Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara. Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong...
Aku telah sejak lama sekali mengikuti VOI. Sudah banyak juga tulisanku dibacakan di VOI RRI. Bukan tujuan untuk menang, bukan itu sesungguhnya! Aku pun baru tahu tiga tahun belakangan ini bahwa VOI punya acara penganugerahan sastra, jujur baru tahu. Padahal acaranya sudah dimulai sejak 2011, kurang lebih 400 cerpen sudah VOI bacakan di setiap hari Sabtunya, dan hampir dua puluh orang telah diundang ke RRI. Adalah suatu kebetulan aku menemukan informasi di group WA, kemudian aku tertarik untuk mengirim tulisanku. Kenapa? Karena aku tahu itu adalah sebuah media, wadah bagi penulis, dan aku mengambil kesempatan itu. Bagaimana tidak tertarik? Dulu saat masih SD dan waktu libur sebagai santri Darul Amin, aku senang sekali mendengarkan radio, karena memang aku tidak punya hiburan lain, handphone tidak punya. "Anak pesantren tidak boleh pegang hp," kata ayah.
"walaupun saat liburan. Nanti kau kecanduan." mamak menambahkan.
Berkali-kali aku coba telepon ke radio kabupaten Aceh Tenggara untuk me-request lagu yang ingin sekali aku dengarkan, tetapi tidak berhasil, sebab banyak banget yang menelepon. Dan beberapa tahun kemudian, saat aku tiba di Mesir, aku punya kesempatan untuk terkoneksi ke radio, radio pusat pula, kenapa tidak? Jujur, senang sekali dulunya aku saat pertama kali tulisanku yang berjudul "Ambuba" dibacakan di RRI, itu adalah pengalamanku dengan senior, bang Mulyadi. Kami menarik tabung gas dengan kopernya bang Munawir, karena tingkah ganjil kami itulah menuai tawa dari orang sekitar yang melihat kami di sepanjang jalan menuju markas tabung gas. Bagi yang penasaran, bisa dibaca di fp-ku: Cinta Kamu Seorang Penulis😁👌🏽
Sekali lagi, aku menulis bukan untuk menang VOI. Aku menulis karena memang aku suka menulis, karena gembira dengan menulis, karena semangat menulis. Kenapa bisa suka? Karena aku terbiasa. Bagaimana awalnya terbiasa? Adalah karena aku sejak kecil 'dikurung' ayahku di kamar. Tidak boleh banyak main, aku tidak boleh tidur di rumah teman, aku lebih introvert. Aku kesepian, aku tidak punya hiburan, sehingga aku menulis. Ya dengan menulis aku merasa terhibur. Kebiasaan sejak kecil itu terbawa sampai aku masuk pondok pesantren Darul Amin. Di kampung aku tidak punya buku bacaan, di pesantren pun sama, buku bacaannya kurang.
Kalau buku pelajaran, mau tidak mau harus dibaca, sebab berlomba untuk mendapatkan nilai terbaik. Namun secara tidak sengaja, aku pun membaca bukunya Kang Abik. Hum dari situlah berawalnya mimpi kuliah di Al-Azhar. Sampai di Al-Azhar, aku mulai mengimbangi antara membaca dan menulis. Aku pergi ke Perpustakaan Mahasiswa Indonesia di Kairo (PMIK), dan aku meminjam 2 buku. Pernah aku minta tolong pada penjaganya agar mengizinkanku membawa tiga buku, sulit aku merayunya, namun akhirnya ia izinkan juga.
Mungkin aku adalah orang satu-satunya yang mereka izinkan minjam 3 buku, herannya yang aku pinjam tiga-tiganya novel, novelnya bang Andrea Hirata. Waktu yang diberikan cuma seminggu, jika lebih maka didenda. Sebenarnya dendanya tidaklah banyak, tetapi kan bukan soal banyak atau tidaknya? Melainkan melatih kedisiplinan seseorang. Dan aku ikut disiplin, tidak mau didenda walaupun sehari hanya dua pound Mesir atau setara dua ribu rupiah kala itu. Sampai di rumah aku baca tiga bukunya.
Dan ketika harinya tiba untuk dikembalikan, sisa dua bab lagi, aku lanjut baca di dalam bus hingga tiba di PMIK, sampai di sana aku lanjut baca 15 menit, begitu selesai aku pun melapor ke penjaganya bahwa aku selesai minjam dan meminjam buku berikutnya. Mungkin kelihatan bohongnya aku kalau semua novel di rak buku PMIK itu sudah kubaca, baiklah aku pakai kata 'hampir' saja lebih amannya.🤣 Sebab mana tau ada novel yang tak nampak, atau sedang dipinjam orang lain, kemudian saat aku pergi mereka datang memulangkannya, tentunya tidak aku dapatkan bukunya. Begitulah pengalamanku dulunya. Aku punya fasilitas yang memadai, ada perpustakaan mahasiswa, dan aku memanfaatkannya. Lumanyan jauh dari tempat tinggalku, setengah jam perjalanan. Pertama naik bus way, kemudian angkot mini, lalu jalan kaki. Mestinya mahasiswa memang bershabat dengan perpustakaan. Kuy mari lebih banyak lagi membaca buku.
Sebetulnya aku pun malu menuliskan pengalaman membacaku ini, kau tahu pada siapa aku malu? Yaitu pada adik-adik TBM di Bogor minggu lalu, mereka 8 sampai 10 buku dalam seminggu, yah, aku kalah😥 Dan aku mencontoh semangat mereka, semoga kedepannya aku lebih semangat dan lebih banyak lagi membaca buku. Buku apapun itu, selagi layak untuk dibaca, kenapa tidak?
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5
#DaudFarma
Komentar
Posting Komentar