak kau baca pun!😁🤭
Seperti yang pernah aku katakan sebelumnya: bagiku, membaca buku berbahasa indonesia adalah sama halnya aku sedang belajar menulis yang baik, memperkaya kalimat, menambah sudut pandangku di bidang sastra, seni kepenulisannya, dan belajar menulis dengan bahasa indonesia yang baik dan benar menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Kau tahu, Shadiqi? Aku tidak pernah seserius anggapanmu bahwa aku ikut kursus-kursus pelatihan menulis, nggak ada! Nggak sesrius itu aku! Aku selalu belajar dari buku bacaanku. Mungkin kaidah menulisnya aku bisa baca dari buku lain. Itulah kenapa aku tidak begitu lihai soal kaidah tulisan. Harap maklum ya, Shadiqi!👌😊
"Kita memang pelajar Azhary, kitab tentulah sudah jadi kebutuhan kita. Tapi buku berbahasa indonesia jugalah perlu dibaca. Agar cara menyajikan isi kitab ke dalam tulisan lebih berwarna." -Daud Farma
Komentar
Posting Komentar