Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

Kamukah Jodohku?

Oleh: Daud Farma "Pergi! Aku tidak mau lagi mendengar alasanmu!" Dengan terpaksa aku pergi meninggalkannya. Walaupun aku sebenarnya tak mampu melangkahkan kakiku. Bagaimana mungkin aku bisa melangkah jauh? Sementara hatiku masih bersamanya? Bagaimana mungkin aku melupakannya? Aku sudah lama menyanyanginya. Bagaimana mungkin aku melukainya? Hatiku masih bersemi dalam dirinya, sungguh aku tidak kuat melukai diriku sendiri. Meninggalkannya sama halnya aku menyiksa diri. Tapi mau tidak mau aku harus menjauh darinya. Walau bagaimana pun aku memaksakan diri mengemis minta maaf, dia sudah tak mau lagi padaku meski dia tahu hatiku di genggamannya dan aku masih mencintainya. *** Jauh melangkah banyak dilihat, panjang umur banyak dirasa, segumpal hati berbagai perasaan, satu cerita berbagai pristiwa, adakah di sana satu pria yang setia padaku? "Putus!" "Nggak mau." "Putus!" "Nggak mau!" "Ya sudah aku tak menganggap
Untukmu yang sedang menunggu jodoh* Kita tak perlu lagi isi tiap hari dengan memikirkan jodoh, karena bila sudah tiba waktunya, toh nanti nikah juga. Dan memperbaiki diri, meraih cita-cita, belajar sungguh-sungguh, dan hal baik lainnya, jauh lebih baik daripada selalu baper dan melamun. Bila sudah sedikit puas belajar, sudah wisuda, carilah segera, jangan ditunda-tunda. Bila belum ada calonnya, banyak-banyaklah berdoa. Jodoh? Ah, memang terasa lama bagi kamu yang menunggu. Tapi ingat "man shabara zhafira" siapa yang bersabar maka beruntunglah ia. Tak mengapa sedikit lebih lama menyusul teman-teman yang sudah duluan ke pelaminan, teman malah sudah punya anak laki-laki dan perempuan, humm, nanti kamu juga punya giliran. Orang yang sabar itu terlihat cantik, imut dan meskipun dalam hati sedang berperang melawan gunjingan dan lontaran pertanyaan: kapan menikah? Orang yang sabar itu adalah kamu yang sedang berusaha, berdoa dan menunggu. Ketika sudah bosan menunggu, inga
Seperti Pasir Mesir Merindukan Hujan* Aku dan Aisyila hanya saling bertatapan. Kami diam membungkam rasa sakit yang tak terperi. Sungguh kami tidak menginginkan hal ini. Hari semakin sore dan Aisyila menatapku untuk terakhir kalinya lalu ia melangkah pergi sejauhnya dan entah kapan lagi kami bertemu kembali. Dia harus ke Turkey bersama saudaranya. Pertemuan kami di depan benteng romansa itu adalah pertemuan terakhir yang menyakitkan dan entah kapan luka kami akan terobati. Bukan hanya aku yang sakit, Aisyila kekasihku hingga-hingga tak bisa membendung air matanya. Aku? Apalah aku, aku tak sekuat iron man yang tahan banting. Boleh saja aku sekuat hulk tapi aku punya hati dan hatiku bisa saja merasakan keperihan yang tak pernah dapat kutahankan. Sore itu terakhir kalinya aku melihat jilbab Aisyila diterpa angin laut di pinggir pantai. Aku menyuruhnya pulang terlebih dahulu. Aku tak kuat mengantarnya. Jika lebih lama lagi aku bersamanya maka aku takkan sanggup merasakan keperihan yang
Farzana, Putri Palestina* Serak suaranya Getaran bibirnya Gerakan lidahnya Menyebut Asma-Nya Menengadahkan tangan mengucap kata, "Ya Rabb Irham Baladnaa" Hari demi hari Bombardir terus membanjiri Abi dan ummi dalam lingkaran api Akhi dan uhkti telah lama dikafani Hanya dia sendiri Berdiri sembari memeluk kitab suci Matanya basah Pakaiannya dilumuri darah Hatinya tak lupa mengucap, "Allah" Hujan bom dan peluru terus menjajah Namun cintanya kepada Palestina takkan pernah goyah Dia masih bersembunyi di balik bangunan yang runtuh Entah sampai kapan saudaranya akan terus dibunuh? Hari ini  ia masih mendengar gemuruh Entah kapan ia bisa memadamkan api yang sedang mengelilingi jasad orangntuanya yang tangguh? Saat ini ia hanya bisa menyaksikannya dari jauh Palestina kini dilanda pilu Bangunannya hitam kelabu Tidak sedikit manusia dimakan api dan jadi abu Dunia seakan tak tahu Saudara seiman seakan membisu Sampaikah kepadamu tangisan Farzana
Masih kah ditawar?* "Aku berangkat sekolah dulu ya, Pa. Assalamu'alaikum." Rani pamitan pada papanya yang duduk di depan teras rumah, dengan secangkir kopi dan membaca koran. "Ya, wa'alaikum salam," "Mama udah beri kamu uang saku?" tanya papanya. "Sudah, Pa, 10 ribu." "Kemari," kata papanya. Rani mendekat lalu papanya menambahi uang sakunya sepuluh ribu lagi. "Kenapa ditambah lagi uangnya?" tanya Mama Rani. "Untuk kali ini tidak-apa-apa," "Belajar yang rajin." "Ya, Pa." Lazimnya memang selalu diberi dua puluh ribu tiap paginya, kecuali hari libur. Hari libur Rani hanya dapat sepuluh ribu saja. Tapi pagi ini mamanya tidak memberi seperti biasanya, karena Rani telat bangun pagi. Tapi papanya tak lupa bertanya padanya. Bagi papanya, sepuluh ribu tidaklah cukup untuk membeli jajanan bagi anak kelas tiga sekolah dasar, seperti Rani. Rani adalah anak yang rajin, penurut, dan sering

Iyaaki Hubbii

Oleh: Daud Farma Hari ini adalah kesekian kalinya ia mendapatkan kiriman biskuat, coklat dan surat dari seseorang yang menaksir dirinya, namun belum pernah sekalipun ia membalas kiriman tersebut. Alangkah penasarannya lelaki yang menaksir dirinya, sebab jangankan balasan bingkisan, biskuat, coklat dan surat, balasan senyum saat jumpa di kuliah saja pun ia tidak menghiraukan. Mereka kuliah Kedokteran di Zagazig, salah satu provinsi ibu kota Kairo. Pemuda itu bertekad ingin mengkhitbah dan melangsungkan pernikahan apabila ia telah membalas bingkisan-bingkasan itu, karena pemuda itu yakin jikalau orang yang ditaksirnya membalas kirimannya, itu artinya ia mau menerima cintanya. Siang itu sehabis kuliah, Salma sedang berjalan menuju gerbang utama bersama dua orang sahabatnya Sarah dan Zainab. Begitu sampai di luar gerbang dan orang-orang telah jauh berjalan meninggalkan kampus, hanya mereka bertiga. Kemudian Zainab mengeluarkan bingkisan yang diberikan pemuda yang menaksir Salma, pemud