Aku orang yang selalu penasaran tentang apa di balik tembok, di seberang sana, setelah ini ada apa aja? Ketika aku kecil, belum SD. Dua kakak perempuan sepupuku berjodoh dengan orang Gayo Lues. Dua puluh dua tahun kemudian, anak bang we-ku pula berjodoh dengan penduduk Agusen-Gayo Lues. Pertama kali aku melewati perbatsan Aceh Tenggara-Gayo Lues pada tahun 2009, tapi kata ibu ketika aku usia dua tahunan aku pernah dibawa ke Rikit Ghaib yang ketika itu menjenguk kakak sepupu melahirkan bayi pertamanya sebelum akhirnya ia pindah ke Takengon. Tahun 2009, ketika itu aku masih kelas 2 KMI (SMP) dan 10 teman-temanku diutus sebagai perwakilan pondok (DPDA) untuk mengikuti lomba pencak silat di Lhoksukeun dan kami membawa tiga piala, waktu itu hanya lewat saja, tidak singgah, cuma dapat melihat monunen kotanya Belang Kejeren. Kedua pada tahun 2011 ketika saya kelas 4 KMI (1 SMK) kami diutus sebagai perwakilan dari pondok untuk ajang lomba...
Sayup suara adzan sudah mulai terdengar di seantero kairo dan sekitarnya, menandakan shalat akan segera didirikan. Kendaraan lalu-lalang silih berganti melewati jalan depan bangunan-bangunan kelabu tua yang dipenuhi dengan debu-debu. Debu-debu itu bak pasir yang bersinar di gurun sahara, disinari dengan pantulan mentari yang hendak ditelan bumi. Burung-burung merpati berterbangan di angkasa bagaikan layang-layangan di kala musim semi. Mobil-mobil pun begitu teratur bagaikan anak catur, menelusuri jalanan yang senja sedikit gelap karena mentari hendak menyembunyikan senyum hangatnya. Ada juga yang parkir tersusun rapat seperti barisan perang yang siap menyerang. Lampu-lampu jalanan kini sudah mulai bersinar, ikut unjuk gigi. Karena ia cemburu dengan lampu kendaraan yang begitu terang mengeluarkan sihirnya. Pohon Kurma pun ikut bertasbih, mengagungkan Asma Allah Swt. Pesona rona merah semangka segar sirna sudah, hanya tersisa kulitnya. Termos besar yang awalnya penuh dengan es ...