Langsung ke konten utama

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

Syekhuna Sya'rawi

Syekh Muhammad Metwalli al-Sha'rawi

Sejak pertama kali saya menuntut ilmu di negeri para ambiya', negeri para ulama, negeri Al-Azhar Al-Syarif, saya begitu sering mendengar nama Syekh Sya'rawi disebutkan orang-orang sekitar saya.  Baik teman-teman sesama pelajar ataupun orang Mesir di wilayah saya tinggal dan yang saya temui-berpas-pasan di jalan, di kendaraan umum, jumpa di masjid, warung-warung kecil, mall, di ibu kota, di pelosok desa, di tv, di radio, di dinding-dinding segala bangunan, di banyak tempat dan kesempatan.  Nama Syekh Sya'rawi terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa akrab di hati dan jiwa.

Siapakah beliau sehingga begitu cintanya masyarakat Mesir kepada Syekh Sya'rawi?

Nama lengkap Syekhuna: Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi.  Lahir pada tanggal 15 April 1911, di desa Dakadus (دقادوس) , Mit Ghamr (ميت غم  ) , Ad-Daqahliyah ) (الدقهلية)  , Mesir provinsi Tanta (طنطا). 


Beliau merupakan ulama mujadid pada abad ke 20. Penghulu para pendakwah.

 Pada usia 87 tahun, tepat 17 Juni 1998, Syekhuna al-Sya'rawi menghadap ke Tuhannya. Sukses menyebarkan ajaran yang moderat. Menancapkan pokok-pokok akidah berhaluan aswaja. Dan menjadi sosok yang ditakuti oleh musuh-musuh Islam. Untuk beliau, al-Fatihah


Ketika mobil kami tiba di jalur yang mengarah ke desa Dakadus, saya bertanya kepada pemilik bengkel di sana. Dia menjelaskan kepada saya hampir satu jam pertemuan seperti guru mengajari muridnya. Mereka ramah, mengajak kami singgah untuk minum teh hangat, tidak hanya basa-basi, mereka seriusan, kami seperti dipaksa singgah. Ajakan itu lebih dari empat kali.

"Ta'ala inziluu nasyrab syai." Mari turun minum teh.
"Syukran, ihna musta'gal, elmarrah gayyah insyaAllah." Terima kasih, kami buru-buru. Lain kali insyaAllah.

Pemilik bengkel itu memberikan kertas yang ia coret-coret tadi kepada saya. Semacam peta untuk perjalanan jauh kami ke desa Dakdus. Padahal kami telah menyetel GPS sejak dari Kairo ke Alexanderia, kemudian ke Thanta lalu titik terakhir di peristirahatan Syekh Sya'rawi.

Tukang bengkel itu menjelaskan kepada saya dengan menuliskan peta dan nama-nama desa yang akan kami lewati.

"Kalian sekarang berada di jalan Mit Ghazali, tadi sebelum masuk ke jalan ini kalian telah melalui jalan Zira'i. Di jalan Mit Ghazali, nanti sebelah kanan kalian akan melewati makam Syekh Mustafa Ismail. Seorang ulama qura' yang masyhur di zamannya," namun kami tidak sempat singgah karena tujuan akhir kami adalah fokus pada desa Dakdus, desa Syekhuna Sya'rawi.

"Setelah makam Syekh mustafa Ismail, nanti ada simpang dua kanan dan kiri, ambilah ke kiri.  Lalu lurus, jauh, jumpa simpang empat Qubra/Syubra Qafi, ambil ke kanan. Lurus lagi, jauh lagi, jumpa dengan desa Santa (السنطة) lalu lurus lagi, jauh lagi, jumpa dengan desa Zefta (زفت)," dia menjelaskan sembari mencoret kertas yang telah terukir sebuah peta dengan pena tinta biru.

  Dari Zefta, jauh lurus, kami singgah di masjid untuk menunaikan shalat di pinggir jalan sebelah kiri. Usai shalat, seorang bos penjual mobil Marcedes Benz menjelaskan lagi di mana lebih tepatnya desa Dakdus. Katanya pada kami, "Kalian telah tiba di Mit Ghamr (مت غمر) Desa Dakdus masih jauh, lurus, nanti ada lingkaran ambil ke kiri,  lewat jembatan sungai Nile, agak jauh lagi dari jembatan kalian tanyalah lagi di mana desa Dakdus."  Tiap kali bertanya, mereka menjelaskan panjang lebar, kalau tidak pandai-pandai pamitan, bakal lama. Mereka ingin mengobrol lama. Ramah betul penduduk sekitar yang berada di dekat desa ulama, masyaAllah.

Setelah lima kali berhententi bertanya, lebih 30 kilo meter telah kami lalui, akhirnya kami tiba di desa Dakdus. Senang dan bahagia sekali rasanya tiba di kampung ulama. Desanya sama seperti desa-desa orang Mesir di pelosok lainnya. Mungkin kata 'sederhana' lebih layak menggambarkan ungkapannya. Alhamdulillah, kami berziarah ke makam Syekh Sya'rawi di desa Dakdus. 

Model bangunan makam beliau dua lantai. Lantai dasar adalah peristirahatan beliau, lantai atas semacam atap untuk menandai makam yang ada di lantai dasar.

Kalau saja jalan yang kami lewati bagus, tidak ada aspal yang pecah akibat roda berat, sepertinya kurang dari satu jam ke desa ini. Tetapi sebaliknya lebih dari satu jam perjalanan. Siang kami dari Alexanderia, bakda asar kami telah berada di bengkel hendak masuk itu, dan dari bengkel tiba di desa Dakdus sepuluh menit sebelum adzan magrib berkumandang.  Benar-benar terasa seperti pulang kampung, tinggal di desa terpencil.Dakdus/Daqadus, nama desa itu.


 Dan ternyata, GPS yang kami tentukan titiknya juga sama persis seperti realitanya. Kali ini GPS benar-benar pintar. Kalau saja kami tidak meragukan GPS, harusnya kami tidak sekali pun bertanya. GPS di gawai kami sama persis behenti depan gerbang makam Syekhuna Sya'rawi.  Namun mendapat arahan alamat dari orang yang tinggal di sana punya nilai tersendiri, setidaknya saya mengerti bagaimana lahjah arab amiyah orang Tanta. Orang Tanta masih fushah di huruf (jim:ج) Misalnya, (Jadid:جديد) mereka masih seperti yang seharusnya. Walaupun mungkin tidak semuanya. Beda dengan yang tinggal di ibu kota tentunya. Tetapi saya mengerti betul 'amiyah orang Tanta, mereka pun tahu maksud saya saat bertanya. 

Saya merasakan kehangatan persaudaraan mereka sesama muslim, kami yang datang dari jauh, keseriusan mereka menjelaskan pertanyaan kami. Paling tidak saya telah tahu dan faham bagaimana rute ini saya dapatkan langsung dari lisan orang desa di sana. Akhirnya saya terkesan, bahagia, senang, riang gembira, wajah berseri-seri ketika langkah pertama kami langkahkan di desa Dakdus. Alhamdulillah. Washallallahu 'ala sayidina Muhammad wa 'ala alihi wasahbihi ajma'in. 

Darrasah-Kairo, 3 Agustus 2021.

Jika ingin tahu lebih banyak tentang Syekhuna Sya'rawi. Silakan melalui tautan berikut ini:
https://m.republika.co.id/berita/nbw82m/syekh-muhammad-mutawalli-asysyarawi-mujadid-abad-ke20

Komentar

Yang populer dari blog ini

Bulan Madu di Surga

"Bulan Madu di Surga"  -Perfect Wedding- Oleh: Muhammad Daud Farma. Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".  Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!". Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia me

Inginku Mondok!

Inginku Mondok Daud Farma Aku orang  Kuta Cane, kabupaten Aceh Tenggara. Daerahku tidaklah sekecil jika aku berdiri di atas gunung yang tinggi lalu memandang ke bawah dan tampaklah hamparan rumah-rumah seakan bisa aku jengkali dengan jariku, tidak, tidak begitu! Bila saja aku mau mengelilinginya, seharian naik motor memang cukup tetapi tidak semua desanya bisa aku datangi satu-persatu. Jadi cukuplah kuakui bahwa daerahku memang luas sebenarnya walaupun dikelilingi gunung.  Aku tinggal di desa Alur langsat, kecamatan Tanoh Alas kabupaten Aceh Tenggara Kuta Cane-Aceh-Indonesia. Untuk sampai ke desaku, kamu mesti melewati jembatan tinggi yang melentang di atas sungai Alas, yang menghubungkan timur dan barat Gugung dan Ncuah menurut suku daerah yang kami pakai.  Sungai Alas adalah hadiah terindah yang Allah berikan pada daerah kami, daerah yang semboyannya: hidup di kandung adat, mati di kandung hukum, yang tak lebih tak kurang artinya bahwa Kuta Cane Aceh Tenggara adalah daerah yang kenta

Pulang Kampung (catatan panjang Anugerah Sastra VOI 2019)

Oleh: Daud Farma Bakda zuhur aku siap-siap. Aku mandi dan mengenakan pakaian. Atasan rambut sudah pangkas rapi, kemeja ungu lavendel masuk dalam celana, dan jas hitam. Bawahannya celana panjang hitam dan sepatu hitam. Setelah semuanya siap, aku periksa lagi barang-barang bawaanku dalam koper. Semuanya telah lengkap. Kemudian periksa dokumen penting. Tiket dan paspor yang juga telah masuk ke dalam tas. Temanku Dafi memesan Uber. Tidak berapa lama Uber datang. Karena tidak muat satu Uber kami pun pesan dua Uber. Dafi, aku dan dua orang dari adik-adik kami satu mobil. Adapun Ahmad berempat di Uber satunya lagi. Kurang lebih empat puluh menit kami tiba di Bandara Kedatangan Dua Internasional Kairo khusus penerbangan luar negeri. Aku bayarkan ongkos Uber 110 Pounds Mesir lalu kami turunkan koper. Kami pun foto-foto. Semuanya pada update status, juga disebar di group kami. Kebiasaan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kalau ada yang balik kampung sudah pasti banya

NASAB NABI

نسب النبي صلى الله عليه وسلم و أسرته. لنسب النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثة أجزاء: جزء اتفق على صحته أهل السير والأنساب، وهو إلى عدنان، وجزء اختلفوا فيه ما بين متوقف فيه، وقائل به، وهو مافوق عدنان إلى إبراهيم عليه السلام، وجزء لانشك أن فيه أمورا غير صحيحة، وهو مافوق إبراهيم إلى آدم عليهما السلام، وقد أسلفنا الإشارة إلى بعض هذا، هناك تفصيل تلك الأجزاء الثلاثة: الجزء الأول: محمدُ بنُ عبد الله بنِ عبد المطَّلب - واسمه شيبةُ - بن هاشم - واسمه عمرو - بن عبد مناف - واسمه المغيرة - بن قصيّ - واسمه زيد - بن كلاب بن مرَّةَ بن كعب بن لؤيّ بن غالب بن فِهْرٍ - وهو الملقب بقريش، وإليه تنتسب القبيلة -بن مالك بن النضر - واسمه قيس - بن كنانة بن خزيمة بن مدركة - واسمه عامر - بن إلياس بن مضر بن نزار بن مَعَدِّ بن عدنا. الجزء الثاني: ما فوق عدنان، و عدنانُ هو ابن أدّ بنِ هميسع بن سلامان بن عوص بن بوز بن قموال بن أبيّ بن عوام بن ناشد بن حزا بن بلداس بن يدلاف بن طابخ بن جاحم بن ناحش بن ماخي بن عيض بن عبقر بن عبيد بن الدعا بن حمدان بن سنبر بن يثربي بن يحزن بن يلحن بن أرعوى بن عيض بن ديشان بن عيصر بن أفناد بن

Putra Aceh Tenggara Pertama Ke Mesir

Dr. H. Bukhari Husni, MA Daud Farma P ada tahun 1978 Masehi buya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tuanya. Buya adalah asli putra daerah Kuta Cane  Aceh Tenggara dan yang pertama kali belajar ke Mesir. Di masa beliau seluruh mahasiswa Aceh di Mesir hanya ada enam belas orang ketika itu. Dua di antaranya adalah; Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim, MA. Guru Besar UIN Ar-Ranniry dan Anggota MPU Aceh (Untuknya, al-Fatihah). Prof. Dr. H. Azman Ismail, MA. Ketua Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Ketua Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman-Banda Aceh. Buya tinggal di Gamalia, tidak jauh dari masjid Sidna Husain. Buya sempat bertalaqqi kepada Syekh Sya'rawi yang ketika itu mengajar di masjid Sidna Husain.  Sewaktu menemani beliau berkeliling sekitar Kairo, buya banyak bercerita bagaimana keadaan Kairo 43 tahun silam. Misalnya ketika kami tiba di Darrasah, beliau hampir saja tidak mengenali titik-titik yang kami lewati. Telah berubah delapan puluh persen dari segi bangunannya

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan.

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan (Resensi Novel Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami Ganjavi) Diresensi oleh: Daud Farma.   Judul: Laila Majnun Penulis: Nizami Penerjemah: Dede Aditya Kaswar Penerbit: OASE Mata Air Makna Tebal: 256 halaman Cetakan ke: XII, Juli 2010 “Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan  ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku, akalku, juga tubuhku. “Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian, cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku. Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligu