Langsung ke konten utama

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

Di Bawah Lindungan Ka'bah




Ya Allah, mengalir air panas dari mataku membaca buku ini.😭⁣
-------------⁣
Di tahun 1927 tokoh aku sebagai sudut pandang orang pertama dalam buku ini melakukan ibadah haji dari pelabuhan Belawan ke Jeddah. Lima belas hari lamanya berlayar tibalah ia di pantai Laut Merah.⁣
Sampai di Mekah dia menumpang di rumah salah seorang Syekh. Kamar itu berukuran kecil dan muat dua orang. Dan ia satu kamar dengan seorang anak muda yang kira-kira usianya 23 tahun. Badannya kurus lampai, rambutnya hitam berminyak, sifatnya pendiam, suka berenung sendirian. Dia terkenal saleh dan pintar. Namanya Hamid. Tokoh si aku kerap sekali mengajak Hamid mengobrol soal dunia dan ihwalnya, tapi segera Hamid mengalihkan pembicaraan yang lebih bermanfaat, soal agama.⁣
Baru dua bulan tokoh aku dan Hamid berkenalan, keduanya merasa sudah akrab.  Tetapi kiranya ada satu peristiwa yang tengah dialami Hamid, ada kegundahan yang tak dapat ia bagi ke siapa pun, termasuk temannya si tokoh aku yang satu rombongan dengan jemaah dari Jawa itu. ⁣
Suatu ketika tokoh aku sedang mengerjakan thawaf keliling Ka'bah, ia pun secara tak sengaja melihat Hamid  tengah bergantung kepada Kiswah, menengadahkan tangannya ke langit. Hamid bersimbah air mata, air mata derasnya mebasahi serban yang membalut badannya. Tokoh aku mendengar Hamid berdo'a, "Ya Allah, kuatkan lah hati hamba-Mu ini" Hal.08.⁣
Ketika pada suatu malam Hamid duduk seorang diri di sutuh tempat mereka tiinggal, tokoh aku mengajaknya bercerita, namun Hamid tidak mau bercerita. Hingga-hingga tokoh aku merayu dan memohon dan menyakinkan tidak akan membagi cerita rahasia Hamid kepada orang lain.⁣
"Ini satu rahasia Tuan!" katanya pada tokoh aku.⁣
"Akan saya pikul rahasia itu jika engkau percaya padaku. Setelah itu saya kunci pintunya erat-erat. Kunci itu akan saya lemparkan jauh-jauh sehingga seorang pun tak dapat mengambilnya ke dalam hatiku lagi." Hal.10, balas si tokoh aku, orang yang satu rombongan dengan jamaah haji dari tanah Jawa itu.⁣
Mendegar itu Hamid cukup yakin. Dia pun mau bercerita sejelas-jelasnya. Namun Hamid mengizinkan temannya itu membagi ceritanya kepada orang lain jika ia pergi duluan mengahdap Allah.  Dengan harapan mudah-mudahan ada orang yang meratap memikikirkan kemalangan nasibnya. Semoga air mata mereka akan jadi hujan yang dingin memberi rahmat kepadanya di tanah perkuburannya.⁣
Begini cerita Hamid ke alur mundur, sebelum dia dan kenapa dia sampai di tanah Suci.⁣
Ketika Hamid baru usia 4 tahun ayahnya meninggal. Hanya foto ayahnya yang dapat ia kenali yang masih menempel di dinding rumahnya. Dia dan ibunya ditinggal sang ayah dalam keadaan melarat!⁣
Rumah mereka tempati adalah rumah kecil dan tua. Rumah itu lebih pantas deisebut gubuk. Di waktu malam kerap ibunya berbagi tentang kebaikan ayahnya semasa ayahnya belum meninggal. Ayahnya berharap setelah Hamid besar akan akan menyekolahkannya agar jadi orang terpelajar.⁣
Ketika dia sudak agak besar, dia melihat banyak anak-anak sebayanya menjajankan kue-kue. Akhirnya dia pun minta pada ibunya untuk membikin kue agar dia jualan keliling untuk melangsungkan hidup.⁣
Walupun berat hati ibunya mengabulkan permintaannya itu, akhinya ibunya mengabulkan, Hamid pun jualan kue.⁣
Teman sebayanya sekolah, dia tidak. Umurnya udah enam tahun. Setahun lagi mestilah masuk sekolah walaupun sekolah paling murah sekali pun. Akan tetapi hal itu masih amat sulit dikabulkan ibunya, jangankan sekolah, makan pun masih susah. Tetapi ibunya tidak putus asa, ibunya janji akan berusaha supaya Hamid bisa sekolah membayarkan cita-cita almarhum suaminya.⁣
Akhirnya enam bulan kemudian penolong itu datang. Di dekat rumah Hamid, ada sebuah rumah peninggalan Belanda yang telah balik ke Eropa. Rumah itu pun sudah lama,  sudah tua namun masih dijaga seorang jongos, Pak Paiman panggilannya.  Di perkarangan rumah itu tumbuh pohon sawo dan rambutan. Konon rumah itu mau dijual sebab pemiliknya takkan balik lagi. ⁣
Hamid dan ibunya tak jarang minta pada Pak Paiman sawo dan rambutan itu.⁣
Tak lama kemudian, tiba-tiba rumah itu diperbaiki karena telah dibeli oleh seorang saudagar tua yang hendak berhenti dari berniaga. Setelah rumah itu selesai diperbaiki pindahlah orang hartawan itu ke rumah itu dengan istri dan anaknya yang sebaya Hamid.⁣
Tiap pagi Hamid lewat dari depan rumah tua yang disihir tukang jadi indah dan ditempati orang baru itu. Di atas batu marmer yang licin dan mungil tertulis leter: Haji Ja'far, nama saudagar itu.⁣
Hamid teriak, "Beli goreng pisang! Masih panas!"tiap kali lewat depan rumah itu.⁣
Lama-lama isteri Haji Ja'far tertarik membeli. Lalu kerap anaknya pun dia suruh mengambil gorengan. Zainab nama putrinya.⁣
Istri Haji Ja'far menanyakan Hamid tinggal dimana dan berapa penghasilannya? Hamid pun menjawab dengan menurut keadaannya selama ini. Dia tinggal dekat dari rumah itu, anak yatim, hidup melarat dengan soerong ibu. ⁣
Tampaknya istri Haji Ja'Far iba. Mak Asiah, panggilan istri Haji Ja'far itu. Dia menyuruh Hamid datang kepadanya esok hari. ⁣
Ibu Hamid marah pada Hamid mengira Hamid telah menceritanya hidup susah mereka begitu saja ke sembarang orang, ornag lain, namun setelah dengar penjelasan Hamid, ibunya senang dan memeluk Hamid. Keeseokan harinya datanglah Hamid dan ibunya ke rumah Haji Ja'far. ⁣
Dua ibu itu kenalaan, bercerita panjang, hari itu juga mereka jadi sahabat dan Hamid mendapat adik baru, Zainab, yang tak jauh beda usia darinya. Lalu kian hari semakin akrab baik ibu anatara ibu dan anak antara anak.⁣
Hari gembira itu pun tiba. Hamid mengabari ibunya bahwa Haji Ja'far akan menyerahkan Zainab ke sekolah dan Hamid pun akan dibawa oleh Haji Ja'far. Riang gembira lah anak berinduk itu. Besok paginya Hamid tidak lagi menjunjung kue untuk jualan, dai telah pergi ke sekolah.⁣
Agaknya dua faedah yang akn diambil Haji Ja'far, menolong Hamid dan ibunya, agar Hamid bisa jadi teman anaknya. Hamid pun menyadari, terlebih setelah dinasihat ibunya. Dia menganggap Zainab adalah seperti adiknya kandung. Dua insan abang beradik  itu pun berteman seperti memang saudara kandung. Bermain di palataran rumah, ke tepian pantai membuat unggukan dari pasir.⁣
Waktu kian cepat berlalu. Tamat sekolah pertengah Hamid hendak melanjutkan mempelajari agama. Sedangkan Zainab, menurut dalam adat orang  hartawan dan bangsawan orang Padang, kemajuan anak perempuan itu hanya terbastas hingga Meer Uitgerbreid Lager ( MULO).⁣
Belum berani mereka mereka keluar dari kebiasaan umum, melepaskan anak perempuannya belajar jauh-jauh. Setelah tamat dari MULO, menurut adat, Zainab masuk dalam pingitan. Dia tidak boleh keluar rumah kalau tidak ada kepentingan yang sangat penting. Itu pun harus ditemani ibu atau kepercayaaannya sampai datang masanya ia bersuami nantinya.⁣
Hamid berangkat ke Padang Panjang. Haji Ja'far masih sanggup membiayainya melanjutkan sekolah, terlebih dia pun sudah seperti anak sendiri, sudah bagian dari keluarganya.⁣
Sementara Zainab, tamat sekolah bagi anak perempuan berarti suatu sangkar yang telah tersedia buat seekor burung yang bebas terbang.⁣
Selama di Padang Panjang ia kesepain, merindukan ibunya, keluarga Haji Ja'far terlebih Zainab, kawan dan juga ia anggap adiknya.⁣
Begitu lulus, ia pun kembali ke Padang. Ibunya senang sekali atas keberhasilannya. Keluarga Haji Ja'far pun bahagia melihat budinya. Dan Hamid kerap sekali merasa terpaku, bodoh, dan pengecut di depan Zainab. Tidak seperti dulu lagi beraninya ketika masih sekolah bersama.⁣
"Cinta adalah jiwa. Antara Cinta yang sejati dengan Jiwa tak dapat dipisahkan, cinta pun merdeka sebagaimana jiwa. Ia tidak dapat memperbedakan di antara derajat dan bangsa, di antara kaya dan miskin, mulia dan papa." Hal. 30.⁣
Setelah beberapa lama kemudian, musibah besar pun datang tak disangka-sangka. Haji Ja'far meninggal. Dia orang yang dermawan, kepergiannya sangat mempengaruhi keadaan penduduk negeri. Dia orang yang sangat dicintai penduduk karena ketinggian budinya. ⁣
Dulu Hamid masih bebas keluar masuk ke rumah Haji Ja'far. Namun setelah kepergiannya pintu itu seakan ditutup rapat. Pertemuan Hamid dan Zainab tak lagi seperti dahulu kalanya.⁣
Belum berapa lama musibah itu, lalu datang musibah baru menimpa Hamid. Ibunya sakit parah. Mak Asiah dan anaknya Zainab menjenguk ibunya Hamid karena sahabat dekat, sudah seperti keluarga.⁣
Zainab hanya diam melihat Hamid yang tengah dirulung kesedihan mendalam di samping sang ibu yang tengah sakit. Tak berapa lama Zainab dan ibunya pergi dan meninggalkan bubur dingin sebab ibu Hamid tak dapat makan seperti biasa, cuma bubur.⁣
Beberapa Waktu kemudian, ibunya agak siauman, tenaga ibunya kembali. Ibunya pun ingin bicara hal penting padanya namun dilarang Hamid sebab baru sadar dan masih dalam keadaan sakit.  Tetapi ibunya tetap ingin menyampaikan hal penting itu. Katanya ibunya, ⁣
"Sebabagai seorang yang telah lama hidup, ibu mengetahui suatu rahasia pada dirimu. Engkau mencintai Zainab." Hal. 35.⁣
 ⁣
Hamid mencoba menyakal, tetapi penjabaran panjang ibunya tak dapat ia mengelak. Firasat ibu pada anaknya tak melesat. Hamid pun mengaku bahwa ia mencintai Zainab. Lalu ibunya menganjurkan agar Hamid membuang perasaan cinta itu sebelum terlambat, sebelum akhirnya Hamid menyesal kemudian. Mengingat keluarga-kelurga dari ayahnya Zainab takkan setuju Hamid menikahi Zainab. Zainab bukanlah sederajat dengan Hamid, sama mustahilnya sperti arwah ayahnya yang ingin balik hidup ke dunia ini karena senang atas keberhasilan sekolah Hamid. Mengingat ayah Zainab telah membiayai sekolahnya. Singkatnya, ibunya menyuruh Hamid melupkan Zainab sebelum cintanya tumbuh besar, sebelum terlambat dan menyesal kemudian. ⁣
Setelah menyampaikan pesan itu, ibunya meninggal. Tinggal Hamid sebatang kara di dunia.⁣
Lama ia tak pernah datang lagi ke rumah Zainab. Ia menutup diri dari orang banyak. Suatu sore ia bermain ke pantai, jumpalah ia dengan ibunya Zainab dan beberapa ibu-ibu lainnya sehabus dari seberang. Ibunya Zainab pun merasa kasihan melihat Hamid. Sudah lama sekali Hamid tidak datang ke rumah Mak Asiah.⁣
Mak Asiah menyuruhnya datang esok hari.⁣
Keeskonnya Hamid pun datang. Zainab yang membukakan pintu, keduanya malu-malu. Pipi Zainab memerah. Baru dua patah kata bicara, ibunya Zainab datang dan mengajak Hamid masuk.⁣
 Ternyata maksud ibunya Zainab menyuruh Hamid datang ialah untuk membujuk Zainab agar ia luluh dan mau menikah dengan orang yang saudagar juga, anak tunggal juga. Orang hartawan juga. ⁣
Mak Asiah tidak tahu betapa Hamid mencintai Zainab diam-diam, kalau pun dia tahu tidak akan dia sangka seperti itu, Hamid mencintai Zainab dalam diam selama ini. Dengan terpaksa ia pun membujuk Zainab walaupun bunga-bunga cinta baru mekar di hati Hamid. Tetapi kata Zainab ia belum mau menikah, lantaran Zainab pun sebenarnya mencintai Hamid, diam-diam, terpendam, tak ada yang tahu, bakhan Hamid pun tak tahu. Cinta Hamid hanya Hamid dan ibunya yang tahu. Cinta Zainab dia saja yang tahu.⁣
Hanya sampai di situ perjuangan Hamid, adik yang ia anggap selama ini, lama-lama telah mebuat hatinya berbunga, namun karena kejadian yang dipercayakan ibu Zainab kepada Hamid sebagai bagian dari keluarganya untuk membujuk adiknya Zainab agar mau menikah, sebenarnya luka hatinya tapi terpaksa ia bujuk sebab ibunya Zainab pun memohon sangat padanya sebagai abang dari Zainab. Sebagai ornag yang telah dijadikan keluarga oleh suaminya Haji Ja'far, sebagai orang yang sekolahnya dibiayai suaminya.⁣
Sudah putus harapannya mencintai Zainab. Tapi mendengar jawaban Zainab belum mau menikah itu timbul pertanyaan dalam dirinya: apa karena Zainab juga cinta padaku?⁣
Agar luka hatinya tak semakin dalam, dia pun memutuskan untuk mengambil langkah dan pergi dari Padang. Dia titipkan rumahnya kepada orang yang ia percayai. Tak seorang pun tahu ia akan berpergian jauh. Dia tumpangi oto yang akan berangkat ke Siantar. Dari Siantar  menuju ke kota  Medan. ⁣
Sampai di Medan ia pun menulis surat untuk Zainab pertama kalinya.⁣
Jika kelak Zainab tak cinta pada Hamid, syukur, sebab ia tak melihat wajah Zainab yang kesal karena membaca suratnya itu. Namun jika nyatanya Zainab pun cinta, ia berharap belas kasihan sebagai orang yang melarat dan penuh penderitaan.⁣
Begini isi surat Hamid pada Zainab,⁣
"Adikku Zainab! Menyesal sekali karena sebelum berangkat tak sempat saya bertemu muka dengan Adinda lebih dahulu. Maafkanlah Adik karena banyak amat alangan yang menyebabkan saya tak sempat datang seketika itu, alangan yang tak dapat saya sebutkan. ⁣
Barangkali agak sedikit, tentu Adik bertanya juga dalam hati, apa gerangan sebabnya Abang Hamid berangkat dengan tiba-tiba. Biarlah hal itu menjadi soal buat sementara waktu, lama-lama tentu akan hilang juga dengan sendirinya.⁣
Banyak hal yang akan saya terangkan dalam surat ini tetapi tak sanggup saya melukiskan.⁣
Hanya dengan surat ini saya bermohon sangat supaya Adik menuruti segala cita-cita Ibu. Jika kelak maksud keluarga sampai dan adik bersuami, berikan kepadanya kesetiaan yang  penuh. Akan hal diri saya ini, ingatlah sebagai mengingat seorang yang telah pernah bertemu dalam peri penghidupanmu, seorang sahabat dan boleh juga disebut saudara yang ikhlas dan saya sendiri akan memandang enkau tetap sebagai adikku.⁣
Jika pergaulanmu kelak dengan suamimu berjalan dengan gembira dan beruntung, sampaikanlah salam abang kepadanya.  Katakan bahwa di suatu negeri yang jauh, yang tak tentu tanahhnya ada sahabat yang senantiasa ingat akan kita. Dan biarlah Allah memberi perlindungan atas kita semuanya.⁣
Wassalam. Abangmu, Hamid." ⁣
((Demikian bunyi surat yang  saya kirimkan. Tiada lama saya di Medan, saya menuju ke Singapura, mengembara ke Bangkok, berlayar terus memasuki tanah-tanah Hindustan, dan dari Karachi berlayar menuju ke Bashrah, masuk Irak, melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah saya ke Tanah Suci ini.⁣
Sekarang sudah Tuan lihat, saya telah ada di sini, di bawah lindungan Ka'bah yang suci. Hal. 55-56.))⁣
Begitu cerita Hamid pada temannya yang sebagai sudut pandang aku dalam buku ini.⁣
Setahun kemudian, datang lah ke Tanah Suci sahabat Hamid, namanya Saleh. Dia jumpa dengan Hamid dan si Aku. Saleh adalah temannya Hamid semasa sekolah agama di Padang Panjang. Karena telah tamat di Padang Panjang, Saleh hendak lanjut menuntut ilmu  ke Mesir. Tapi dia mau menunaikan ibadah haji dulu.⁣
Ceritalah Saleh pada Hamid bahwa ia telah menikah dengan temannya Zainab, namanya Rosna. Sering kali ketika Rosna mengunjungi Zainab, dia mendapati Zainab murung, menangis, membaca sebuah  surat yang kusam nan lapuk karena seringnya dibaca, menatapi album foto Hamid yang Hamid hadiahkan pada Mak Asiah sebagai kenangan.  Namun ketika Rosna mentapnya, lekas-lekas ia sembunyikan surat dan album itu.⁣
 Rosna pun iba pada Zainab dan penasaran apa gerangan yang telah membuat sahabtnya itu menangis.  Makin hari badannya makin kurus. Dibujuk Rosna Zainab menceritakan gundahnya. Akhirnya Zainab pun mengatakan sejujur-jujurnya, sudah lama ia pendam sendiri, sudah lama ingin ia bilang pada orang yang tepat.⁣
"Sebenarnya, Ros, saya cinta kepada Hamid!" Hal. 67. ⁣
Dan Rosna menceritakan itu pada suaminya Saleh. Segala curhatan panjang Zainab semuanya diingat dan diceiritakan ulang oleh Rosna pada suaminya.⁣
Tiba di Mekah, suaminya menceritkan hal itu pada Hamid! Termasuk Zainab tak jadi menerima lamaran orang hartawan itu yang sebenarnya jugalah sepupunya, Zainab menyuruh orang itu menganggapnya sebagai adik, dan orang itu pun tidak keberatan.⁣
Lalu Saleh mengirimi istrinya Rosna surat bahwa ia bertemu dengan Hamid di Mekkah. Kabar itu sampai pada Zainab, lalu begini surat salinan Rosna dari Zainab untuk Hamid,⁣
"Abangku Hamid! Baru sekarang adinda beroleh berita di mana Abang sekarang.  Telah hampir dua tahun hilang saja dari mata, laksana seekor burung yang terlepas dari sangkarnya sepeninggal yang empunya pergi.⁣
Kadang-kadang adinda sesali diri sendiri, agaknya adinda telah bersalah besar sehingga kakanda pergi tak memberi tahu lebih dulu.⁣
Sayang sekali, pertanyaan Abang belum sempat adinda jawab dan Abang menghilang sebelum mulutku sanggup menyusun perkataan penjawaban. Kemudian itu Abang perintahkan adinda menuruti perintah orang tua, tetapi adinda syak wasangka melihat sikap Abang yang gugup ketika menjatuhkan perintah itu.⁣
Wahai Abang!... Pertalian kita diikatkan oleh beberapa macam tanda tanya dan teka-teki, sebelum terjawab semuanya kakanda pun pergi!⁣
Adinda senantiasa tiada putus harapan, adinda tunggu kabar berita. Di balik tiap-tiap kalimat dari suratmu, Abang! Surat yang terkirim dari Medan, ketika Abang akan berlayar jauh, telah adinda periksa dan adinda selidiki; banyak sangat surat itu berisi banyangan, di balik yang tersurat ada yang tersirat. Adinda hendak membalas, tetapi ke tanah manakah surat itu hendak dinda kirimkan, Abang hilang tak tentu rimbanya!⁣
Hanya kepada bulan purnama di malam hari adinda bisikkan dan pesankan kerinduan adinda hendak bertemu. Tetapi bulan itu tak tetap datang; pada malam yang berikutnya dan seterusnya ia kian surut... Hanya kepada angin petang yang berembus di ranting-ranting kayu di dekat rumahku, hanya kepadanya aku bisikkan menyuruh supaya ditolongnya memeliharakan Abangku yang berjalan jauh, entah di darat entah di laut, entah sengsara kehausan...⁣
Hanya kepada surat Abang itu, surat yang hanya sekali itu adinda terima selama hidup, adinda tumpahkan air mata karena hanya menumpahkan air mata itulah kepandaian yang paling penghabisan bagi orang perempuan.⁣
Tetapi surat itu bisu, meskipun ia telah lapuk dalam lipatan dan telah layu karena kerap dibaca, rahasia itu tidak dapat juga dibukanya.⁣
Sekarang Abang, badan adinda sakit-sakit, ajal entah berlaku pagi hari, entah besok sore, gerak Allah siapa tahu. Besarlah pengharapan bertemu. Dan jika Abang terlambat pulang, agaknya bekas tanah penggalian, bekas air penalakin/talkin dan jejak mejan yang dua, hanya yang Abang dapati.⁣
Adikmu yang tulus,⁣
Zainab." Hal. 77-79. ⁣
Dua minggu kemudian surat itu sampai di Mekkah dan dibaca Hamid. Bisa dibayangkan bagaimana dirasa senangnya hati Hamid. Isi surat itulah pengharapannya selama ini. Namun sedihnya surat itu dibacanya ketika ia telah jauh di tanah suci sana, jauh dari Zainab dan keadaan Zainab yang sakit-sakitan menahan rindu padanya.⁣
Pada hari kesembilan Hamid, Saleh, Si Aku, dan seluruh jamaah haji pergi ke padang Arafah dan wukuf di sana.  Hamid kian murung, Hamid merasa badannya sakit-sakit, tetapi wukuf di Arafah adalah rukun haji yang yak dapat ia tinggalkan. Setelah matahari terbenam, mereka menuju ke Mina, berhenti sebentar di Mudzdalifah memilih batu untuk melempar  jumrah di Mina. Setelah dari Mina, pada hari kesepuluh, kesebelas, kedua belas, dan ketiga belas, sudah boleh ke  Mekkah mengerjakan thawaf besar dan sa'i, lalu bercukur kemudian barulah diktakan telah "haji".⁣
Di pemberhentian Mina orang-orang kaya menyembelih kurban.⁣
Sebelum melakukan tahwaf besar, mereka terlebih dulu singgah ke tempat tinggal mereka. Karena penyakit Hamid rupanya bertambah parah. Terpaksalah Saleh dan si Aku mencari orang Badui upahan, yang biasanya menerima upah mengangkat orang sakit mengerjakan thawaf.⁣
"Sebelum Hamid diangkat dari atas bangku itu, yang diberi hamparan dari kulit dahan kurma berjalin, Khadam Syekh datang terburu-buru mengantarkan sepucuk kawat dari Sumatera! Setelah kami buka ternyata datang dari Rosna. Muka Saleh menjadi pucat, jantung saya berdebar membaca isinya yang tiada disangka-sangka: Zainab wafat." Hal. 83.⁣
Satelah mereka baca, Saleh pun menyimpan surat itu segera. Hamid melihat kedua sahabatnya itu menutupi sesuatu darinya. Hamid pun dengan sangat mohon diceritakan padanya.⁣
"Tenangkan lah hatimu, Sahabat!" kata Saleh. "Kehendak Allah telah berlaku. Ia telah memanggil orang yang dicintai-Nya ke hadirat-Nya."⁣
"O, jadi Zainab telah dahulu dari kita?" (tanyanya pula. Setelah termenung sejenak, Saleh menganggukan kepalanya.) Hal. 84. ⁣
Dalam perjalan ke Masjidil Haram, dalam tandu yang disewa dan dingkat orang Badui itu, Hamdi, kepalanya tertekun, ia menarik napas panjang, hambur air matanya. ⁣
((sesampainya di sana diulurkannya tangannya, dipegangnya Kiswah kuat-kuat seakan tak mau ia lepaskan lagi. Saya dekati dia, kedengaran oleh saya dia membaca do'a demikian bunyinya,⁣
"Ya Rabbi, ya Tuhanku, Yang Maha Pengasih, dan penyayang! Bahwasannya, di bawah lindungan Ka'bah, Rumah Engkau yang suci dan terpilih ini, saya menadahkan tangan, memohon karunia. Kepada siapakah saya akan pergi memohon ampun, kalau bukan kepada Engkau ya, Tuhan!⁣
Tidak ada seutas tali pun tempat saya bergantung lain daripada Engkau. Tidak ada satu pintu yang akan saya ketuk, lain daripada pintu Engkau.⁣
Berilah kelapangan jalan buat saya, hendak pulang ke hadirat Engkau, saya hendak menuruti orang-orang dahulu dari saya, orang-orang yang bertali hidupnya dengan saya.⁣
"Ya Rabbi, Engkaulah Yang Mahakuasa, kepada Engkaulah kami sekalian akan kembali." ((Setelah itu suaranya tidak kedengaran lagi, di mukanya terbayang, suatu cahaya yang jernih dan damai, cahaya keridahaan Ilahi. Di bibirnya terbayang suatu senyuman... Sampailah waktunya.⁣
 Lepas ia dari tanggapan dunia yang mahaberat ini, Dengan keizinan Tuhannya. Di bawah lindungan Ka'bah!))⁣
((Setelah nyata wafatnya, maka dengan tidak menunggu lama, kedua Badui itu memikul mayat itu ke rumah syekh Kami. Dan mereka berdua jugalah yang mengurus dan memikulnya sampai ke kubur.))⁣
((Pada hari itu juga selesailah mayat sahabat yang dikasihi itu dikuburkan di Perkuburan Ma'ala yang Masyhur.)) Hal. 85-86.⁣
((Pukul 4 sore kami thawaf keliling Ka'bah, Thawaf wada' artinya thawat perpisahan. Sehari itu juga kami akan berangkat ke Jeddah.⁣
Saudaraku Saleh berlayar dengan kapal yang menuju ke Mesir. Dan kapalku memecahkan ombak dan gelombang menuju Tanah Air.)) Hal. 91.⁣
 Cinta mereka suci! Meskipun cinta keduanya, Hamid dan Zainab tak berjodoh di Dunia, semoga di akhirat bertemu.⁣
Tidak sampai tiga jam mengkhatamkan buku yang tergolong tipis dan bagus nian ini! Yuk baca bukunya biar bisa merasakan sensasinya. Ini adalah salah satu dari buku-buku yang aku pinjam dari adik-adikku yang tinggal di belakang Al-Azhar. Sehabis pulang dari Sungai Nile lari pagi hari Jum'at kemarin, saya sempatkan silaturahmi. Dan meminjam empat buku: Fihi Ma Fihi (tasawuf) Ayahku Bukan Pembohong (novel) Di Tepi Sungai Dajlah (traveling) dan Di Bawah Lindungan Ka'bah (novel). ⁣
Terima kasih penulis,  semoga pahala karena kebaikan isi buku yang Anda tulis yang saya baca ini mengalir pada penulis juga kepada adikku yang telah memberi pinjaman. Kenapa minjam? Tapi nanti aku ada niat beli buku-buku itu kok! Karena bagus.⁣👍👍😊
#janganlupabacabukukawan⁣
Darrasah-Kairo, 20 Juni 2020.⁣

#daudfarma

Komentar

Yang populer dari blog ini

Bulan Madu di Surga

"Bulan Madu di Surga"  -Perfect Wedding- Oleh: Muhammad Daud Farma. Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".  Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!". Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia me

Inginku Mondok!

Inginku Mondok Daud Farma Aku orang  Kuta Cane, kabupaten Aceh Tenggara. Daerahku tidaklah sekecil jika aku berdiri di atas gunung yang tinggi lalu memandang ke bawah dan tampaklah hamparan rumah-rumah seakan bisa aku jengkali dengan jariku, tidak, tidak begitu! Bila saja aku mau mengelilinginya, seharian naik motor memang cukup tetapi tidak semua desanya bisa aku datangi satu-persatu. Jadi cukuplah kuakui bahwa daerahku memang luas sebenarnya walaupun dikelilingi gunung.  Aku tinggal di desa Alur langsat, kecamatan Tanoh Alas kabupaten Aceh Tenggara Kuta Cane-Aceh-Indonesia. Untuk sampai ke desaku, kamu mesti melewati jembatan tinggi yang melentang di atas sungai Alas, yang menghubungkan timur dan barat Gugung dan Ncuah menurut suku daerah yang kami pakai.  Sungai Alas adalah hadiah terindah yang Allah berikan pada daerah kami, daerah yang semboyannya: hidup di kandung adat, mati di kandung hukum, yang tak lebih tak kurang artinya bahwa Kuta Cane Aceh Tenggara adalah daerah yang kenta

Pulang Kampung (catatan panjang Anugerah Sastra VOI 2019)

Oleh: Daud Farma Bakda zuhur aku siap-siap. Aku mandi dan mengenakan pakaian. Atasan rambut sudah pangkas rapi, kemeja ungu lavendel masuk dalam celana, dan jas hitam. Bawahannya celana panjang hitam dan sepatu hitam. Setelah semuanya siap, aku periksa lagi barang-barang bawaanku dalam koper. Semuanya telah lengkap. Kemudian periksa dokumen penting. Tiket dan paspor yang juga telah masuk ke dalam tas. Temanku Dafi memesan Uber. Tidak berapa lama Uber datang. Karena tidak muat satu Uber kami pun pesan dua Uber. Dafi, aku dan dua orang dari adik-adik kami satu mobil. Adapun Ahmad berempat di Uber satunya lagi. Kurang lebih empat puluh menit kami tiba di Bandara Kedatangan Dua Internasional Kairo khusus penerbangan luar negeri. Aku bayarkan ongkos Uber 110 Pounds Mesir lalu kami turunkan koper. Kami pun foto-foto. Semuanya pada update status, juga disebar di group kami. Kebiasaan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kalau ada yang balik kampung sudah pasti banya

NASAB NABI

نسب النبي صلى الله عليه وسلم و أسرته. لنسب النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثة أجزاء: جزء اتفق على صحته أهل السير والأنساب، وهو إلى عدنان، وجزء اختلفوا فيه ما بين متوقف فيه، وقائل به، وهو مافوق عدنان إلى إبراهيم عليه السلام، وجزء لانشك أن فيه أمورا غير صحيحة، وهو مافوق إبراهيم إلى آدم عليهما السلام، وقد أسلفنا الإشارة إلى بعض هذا، هناك تفصيل تلك الأجزاء الثلاثة: الجزء الأول: محمدُ بنُ عبد الله بنِ عبد المطَّلب - واسمه شيبةُ - بن هاشم - واسمه عمرو - بن عبد مناف - واسمه المغيرة - بن قصيّ - واسمه زيد - بن كلاب بن مرَّةَ بن كعب بن لؤيّ بن غالب بن فِهْرٍ - وهو الملقب بقريش، وإليه تنتسب القبيلة -بن مالك بن النضر - واسمه قيس - بن كنانة بن خزيمة بن مدركة - واسمه عامر - بن إلياس بن مضر بن نزار بن مَعَدِّ بن عدنا. الجزء الثاني: ما فوق عدنان، و عدنانُ هو ابن أدّ بنِ هميسع بن سلامان بن عوص بن بوز بن قموال بن أبيّ بن عوام بن ناشد بن حزا بن بلداس بن يدلاف بن طابخ بن جاحم بن ناحش بن ماخي بن عيض بن عبقر بن عبيد بن الدعا بن حمدان بن سنبر بن يثربي بن يحزن بن يلحن بن أرعوى بن عيض بن ديشان بن عيصر بن أفناد بن

Syekhuna Sya'rawi

Syekh Muhammad Metwalli al-Sha'rawi Sejak pertama kali saya menuntut ilmu di negeri para ambiya', negeri para ulama, negeri Al-Azhar Al-Syarif, saya begitu sering mendengar nama Syekh Sya'rawi disebutkan orang-orang sekitar saya.  Baik teman-teman sesama pelajar ataupun orang Mesir di wilayah saya tinggal dan yang saya temui-berpas-pasan di jalan, di kendaraan umum, jumpa di masjid, warung-warung kecil, mall, di ibu kota, di pelosok desa, di tv, di radio, di dinding-dinding segala bangunan, di banyak tempat dan kesempatan.  Nama Syekh Sya'rawi terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa akrab di hati dan jiwa. Siapakah beliau sehingga begitu cintanya masyarakat Mesir kepada Syekh Sya'rawi? Nama lengkap Syekhuna: Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi.  Lahir pada tanggal 15 April 1911, di desa Dakadus (دقادوس) , Mit Ghamr (ميت غم  ) , Ad-Daqahliyah ) (الدقهلية)  , Mesir provinsi Tanta (طنطا).  Beliau merupakan ulama mujadid pada abad ke 20. Pen

Putra Aceh Tenggara Pertama Ke Mesir

Dr. H. Bukhari Husni, MA Daud Farma P ada tahun 1978 Masehi buya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tuanya. Buya adalah asli putra daerah Kuta Cane  Aceh Tenggara dan yang pertama kali belajar ke Mesir. Di masa beliau seluruh mahasiswa Aceh di Mesir hanya ada enam belas orang ketika itu. Dua di antaranya adalah; Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim, MA. Guru Besar UIN Ar-Ranniry dan Anggota MPU Aceh (Untuknya, al-Fatihah). Prof. Dr. H. Azman Ismail, MA. Ketua Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Ketua Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman-Banda Aceh. Buya tinggal di Gamalia, tidak jauh dari masjid Sidna Husain. Buya sempat bertalaqqi kepada Syekh Sya'rawi yang ketika itu mengajar di masjid Sidna Husain.  Sewaktu menemani beliau berkeliling sekitar Kairo, buya banyak bercerita bagaimana keadaan Kairo 43 tahun silam. Misalnya ketika kami tiba di Darrasah, beliau hampir saja tidak mengenali titik-titik yang kami lewati. Telah berubah delapan puluh persen dari segi bangunannya

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan.

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan (Resensi Novel Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami Ganjavi) Diresensi oleh: Daud Farma.   Judul: Laila Majnun Penulis: Nizami Penerjemah: Dede Aditya Kaswar Penerbit: OASE Mata Air Makna Tebal: 256 halaman Cetakan ke: XII, Juli 2010 “Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan  ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku, akalku, juga tubuhku. “Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian, cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku. Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligu