Langsung ke konten utama

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

Putra Aceh Tenggara Pertama Ke Mesir

Dr. H. Bukhari Husni, MA
Daud Farma


Pada tahun 1978 Masehi buya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tuanya. Buya adalah asli putra daerah Kuta Cane  Aceh Tenggara dan yang pertama kali belajar ke Mesir. Di masa beliau seluruh mahasiswa Aceh di Mesir hanya ada enam belas orang ketika itu. Dua di antaranya adalah; Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim, MA. Guru Besar UIN Ar-Ranniry dan Anggota MPU Aceh (Untuknya, al-Fatihah). Prof. Dr. H. Azman Ismail, MA. Ketua Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Ketua Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman-Banda Aceh.


Buya tinggal di Gamalia, tidak jauh dari masjid Sidna Husain. Buya sempat bertalaqqi kepada Syekh Sya'rawi yang ketika itu mengajar di masjid Sidna Husain. 

Sewaktu menemani beliau berkeliling sekitar Kairo, buya banyak bercerita bagaimana keadaan Kairo 43 tahun silam. Misalnya ketika kami tiba di Darrasah, beliau hampir saja tidak mengenali titik-titik yang kami lewati. Telah berubah delapan puluh persen dari segi bangunannya. Adapun watak, karakter dan sifat orang Mesir, masih sama seperti dulu adanya. Semakin melangkah, ingatan-ingatan beliau akan masa lalu sewaktu belajar dulu terbayang kembali. Terobati rindu beliau menuntut ilmu kala itu. Beliau masih mengerti arab 'amiyah dan masih fasih mengobrol dengan orang Mesir.

Darrasah, yang sekarang tempat tinggal kami, telah dipadati gedung-gedung tinggi. Di masa beliau Darrasah ialah padang sahara yang dilalui Kereta Api.  Masa beliau, ikan Bulthi alias ikan mujahir hanya 5 Pounds perkilo dan masih bisa beliau tawar jadi 4 Pounds. Sekarang empat Pounds adalah tiga ribu enam ratus rupiah. Dari segi makanan yang bervariasi, masa beliau belum ada Ruz Billaban yaitu nasi dengan susu. 

Enam tahun kemudian beliau terpaksa pulang kampung halaman karena ayahandanya sakit. Beliau melanjutkan merintis Pesantren Darul Iman. Bertahun-tahun kemudian Darul Iman makin maju. Pesantren yang pertama kali menerapkan sistem modern dan klasik di Aceh Tenggara.

 Buya ialah sosok pimpinan pondok yang tidak hanya mengajar di pesantren. Beliau juga aktif ceramah di luar pondok. Bahkan sampai saat ini masih ada jadwal khatib jumat dan mengajar di masjid Agung At-Taqwa. Beliau telah terpilih empat kali berturut-turut sebagai Anggota MPU Aceh. Buya sangat dikenal oleh masyarakat Aceh Tenggara sebagai tokoh agama. 

Beliau sukses membina pesantren Modern Darul Iman yang sistemnya telah berjalan hampir 100%.  Merintis, mengembangkan dan memajukan Darul Iman hingga seperti saat ini tidaklah mudah, ucap beliau. 

Sedikit banyaknya buya menceritakan bagaimana beliau merintis Darul Iman dengan fasilitas yang masih jauh daripada memadai. Untuk mengetik surat satu lembar saja beliau harus meminjam mesin ketik orang kampung kemudian untuk mencetaknya juga mesti di luar pondok.

Bertahun-tahun telah lamanya beliau memimpin Pesantren Darul Iman sehingga beliau tidak khawatir ketika pergi ke luar negeri dan yakin bisa memantau Darul Iman dari jauh sebab sistemnya telah berjalan. Sudah saatnya di umur beliau yang enam puluhan tahun menikmati hasil jerih payah beliau. 

"Buya kenal dengan buya kami, Drs. H. Muchlisin Desky, MA?" 
"Kenal. Dia juga alumni Darul Iman di masa ayah saya. Masa ayah saya dulu adalah alumni Darul Iman jilid satu, di masa saya alumni Darul Iman jilid dua, nanti setelah saya alumni Darul Iman jilid tiga."

Beliau berjiwa muda, bicaranya pembangkit semangat anak muda terlebih bagi kami yang sedang menuntut ilmu. Narasi dan diksi-diksi beliau layaknya seorang akademisi. Sikapnya tawadu' dan mudah bergaul, cepat akrab. Ketika buya mengobrol dengan kami, beliau bersikap sebagai mahasiswa, tidak sebagai pimpinan pondok dan anggota MPU, tidak pamer haibah/wibawa.

Beliau duduk berdampingan dengan orang miskin di tepi jalan ketika kami melintas di depannya, berjabat tangan dengannya. Buya mengajak orang tersebut mengobrol, canda tawa, riang gembira. 

Sewaktu pulang ziarah dari kota Alexanderia dan hendak menuju Daqadus/Dakdus desa Syekhuna Sya'rawi, kami singgah di tepi jalan dengan niat tambal ban. Di samping bengkel ada kedai kecil, sambil menunggu kami makan di dalam mobil dan membeli air minum di kedai itu. Usai makan, buya mengobrol satu jam lamanya dengan pemilik kedai itu. Buya menyuruhku mengabadikan momen tersebut dengan kamera gawaiku. Kalau tidak aku ajak pergi, sepertinya sampai waktu magrib tiba beliau masih bercerita dengan pemilik baqalah/kedai. Sekali lagi, beliau ramah, mudah akrab, suka bercerita. Di akhir obrolan, buya dan pemilik kedai itu bertukar nomor HP. Ternyata keduanya seumuran. Ridha, nama pemilik kedai itu.

Beliau memilih tinggal bersama kami, tidak ingin menginap di hotel mewah. Soal uang tentu beliau telah menyiapkan segalanya. Untuk transportasi, akomodasi, dari jauh hari sebelum beliau ke luar negeri, tiba di sini, Egypt.

Buya punya niatan menjenguk kedua putra beliau yang tengah menuntut ilmu di Yaman, stay di Mesir dua minggu untuk menunggu visa entry beliau ke Yaman.

Keilmuan dan kearifan beliau sudah tidak diragukan lagi. Benar-benar ulama yang mengerti di bidangnya. Tidak hanya menguasai kitab-kitab klasik, namun beliau juga bisa berbahasa arab, mengerti ucapan orang arab, pandai baca segala kitab yang bertuliskan arab. Tidak hanya itu, beliau juga aktif secara lisan berbahasa inggris, bahkan beliau lebih  sering menggunakan bahasa inggris daripada bahasa arab.

Maka tidak heran jika beliau mudah masuk ketika berkunjung ke berbagai negara. Mulai dari Asia, Timur Tengah bahkah Eropa sekalipun. Betapa pentingnya mengerti bahasa.  "Language is our way to communicate with others in anyway and at anytime." Bahasa adalah cara kita berkomunikasi dengan orang lain, di mana pun dan kapan pun. 

Banyak negeri telah buya kunjungi, setidaknya lebih kurangnya tiga puluh negera. Namun dari semua negera itu tidak ada yang ingin beliau untuk tinggal lama di sana. Ada satu negeri yang beliau rindukan, kata buya negeri itu ialah negerinya yang kedua, negeri itu menyimpan banyak kenangannya sewaktu menuntut ilmu, di saat menyeduh kopi di teras depan rumah di pondok beliau, sesekali terlintas niat untuk kembali ke negeri mulia itu, yaitu Egypt. 

Di tengah-tengah mengobrol, beliau berucap, "Egypt is my second country!" Negeri Anbiya' negeri ulama, negeri al-Azhar, tempat beliau menimba ilmu dulunya.

"Daud, tolong cari tahu bagaimana caranya agar saya bisa bermukim di sini, punya visa. Saya ingin kembali kemari. Nanti saya juga bisa ikut bertalaqqi. Di sini enak, nyaman, saya senang dan bahagia tinggal di sini (Darrasah)."

Di saat kami yang sedang menimba ilmu ingin pulang ke tanah air-Agara, tiba-tiba hadir sosok buya yang nak balik kampoeng ke Darrasa. MasyaAllah. 

Semoga kelak kita semua bisa kembali ke negeri ini di hari tua. Sebagaimana istilah fenomenalnya, "Jika kau meminum air Nile sekali, maka kau akan kembali untuk meminumnya lagi di lain kali."  Buya telah dua kali ke Mesir setelah pulang ke kampung halaman pada tahun 1984.

Kilas balik nostalgia ulama karismatik, energik, dari Agara ke bumi Piramida. Dr. H. Bukhari Husni, MA. Pimpinan Pondok Pesantren Modern Darul Iman. Anggota MPU Aceh. 



Berikut ini beberapa foto Buya sewaktu kami menemani beliau.

Komentar

Yang populer dari blog ini

Bulan Madu di Surga

"Bulan Madu di Surga"  -Perfect Wedding- Oleh: Muhammad Daud Farma. Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".  Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!". Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia me

Inginku Mondok!

Inginku Mondok Daud Farma Aku orang  Kuta Cane, kabupaten Aceh Tenggara. Daerahku tidaklah sekecil jika aku berdiri di atas gunung yang tinggi lalu memandang ke bawah dan tampaklah hamparan rumah-rumah seakan bisa aku jengkali dengan jariku, tidak, tidak begitu! Bila saja aku mau mengelilinginya, seharian naik motor memang cukup tetapi tidak semua desanya bisa aku datangi satu-persatu. Jadi cukuplah kuakui bahwa daerahku memang luas sebenarnya walaupun dikelilingi gunung.  Aku tinggal di desa Alur langsat, kecamatan Tanoh Alas kabupaten Aceh Tenggara Kuta Cane-Aceh-Indonesia. Untuk sampai ke desaku, kamu mesti melewati jembatan tinggi yang melentang di atas sungai Alas, yang menghubungkan timur dan barat Gugung dan Ncuah menurut suku daerah yang kami pakai.  Sungai Alas adalah hadiah terindah yang Allah berikan pada daerah kami, daerah yang semboyannya: hidup di kandung adat, mati di kandung hukum, yang tak lebih tak kurang artinya bahwa Kuta Cane Aceh Tenggara adalah daerah yang kenta

Pulang Kampung (catatan panjang Anugerah Sastra VOI 2019)

Oleh: Daud Farma Bakda zuhur aku siap-siap. Aku mandi dan mengenakan pakaian. Atasan rambut sudah pangkas rapi, kemeja ungu lavendel masuk dalam celana, dan jas hitam. Bawahannya celana panjang hitam dan sepatu hitam. Setelah semuanya siap, aku periksa lagi barang-barang bawaanku dalam koper. Semuanya telah lengkap. Kemudian periksa dokumen penting. Tiket dan paspor yang juga telah masuk ke dalam tas. Temanku Dafi memesan Uber. Tidak berapa lama Uber datang. Karena tidak muat satu Uber kami pun pesan dua Uber. Dafi, aku dan dua orang dari adik-adik kami satu mobil. Adapun Ahmad berempat di Uber satunya lagi. Kurang lebih empat puluh menit kami tiba di Bandara Kedatangan Dua Internasional Kairo khusus penerbangan luar negeri. Aku bayarkan ongkos Uber 110 Pounds Mesir lalu kami turunkan koper. Kami pun foto-foto. Semuanya pada update status, juga disebar di group kami. Kebiasaan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kalau ada yang balik kampung sudah pasti banya

NASAB NABI

نسب النبي صلى الله عليه وسلم و أسرته. لنسب النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثة أجزاء: جزء اتفق على صحته أهل السير والأنساب، وهو إلى عدنان، وجزء اختلفوا فيه ما بين متوقف فيه، وقائل به، وهو مافوق عدنان إلى إبراهيم عليه السلام، وجزء لانشك أن فيه أمورا غير صحيحة، وهو مافوق إبراهيم إلى آدم عليهما السلام، وقد أسلفنا الإشارة إلى بعض هذا، هناك تفصيل تلك الأجزاء الثلاثة: الجزء الأول: محمدُ بنُ عبد الله بنِ عبد المطَّلب - واسمه شيبةُ - بن هاشم - واسمه عمرو - بن عبد مناف - واسمه المغيرة - بن قصيّ - واسمه زيد - بن كلاب بن مرَّةَ بن كعب بن لؤيّ بن غالب بن فِهْرٍ - وهو الملقب بقريش، وإليه تنتسب القبيلة -بن مالك بن النضر - واسمه قيس - بن كنانة بن خزيمة بن مدركة - واسمه عامر - بن إلياس بن مضر بن نزار بن مَعَدِّ بن عدنا. الجزء الثاني: ما فوق عدنان، و عدنانُ هو ابن أدّ بنِ هميسع بن سلامان بن عوص بن بوز بن قموال بن أبيّ بن عوام بن ناشد بن حزا بن بلداس بن يدلاف بن طابخ بن جاحم بن ناحش بن ماخي بن عيض بن عبقر بن عبيد بن الدعا بن حمدان بن سنبر بن يثربي بن يحزن بن يلحن بن أرعوى بن عيض بن ديشان بن عيصر بن أفناد بن

Syekhuna Sya'rawi

Syekh Muhammad Metwalli al-Sha'rawi Sejak pertama kali saya menuntut ilmu di negeri para ambiya', negeri para ulama, negeri Al-Azhar Al-Syarif, saya begitu sering mendengar nama Syekh Sya'rawi disebutkan orang-orang sekitar saya.  Baik teman-teman sesama pelajar ataupun orang Mesir di wilayah saya tinggal dan yang saya temui-berpas-pasan di jalan, di kendaraan umum, jumpa di masjid, warung-warung kecil, mall, di ibu kota, di pelosok desa, di tv, di radio, di dinding-dinding segala bangunan, di banyak tempat dan kesempatan.  Nama Syekh Sya'rawi terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa akrab di hati dan jiwa. Siapakah beliau sehingga begitu cintanya masyarakat Mesir kepada Syekh Sya'rawi? Nama lengkap Syekhuna: Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi.  Lahir pada tanggal 15 April 1911, di desa Dakadus (دقادوس) , Mit Ghamr (ميت غم  ) , Ad-Daqahliyah ) (الدقهلية)  , Mesir provinsi Tanta (طنطا).  Beliau merupakan ulama mujadid pada abad ke 20. Pen

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan.

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan (Resensi Novel Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami Ganjavi) Diresensi oleh: Daud Farma.   Judul: Laila Majnun Penulis: Nizami Penerjemah: Dede Aditya Kaswar Penerbit: OASE Mata Air Makna Tebal: 256 halaman Cetakan ke: XII, Juli 2010 “Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan  ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku, akalku, juga tubuhku. “Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian, cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku. Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligu