Langsung ke konten utama

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

Jatuh Cinta Yang Istiqamaah


 
Oleh: Daud Farma.

Seperti Sabari kepada Lena, meskipun bertepuk sebelah tangan, Sabari tak putus asa mengejar dan berharap akan cintanya terbalas, pun hingga akhirnya Sabari menikahi Lena sebab dijodohkan ayah Lena lantaran Sabari bekerja di pabrik batu bata ayahnya Lena, dan ia paling rajin bekerja. Ayah Lena senang sekali pada Sabari. Meskipun setelah menikah dengan Sabari Lena tetap tidak mencintai Sabari, Lena pun menikah lagi dengan laki-laki lain setelah melahirkan anak dari Sabari bernama Zoro.
 
Lena pergi membawa anaknya Zoro dan berganti-ganti suami. Namun romansanya adalah di akhir hayat Lena berpesan pada anaknya Zoro agar menguburkannya di samping makam suami pertamanya Sabari dan tak luput menuliskan kata: Purnama Kedua Belas, kalimat tersebut adalah cara Sabara menggambarkan kecantikan Lena dulu yang pernah ia tulis di tisu untuk Lena. Hal itu karena ketulusan dan keistqamahan cinta Sabari kepadanya, dan ia membalas cinta itu sesudah Sabari tiada.  


Seperti cinta Mamu kepada Zein, bertemu di musim semi, keduanya saling menyamar. Mamu menyamar jadi perempuan dan Zein jadi laki-laki pada pesta adat musim semi. Mamu jatuh pingsan melihat kecantikan laki-laki yang sebenarnya perempuan yang sedang menyamar. Sebagai tanda pengenalan lebih lanjut, Zein menukarkan cincinnya pada Mamu yang terkulai bak kijang ditawan singa. Mereka jatuh cinta setelah Mamu tahu cincin itu milik Zein, setelah Zein pun tahu bahwa lelaki itu adalah lelaki tampan dan baik budi.

 Namun berbeda kasta membuat keduanya tak bersemi hingga akhir hayat. Mamu hanya sebagai juru tulis di istana, Zein adalah adik kandung seorang raja di istana itu. Keduanya dilarang bertemu. Mamu dipenjara gara-gara kalah taruhan main catur dengan raja. Sebenarnya Mamu hampir menang, tetapi tiba-tiba matanya melirik pujaan hatinya si Zein, Mamu pun ambyar. Zein dan Mamu dikungkung rindu, rindu yang dahsyat membuat keduanya meninggal. Di akhir hayat abangnya Zein si raja itu memenuhi keinginan/permintaan terakhir Zein: agar mempertemukannya dengan Mamu sekali lagi saja sebelum nafasnya berhenti. Keduanya dipertemukan. Mamu, badannya telah lunglai, kurus kering, sebab tak mau makan karena rasa rindunya mengalahkan rasa laparnya.

Bertemulah keduanya di penjara bawah tanah diiringi orang-orang penting di istana. Lalu Mamu dan Zein meninggal di sana setelah melepas rindu, matanya bertemu, mereka berpelukan. 


Seperti cintanya Zainudin kepada Hayati. Walaupun Zainudin ditikung, meskipun ia marah besar pada keluarganya Hayati bahkan benci pada Hayati, sebenarnya perginya ia meninggalkan tanah Padang adalah membawa cinta Hayati abadi dalam dadanya. Ucapannya: pantang laki-laki makan sisa, pantang pisang berbuah dua kali, ternyata hanya sebagai ungkapan amarah sementara saja, padahal sebenarnya cintanya masih istiqamah pada Hayati. Di dalam kamar kerjanya ia memajang lukisan Hayati. Hatinya tak tega melepas Hayati berlayar ke Padang Panjang dengan Kapal Vander Wijck. Pun ketika ia mendengar kapal itu tenggelam, ia bak kuda berlari mengejar ke lokasi. Di akhir cerita Zainudin pun meninggal lantaran rindunya, cintanya dibawa Hayati ke alam kubur, Zainudin tidak menikah, ia jomblo dan di hatinya adalah Hayati semata. 


Seperti cintanya Qais kepada Layla. Kisah paling bucin yang pernah aku baca. Bahkan saking inginku pmembaca kisahnya, tiga tahun lamanya aku menunggu buku terjemahannya sampai di Darrasah Kairo. Yang akhirnya aku memilih untuk meminjam bukunya di Perpustakaan Mahasiswa Indonesia Kairo (PMIK).

Aduhai, dia jadi Majnun alias gila karena cintanya LDR. Ayah Layla melarangnya bertemu dengan Layla karena tidak mau pelajaran Layla terganggu, pikiran Layla tidak lagi pada pelajaran melainkan kepada Qais. Mereka satu sekolah dan akhirnya ayah Layla mengajak semua kerabatnya pindah hanya gara-gara agar Qais tak dapat lagi menemui Layla, bahkan Layla pun dikurung ayahnya dalam kamarnya. Mereka pindah cukup jauh dari rumah Qais. Alasan lainnya adalah gengsi integritas, kewibawaan kerajaan. Ayah Qais lebih terpandang, baik dari segi apa pun.  


Sebenarnya dari awal sudah kesalahan ayah Layla, dia terlalu gengsi untuk mengalah. Harusnya ia tidak membawa anaknya pindah sekolah. Harusnya ia menerima lamaran ayah Qais akan Layla untuk Qais. Memang sih ayahnya Qais melamar Layla setelah Qais jadi gila, itulah alasan kokoh ayah Layla: dia tak sudi anaknya menikah dengan Majnun!

 Seandainya ayahnya Layla mengizinkan, tentu Qais sembuh seketika dari gilanya. Ayah Qais juga kalah gerak cepat, harusnya-ketika dia tahu anaknya mencintai Layla, dia segera menikahkan keduanya sebelum ayahnya Layla benar-benar  membawa kabilahnya pindah, malah sebaliknya ia pun ikutan melarang anaknya bertemu dengan Layla. Tapi paling fatal bersalah ayahnya Layla! Sekali lagi, dia terlalu sayang pada anaknya Layla, sama sekali tidak memperdulikan betapa dahsyatnya cinta dan rindu Qias pada Layla.


Hati Qais hancur lebur begitu ayahnya melarangnya bertemu Layla, kekasih hatinya. Dia seakan melihat di depan matanya tembok rumah Layla yang begitu kokoh dan menjulang. Pikirannya menjadi kacau balau. Dadanya terus bergemuruh dan berdetak-detak, menahan kecewa, sakit dan rindu. Bibirnya terus saja menyebut nama Layla.

خيالك فی عينی وذكرك فی فمی
Wajahmu di mataku
Namamu di bibirku.


Si Majnun (Qais) memeluk kuburan Layla yang meninggal duluan karena Layla pun sangat disiksa rasa cinta dan rindu pada Qais. Walaupun dia pernah menikah dengan lelaki lain karena terpaksa, kesuciannya tak dapat ia izinkan direnggut suaminya sendiri, karena hati dan jiwanya ada pada Qais. Keduanya saling mencintai, istiqamah sampai mati. 

 Duhai, cinta mana lagi yang lebih sakit? Kalau bukan saling mencintai tetapi tidak boleh menikah. Namun, kalimat 'bukan jodoh' pun dapat menjadi penawar.

 Anehnya kalimat itu tidak mempan bagi Qais. Dia terlalu memperturutkan rasa sayang dan cintanya pada Layla, akhirnya ia pun dipanggil "Majnun", orang gila! Sama seperti judul di sampul bukunya: Layla Majnun, ia adalah Qais yang tergila-gila karena Layla.  Kenapa Qais tidak seperti Layla? Kan Layla juga sangat mencitainya? Tetapi Layla kuat, dia tidak sampai jadi majnunah. Bedanya Qais mengungkapkan rasa cintanya itu lewat Syair, sedangkan Layla hanya mengurung diri di kamarnya, tak ada temannya curhat, hingga maut lebih segera menjemputnya daripada Qais.
 


Kisah-kisah fiksi di atas tentu juga ada di kehidupan kita. Apalagi Qais dan Layla yang memang sebenarnya adalah kisah nyata yang dituliskan ke dalam Syair lalu dibuatkan versi novel oleh Syekh Nizami. 


Aduhai, mereka-mereka itu adalah jatuh cinta yang benar-benar istiqamah: kalau sudah jatuh cinta sekali, mencintai kekasihnya sampai mati. Bertolak belakamg dengan lelaki fakboi zaman ini. Lelaki sekarang, selagi belum menikah, hati mudah berpindah, mata juga kadang salah, perasaan berubah-ubah. Bahkan, yang sudah menikah pun ada yang ingin menikah lagi. Kenapa demikian? Hum, mungkin saja karena belum menemukan kesempurnaan. Padahal sebenarnya tidak ada yang tercipta sempurna. 


Mari kita melihat pada Qais-yang sebenarnya Layla pun tidaklah sempurna. Kalau dibandingkan paras cantik Layla dengan gadis selebgram zaman sekarang, maka cantiknya Layla tidaklah seberapa. Karena aku baca yang dideskripsikan Syekh Nizami dalam novel itu, kata beliau: Layla pipinya memerah kalau bertemu Qais, pipi memerah itu justru membuat Layla makin anggun. Lah, perempuan zaman sekarang? Bertemu atau tidak bertemu dengan Qais-nya, pipi mereka sudah merah. Kurasa versi cantik Qais masih kalah dengan versi cantik lelaki zaman ini.


Namun, bukan itu. Kesempurnaan pada Qais adalah ada pada hati, pikiran dan jiwanya sendiri. Qais segera menemukan kesempurnaan pada Layla yang sebenarnya ada pada dirinya sendiri, bukan pada Layla, tapi karena Layla. Kau tahu, Kawan? Ketika ia telah menemukan kesempurnaan Layla, dia tidak lagi mempan ditawari untuk jatuh cinta dengan gadis lain, meskipun menurut kebanyakan orang sebanding cantiknya dengan Layla. 

Di mana kesempurnaan Layla? Yaitu ketika mata Qais pertama kali menatap wajah Layla, masuk ke dalam relung hatinya, ke pikiran jernihnya, ke dalam jiwanya. Kesempurnaan Layla ialah ada pada dirinya (Qais) sendiri. Kesempurnaan ada di dalam hati, jiwa, dan pikiran  jernih Qais.

Ekhem, adakah lelaki yang ketika jatuh cinta langsung menemukan kesempurnaan?: hatinya berdesir, masuk ke dalam jiwanya, damai dalam hati dan pikirannya.

 Jadi, temukanlah kesempurnaan dirinya dalam dirimu pada orang yang kamu cintai, agar hatimu tak mudah berpindah-pindah. Yakin ajalah ya, memang dia tak seperti Qais tapi dia lelaki yang shalih, insyaAllah, dia adalah pilihan Anda duhai kaum hawa. Dan sekali lagi, ingat: tak ada yang sempurna. Kaulah yang menyempurnakan hatimu, pikiranmu, perasaanmu, dan jiwamu sendiri. Iya nggak sih?😂😅😁

Pertanyaanku: sudahkah Anda jatuh cinta yang istiqamah? Kalau belum, barangkali ketika Anda menikah nantinya. Semoga saja lah ya😁🤗

Darrasah-Kairo, Selasa, 21 Agustus 2020.




Komentar

Yang populer dari blog ini

Bulan Madu di Surga

"Bulan Madu di Surga"  -Perfect Wedding- Oleh: Muhammad Daud Farma. Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".  Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!". Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia me

Inginku Mondok!

Inginku Mondok Daud Farma Aku orang  Kuta Cane, kabupaten Aceh Tenggara. Daerahku tidaklah sekecil jika aku berdiri di atas gunung yang tinggi lalu memandang ke bawah dan tampaklah hamparan rumah-rumah seakan bisa aku jengkali dengan jariku, tidak, tidak begitu! Bila saja aku mau mengelilinginya, seharian naik motor memang cukup tetapi tidak semua desanya bisa aku datangi satu-persatu. Jadi cukuplah kuakui bahwa daerahku memang luas sebenarnya walaupun dikelilingi gunung.  Aku tinggal di desa Alur langsat, kecamatan Tanoh Alas kabupaten Aceh Tenggara Kuta Cane-Aceh-Indonesia. Untuk sampai ke desaku, kamu mesti melewati jembatan tinggi yang melentang di atas sungai Alas, yang menghubungkan timur dan barat Gugung dan Ncuah menurut suku daerah yang kami pakai.  Sungai Alas adalah hadiah terindah yang Allah berikan pada daerah kami, daerah yang semboyannya: hidup di kandung adat, mati di kandung hukum, yang tak lebih tak kurang artinya bahwa Kuta Cane Aceh Tenggara adalah daerah yang kenta

Pulang Kampung (catatan panjang Anugerah Sastra VOI 2019)

Oleh: Daud Farma Bakda zuhur aku siap-siap. Aku mandi dan mengenakan pakaian. Atasan rambut sudah pangkas rapi, kemeja ungu lavendel masuk dalam celana, dan jas hitam. Bawahannya celana panjang hitam dan sepatu hitam. Setelah semuanya siap, aku periksa lagi barang-barang bawaanku dalam koper. Semuanya telah lengkap. Kemudian periksa dokumen penting. Tiket dan paspor yang juga telah masuk ke dalam tas. Temanku Dafi memesan Uber. Tidak berapa lama Uber datang. Karena tidak muat satu Uber kami pun pesan dua Uber. Dafi, aku dan dua orang dari adik-adik kami satu mobil. Adapun Ahmad berempat di Uber satunya lagi. Kurang lebih empat puluh menit kami tiba di Bandara Kedatangan Dua Internasional Kairo khusus penerbangan luar negeri. Aku bayarkan ongkos Uber 110 Pounds Mesir lalu kami turunkan koper. Kami pun foto-foto. Semuanya pada update status, juga disebar di group kami. Kebiasaan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kalau ada yang balik kampung sudah pasti banya

NASAB NABI

نسب النبي صلى الله عليه وسلم و أسرته. لنسب النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثة أجزاء: جزء اتفق على صحته أهل السير والأنساب، وهو إلى عدنان، وجزء اختلفوا فيه ما بين متوقف فيه، وقائل به، وهو مافوق عدنان إلى إبراهيم عليه السلام، وجزء لانشك أن فيه أمورا غير صحيحة، وهو مافوق إبراهيم إلى آدم عليهما السلام، وقد أسلفنا الإشارة إلى بعض هذا، هناك تفصيل تلك الأجزاء الثلاثة: الجزء الأول: محمدُ بنُ عبد الله بنِ عبد المطَّلب - واسمه شيبةُ - بن هاشم - واسمه عمرو - بن عبد مناف - واسمه المغيرة - بن قصيّ - واسمه زيد - بن كلاب بن مرَّةَ بن كعب بن لؤيّ بن غالب بن فِهْرٍ - وهو الملقب بقريش، وإليه تنتسب القبيلة -بن مالك بن النضر - واسمه قيس - بن كنانة بن خزيمة بن مدركة - واسمه عامر - بن إلياس بن مضر بن نزار بن مَعَدِّ بن عدنا. الجزء الثاني: ما فوق عدنان، و عدنانُ هو ابن أدّ بنِ هميسع بن سلامان بن عوص بن بوز بن قموال بن أبيّ بن عوام بن ناشد بن حزا بن بلداس بن يدلاف بن طابخ بن جاحم بن ناحش بن ماخي بن عيض بن عبقر بن عبيد بن الدعا بن حمدان بن سنبر بن يثربي بن يحزن بن يلحن بن أرعوى بن عيض بن ديشان بن عيصر بن أفناد بن

Syekhuna Sya'rawi

Syekh Muhammad Metwalli al-Sha'rawi Sejak pertama kali saya menuntut ilmu di negeri para ambiya', negeri para ulama, negeri Al-Azhar Al-Syarif, saya begitu sering mendengar nama Syekh Sya'rawi disebutkan orang-orang sekitar saya.  Baik teman-teman sesama pelajar ataupun orang Mesir di wilayah saya tinggal dan yang saya temui-berpas-pasan di jalan, di kendaraan umum, jumpa di masjid, warung-warung kecil, mall, di ibu kota, di pelosok desa, di tv, di radio, di dinding-dinding segala bangunan, di banyak tempat dan kesempatan.  Nama Syekh Sya'rawi terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa akrab di hati dan jiwa. Siapakah beliau sehingga begitu cintanya masyarakat Mesir kepada Syekh Sya'rawi? Nama lengkap Syekhuna: Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi.  Lahir pada tanggal 15 April 1911, di desa Dakadus (دقادوس) , Mit Ghamr (ميت غم  ) , Ad-Daqahliyah ) (الدقهلية)  , Mesir provinsi Tanta (طنطا).  Beliau merupakan ulama mujadid pada abad ke 20. Pen

Putra Aceh Tenggara Pertama Ke Mesir

Dr. H. Bukhari Husni, MA Daud Farma P ada tahun 1978 Masehi buya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tuanya. Buya adalah asli putra daerah Kuta Cane  Aceh Tenggara dan yang pertama kali belajar ke Mesir. Di masa beliau seluruh mahasiswa Aceh di Mesir hanya ada enam belas orang ketika itu. Dua di antaranya adalah; Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim, MA. Guru Besar UIN Ar-Ranniry dan Anggota MPU Aceh (Untuknya, al-Fatihah). Prof. Dr. H. Azman Ismail, MA. Ketua Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Ketua Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman-Banda Aceh. Buya tinggal di Gamalia, tidak jauh dari masjid Sidna Husain. Buya sempat bertalaqqi kepada Syekh Sya'rawi yang ketika itu mengajar di masjid Sidna Husain.  Sewaktu menemani beliau berkeliling sekitar Kairo, buya banyak bercerita bagaimana keadaan Kairo 43 tahun silam. Misalnya ketika kami tiba di Darrasah, beliau hampir saja tidak mengenali titik-titik yang kami lewati. Telah berubah delapan puluh persen dari segi bangunannya

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan.

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan (Resensi Novel Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami Ganjavi) Diresensi oleh: Daud Farma.   Judul: Laila Majnun Penulis: Nizami Penerjemah: Dede Aditya Kaswar Penerbit: OASE Mata Air Makna Tebal: 256 halaman Cetakan ke: XII, Juli 2010 “Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan  ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku, akalku, juga tubuhku. “Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian, cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku. Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligu