Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara. Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong...
ألف ليلة و ليلة:
Seribu Satu Malam
Tentu Kamu telah sejak lama mendengar kalimat itu bukan? Tapi sudah pernahkah membaca bukunya? Kalau belum, berarti kita sama deng! Aku sejak SD telah mendengar kalimat itu, "Seribu Satu Malam" kudengar bak angin lewat saja tanpa ingat siapa yang pernah mengatakannya kepadaku. Dan tidak pernah kepikiran kalau kalimat itu ternyata adalah judul buku dari negeri yang jauh dari Asia, terlebih dari daerahku Kuta Cane. Sampai akhirnya masuk pesantren, kalimat tersebut kembali terdengar di telingaku, tapi versi arab dan indonesia. Ketika mengucapkan kalimat bahasa indonesianya aku benar, "Seribu Satu Malam" namun ketika mengucapkan bahasa arabnya suka terbalik. Kadang kubilang, "ليلة" baru kemudian, "ألف" terus, "ليلة". Pernah ada membenarkan , tapi jarak berapa hari kemudian ketika diulang salah lagi salah lagi. Bahkan saking salahnya kata, "ألف" di tengah dan "ليلة" di antaranya. Parahnya lagi, aku tambahi kata "واحدة" setelah "ليلة" yang pertama. Apalagi soal harakat dan i'rabnya, belepotan lah waktu itu.
Lalu tidak pernah kuulangi lagi bahkan tidak pernah kudengar lagi ada orang mengucapkan kalimat itu. Sesekali terbaca olehku lewat di media sosial, tapi lagi-lagi tidak kepikiran itu adalah nama buku, tidak ada niat untuk membaca apalagi memiliki bukunya.
Singkat cerita, lima hari lalu aku selesai membaca buku Buya Hamka yang berjudul, "di Tepi Sungai Dajlah". Kata Buya Hamka di sana bahwa beliau telah sejak kecil mengkhatamkan hikayat-hikayat Seribu Satu Malam. Hum, barulah kepikiran untuk buka Google lalu memuliskan kalimat itu. Oh ternyata, "Seribu Satu Malam" adalah judul buku. Kemudian kumantapkan niat untuk membeli bukunya. Sekali lagi, semangat karena sesudah membaca buku Buya Hamka. Seakan Buya Hamka bilang, "Kau harus baca buku itu!" Boleh jadi, barangkali, Buya Hamka berkeinginan pergi ke Baghdad, lalu menuliskan buku, "di Tepi Sungai Dajlah'' adalah karena tergugah hati beliau setelah baca buku, "ألف ليلة و ليلة".
Siang tadi, 1 Juli 2020, pukul, 14:23 Waktu Kairo. Aku kirim inbox via WA ke lima Maktabah/toko buku: Darul Ushuluddin, Mujallad Al-Araby, Darul Hijaz, Dar Ibnu Hazm, dan Darul Alamiyah. Empat toko buku bilang tidak ada. Mujallad Araby bilang ada. Serta disebutkan harganya 150 L.E. Kuminta difotokan, dia kirim foto bukunya. Kulihat kovernya sudah kusam. Aku tahan dulu. Ada satu maktabah lagi yang ingin aku tanya, bisa dibilang maktabah paling bergensi di kalangan mahasiswa. Darussalam nama maktabahnya. Pelastik kantong maktabah itu pun berat hati kita membuangnya ke tong sampah sakingkan bagusnya, apalagi kualitas buku-bukunya? Berkelas, bagus dan agak mahal euy! Maktabah itu bahkan tidak mau membalas pesan WA pembeli, "kalau mau beli buku silakan datang sini! Usah tanya-tanya, beli pun tidak!" begitulah kira-kira prinpsip penjaganya.
Aku pun ke sana. Sampai di sana kutanyakan keberadaan bukunya pada salah seorang penjaganya. Mereka ada lima orang. Ternyata harganya lebih mahal. Tentu saja mahal. Setidaknya ada tiga alasan: pertama maktabahnya Darussalam. Kedua: Bukunya masih baru dan hard cover. Ketiga: diterbitkan oleh Darul Marefah, Beirut, Libanon.
Mengingat yang di Mujallad Araby telah kusam kovernya, aku memantapkan diri membeli buku Darussalam. Kurogoh Junaihku di tas ransel milikku, kubayarkan: 223 L.E atau sebesar, Rp: 198,057-menurut Apps XE Currency hari ini. Kalau soal mahal, bukankah masih lebih mahal lagi novel yang aku beli itu? Yang judulnya, "Love in the Time of Cholera" Cinta di tengah Wabah Kolera. Dikit lagi hampir 300 L.E harga satu buku. Lah ini? Aku dapat dua jilid. Bahkan sebenarnya terdiri dari empat jilid yang dijadikan dua jilid, makanya buku ini agak tebal. Satu jilidnya saja hampir 400 halaman.
Begitulah, membeli buku berbahasa indonesia di negeri Arab harganya dua kali lipat. Pun sama, membeli buku berbahasa Arav di negeri Asia: Malaysia dan Indonesia, harga buku, "ألف ليلة و ليلة" ini bisa jadi tiga ratus ribu rupiah kalau dikirim lewat Kargo dan membelinya di toko buku, kalau online tergantung siapa yang menanggung ongkirnya. Tapi kalau lewat bagasi pesawat bisa jadi mendekati lima ratus ribu rupiah. Kenapa lebih mahal? Karena: bagasi pesawat lebih mahal dibanding kargo. Kualitas buku, berat buku dan jarak tempuh. Tadi aku letakkan buku ini di timbangan, beratnya: 2,6 kilogram. Btw, tahun lalu aku pernah dimintai tolong membelikan kitab/buku, dan mengirimkannya ke Indonesia-Pulau Jawa dan Kalimantan, makanya tau.
Para pemikir berselisih siapa penulis buku ini? Dalam buku bahasa Iran dikatakan penulisnya dari negeri Syam. Dalam versi bahasa inggris disebutkan bahwa buku ini adalah kumpulan cerita-cerita yang ditulis oleh banyak orang, tidak seorang saja. Kemudian disatukan dalam satu buku. Ada juga yang bilang, dia penulis buku Yunani, dan dia membantah para peneliti yang meneliti siapa penulis sebenarnya buku Seribu Satu Malam. Katanya penulis sebenarnya adalah Abu Hayan At-Tauhidy, dia menulis hikayat-hikayat itu pada masa Abasiah.
Abu Hayyan at-Tauhidi (lahir pada tahun 310 H/922) wafat pada tahun 414H/1023) adalah seorang filosof, sufi dan sastrawan yang termasuk dalam ulama besar abad ke-4 H. Ia tinggal di Bagdad, dan kehidupannya sebagian besar ia habiskan di kota tersebut, sehingga ia dinisbahkan sebagai al-Baghdadi. Padahal di sampul buku yang aku beli ini pun tidak dituliskan siapa nama penulis buku ini? Kubaca di bagian mukadimah pun tak ada disebutkan nama penulisnya.
Buku ini diterjemahkan ke berbagai versi bahasa selain Arab dengan nama penerjemah Sir Richard Francis Burton.
Sebagian isinya adalah nyata sebagiannya khayalan.
Alkisah, hiduplah seorang raja penguasa daratan tinggi Iran bernama Shahriyar (شهريار). Sang raja dikisahkan suka memenggal perempuan-perempuan yang dinikahinya dalam semalam sekadar untuk melampiaskan dendam terhadap istri pertamanya yang tidak setia. Patih kerajaan yang kedapatan tugas mencari perawan untuk memuaskan junjungannya itu pun sampai kewalahan. Suatu ketika, putri sulung patih yang bernama Shahrazad (شهرزاد) merasa iba kepada ayahnya. Shahrazad lantas meminta kepada sang ayah untuk mempersembahkan dirinya sebagai istri semalam raja. Dengan berat hati, permintaan itu pun dikabulkan patih.
Shahrazad perempuan cerdas. Konon ia pernah membaca ribuan buku riwayat para raja dan sejarah panjang umat manusia. Setiap malam, Shahrazad akan mempersembahkan sebuah kisah yang pernah ia baca kepada Shahriyar.
Begitu fajar menyingsing, Shahrazad akan menghentikan ceritanya untuk dilanjutkan saat malam tiba. Begitu terus selama 1000 malam. Akibatnya, Shahriyar pun enggan untuk membunuh Shahrazad lantaran selalu antusias mendengar kelanjutan cerita dari istrinya itu. Sampai pada malam ke 1001, Shahrazad akhirnya kehabisan cerita.
Alih-alih memenggal kepala Shahrazad, sang raja malah mengangkatnya menjadi permaisuri. Terlebih ketika Sharazhad bersujud di kaki Shahriyar sembari berujar bahwa ia telah melahirkan tiga anak laki-laki.
Shahriayar menyuruh Shahrazad untuk mendatangkan ketiga anak laki-laki itu. Setelah sekembalinya Shahrazad pun bersimpuh dan bilang bahwa anak-anak itu akan kehilangan ibu mereka jika Shahrazad dibunuh, maka tidak akan ada lagi perempuan baik yang mendidik anak-anaknya, yang juga anak raja sendiri. Alangkah senangnya hati Shahrazad ketika raja pun (Shahriyar) berujar bahwa ia telah memaafkan Shahrazad bahkan sebelum ia membawa anak-anaknya ke hadapan raja. Raja pun berterima kasih pada patih/wazir karena telah menyerahkan/memberikan putrinya. Karen putrinya itu pula sang raja berhenti membunuh para perempuan, dan raja pun bertaubat. Happy ending!
Siapa bilang perempuan itu lemah? Bahkan perempuan pun bisa menaklukkan laki-laki yang perkasa, raja buaya darat yang mencari perawan, dengan apa? Hanya dengan cerita-cerita Shahrazad!
Di bagian slide ke dua aku tampilkan cerita malam ke seribu satu.
Sinopsis pendek tentang buku ini bisa Anda baca di Wikipedia. Pemaparan panjangnya, baca selengkapnya di artikel "Kisah Seribu Satu Malam yang Mengubah Sastra Timur Tengah", https://tirto.id/d7lv.
Komentar
Posting Komentar