Langsung ke konten utama

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

di Tepi Sungai Dajlah Karya Buya Hamka




Mungkin, bagi peminat sejarah tidaklah membosankan jika membaca buku sejarah yang di dalamnya dipenuhi angka-angka. Tapi bagi yang tidak minat, hal itu amat sangat membosankan, bahkan di-skip! Tapi indahnya, di dalam buku karya Buya Hamka ini, ( di Tepi Sungai Dajlah), Buya Hamka mengajak kita berjalan-jalan, mengeliling kota Baghdad (Irak), dengan traveling ini beliau menyuguhkan sejarah kota Baghdad. 

Ini buku sejarah, tapi cara penulisan Buya Hamka seakan kita sedang membaca novel, asyik! Walaupun tidak ada kejadian yang menegangkan, bikin mewek, romantis seperti novel, tetap ini adalah buku yang bikin semangat terus membacanya sampai akhir halaman. Value-nya tentu sejarah, nuasa islam kejayaan kota Baghdad hingga runtuh, tumbang!⁣
"Baghdad jatuh bukan karena kesalahan orang lain, melainkan karena pengkhianatan dari wazir sendiri, wazir yang bernama al-Alqami. Kelemahan bukanlah terletak pada senjata dan persiapan-persiapan alat perang, melainkan terletak pada jiwa jiwa penduduk Baghdad sendiri." ⁣
"Hebat dan ngeri kita membaca tarikh bagaimana perlakuan yang diperbuat oleh para tentara biadad itu (tentara Mongol)  di kota Timur yang lebih dari 500 tahun memegang kemegahan. Dengan senjata terhunus, mereka berlarian laksana serigala lapar ke segela lorong, jalan raya, rumah, bahkan ke dalam istana raja. Kemudian, mereka merampas, merampok, dan menyamun.  Bibliotek (perpustakaan) Baghdad yang sebesar-besarnya pada zaman itu habis dibongkar dan kitab-kitabnya diangkut dengan sorak riuh rendah ke tepi Sungai Dajlah. Kemudian, dihanyutkan ke sungai itu sehingga hitam airnya karena lunturan tinta dari kertas. Isi istana, kekayaan istana, emas, intan, barang perhiasan, sutra dewangga, bahkan apa pun yang mereka temukan diregang dirampas. Perempuan-perempuan diperkosa, perhiasan mereka diambil, direnggut subang dari telinganya, dan dipatahkan gelang dari tangannya. Setelah itu, mereka dibunuh. Siapa pun orang yang bertemu di tengah jalan tidaklah lepas dari sembelihan. Tidak ada yang sanggup melawan karena semangat penduduk telah patah, ketakutan telah menjadi penyakit umum. Empat puluh hari lamanya kota itu, "dihalalkan".  Hal. 27-29.⁣
 Di Tepi Sungai Dajlah merupakan sebuah karya Buya Hamka yang berbentuk sejarah dan travelog.⁣
Buku ini padat dengan kisah sejarah yang membuka mata. Aku pun sangat kagum dengan seni/cara kepenulisan Buya Hamka meyusun setiap bab di dalam buku ini.⁣
Sela masanya kemas. Umpama beliau membawa pembacanya mengembara lebih 1,000 tahun menyelusuri sejarah Kota Baghdad.⁣
Dari sejarah awal Tamadun Mesopotamia (Kota Babilonia), terus sejarah Rom dan Parsia, kemudian kerajaan-kerajaan Islam (Bani Umayyah dan Abbasiyyah), hingga sampai ke kerajaan Mongol, Bangsa Turki, kemudian  kerajaan Irak modern.⁣
Travelog Buya Hamka hanya berisi (kurang lebih) 30% saja dari isi buku ini. Selebihnya adalah mengenai sejarah Baghdad dan Irak.
Isi buku ini adalah mengenai pengalaman beliau sewaktu mengembara ke Kota Baghdad, Irak pada sekitar Oktober 1950 M.⁣
Setelah menamatkan buku ini, jadi berkeinginan bisa melancong ke Baghdad seperti Buya Hamka. Bedanya buya Hamka telah dari jauh hari membaca tarikh-tarikh kota Baghdad, aku sambilan bawa buku beliau ini saat keliling kota Baghdad, duh keinganan.😭😁 Memang ya, buku itu menginspirasi!⁣
"Ketika itu, kira-kira jam 10 pagi, Ahad, 20 Oktober 1950 M, dan langit lazuardi yang berwarna belau (biru pekat) tidak sedikit pun dilindungi awan, saya berdiri di tepi Sungai Dajlah yang mengalir tenang dan diam, keruh serta penuh rahasia. Saya bermenung melihat airnya mengalir membiarkan khayal saya menjalar dan melayang dalam lembar-lembar sejarah masa lalu, serta mengingat hubungan perjuangan Islam dan kemerdekaan tanah air saya dengan sejarah yang terjadi di tepian dua sungai yang telah banyak melukiskan sejarah, yaitu sungai Dajlah dan sungai Furat." -Buya Hamka. Hal. 35.⁣
Perang di Karbala begitu rapi tersusun dituliskan Buya Hamka dalam buku ini.⁣
Setelah baca buku ini, jadi ingin membaca semua buku nonfiksi Buya Hamka, banyak hikmah di setiap tulisan beliau. MasyaAllah.⁣
Menambah wawasanku tentang paham syi'ah. Sambil baca tak jarang berujar, "Owh gitu ya, Buya." Juga sesekali buka Google untuk melihat foto-foto nama tempat yang beliau sebutkan. Penasrasan: bagaimana tempat itu saat ini?⁣
Buya Hamka, masyaAllah, ya! Paham sejarah dan politik islam. ⁣
Melakukan traveling dengan kemewahan harta memang bahagia, namun alangkah hebat dan bahagianya ketika di kepala kita tersusun rapi sejarah-sejarah tiap tempat yang kita kunjungi. Buku tipis ini sudah cukup banyak lengkap dituliskan Buya Hamka sejarah negeri Baghdad.⁣
Perjalanan Buya Hamka ke Baghdad dilakukan belum lama setelah Indonesia. Bahkan rihlah ini adalah bentuk menyempurnakan nazar beliau karena Indonesia merdeka.⁣
Buya Hamka tidak hanya paham sejarah, tapi hafalan beliau pun luar biasa tentang nama-nama tokoh pahlawan sejarah, para raja-raja dan tahun-tahunnya,  "Kawan saya pun, Jamal Syauqi, tercengang mendengarkan saya menceritakan raja-raja itu yang saya hafal seperti hafalan putra Irak sendiri." Hal. 127. ⁣
Bagi Anda yang telah membaca novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka'bah, jadi jangan ragu menjadikan buku ini sebagai bacaanmu di akhir pekan, sebab beda cara penulisannya dengan yang ditulis oleh sejarawan. Sekali lagi, ini adalah buku traveling. Buku ini ibarat membaca buku sejarah islam setebal seribu halaman namun disajikan secara 'ringkas' namun padat dalam buku tipis ini.  Soal penceritaan beliau usah diragukan lagi.⁣

Buya Hamka orang alim ulama, pahlawan, nasionalis, tasawuf, pemikir dan juga sastrawan. Jujur ya, jadi ingin membeli semua buku karya beliau, lalu membacanya di setiap akhir pekan dalam kamar sambil ngemil Kentalub (melon jingga) dan buah Anggur, buah yang cocok sekali untuk musim panas ini. Tahulah, Anggur di sini (Egypt) sangatlah murah. Masa jadi mahasiswa adalah masa yang punya kesempatan untuk membaca buku sebanyak-banyaknya! ⁣
Buya Hamka adalah tamu bagi Irak pada masa itu. Beliau sangat dimuliakan di Irak. Beliau datang ke istana kerajaan, menulis nama di buku tamu dan bertemu raja dan ratu. Beliau dikenal sebagai orang alim, wartawan, penulis, pejungga.⁣ Di halaman terakhir buku ini pun ada syair beliau untuk Baghdad sebagai kenangan. Syairnya menggugah hati dan jiwa.
Begitulah ulama yang penulis. Kenangannya tidak hilang ditelan zaman, beliau menuliskannya untuk dibaca anak cucunya se-Indonesia. Bahkan bisa jadi, kalau buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, betapa senangnya orang Irak saat ini negerinya pernah dikunjungi sosok alim ulama dari Indonesia dan menuliskan sejarah negeri mereka (Baghdad).⁣
Jadul buku ini pun seperti judul novel, jujur ya, kukira awalnya buku ini adalah novel. Judulnya sangat menarik hati pembaca untuk diambil dari rak buku lalu dibuka dan dibaca. Setelah dibaca, ternyata memang isinya pun luar biasa! Berasa baca sejarah bangsa Arab dari zaman nabi Muhammad hingga raja Faisal II di Irak. Menarik dan mengharukan.⁣
Buku tipis ini tidak boleh dibawa asal ngebut membacanya, karena isinya agak berat, beda sekali dengan baca novel. Kalau novel setipis ini maka tidak sampai sehari sudah selesai, tapi buku ini perlu kiranya dua hari walaupun cuma 174  halaman. Tidak bisa diselang-selingi dengan membalas chat WA di tengah paragrap, harus diulang dari awal paragrap, kalau ambyar, ulang dari awal bab.😅😁⁣
Bebahagia dan berbangga hatilah orang Minangkabau, pun berbagahagialah kita orang Indonesia mempunyai tokoh alim ulama yang bacaaannya banyak dan penulis, pujangga pula! MasyaAllah, Buya Hamka.⁣
 ⁣
Setelah baca buku ini, jadi ingin baca juga buku sang diplomat ulung Indonesia: Haji Agus Salim, tentu kalau seperti buku ini cara penulisannya, sangat menarik untuk ditamatkan.😅👌⁣
 ⁣
Yang disuguhkan dalam buku ini ada tiga bagian:⁣
Pertama : Sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah memerintah Kota Baghdad.⁣
 Kedua : Mengenai madzhab Syiah dan sejarah mereka.⁣
Ketiga : Travelog Buya Hamka sepanjang beliau berada di Baghdad.⁣
Darrasah-Kairo, 27 Juni 2020.⁣
#DaudFarma⁣



Komentar

Yang populer dari blog ini

Bulan Madu di Surga

"Bulan Madu di Surga"  -Perfect Wedding- Oleh: Muhammad Daud Farma. Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".  Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!". Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia me

Inginku Mondok!

Inginku Mondok Daud Farma Aku orang  Kuta Cane, kabupaten Aceh Tenggara. Daerahku tidaklah sekecil jika aku berdiri di atas gunung yang tinggi lalu memandang ke bawah dan tampaklah hamparan rumah-rumah seakan bisa aku jengkali dengan jariku, tidak, tidak begitu! Bila saja aku mau mengelilinginya, seharian naik motor memang cukup tetapi tidak semua desanya bisa aku datangi satu-persatu. Jadi cukuplah kuakui bahwa daerahku memang luas sebenarnya walaupun dikelilingi gunung.  Aku tinggal di desa Alur langsat, kecamatan Tanoh Alas kabupaten Aceh Tenggara Kuta Cane-Aceh-Indonesia. Untuk sampai ke desaku, kamu mesti melewati jembatan tinggi yang melentang di atas sungai Alas, yang menghubungkan timur dan barat Gugung dan Ncuah menurut suku daerah yang kami pakai.  Sungai Alas adalah hadiah terindah yang Allah berikan pada daerah kami, daerah yang semboyannya: hidup di kandung adat, mati di kandung hukum, yang tak lebih tak kurang artinya bahwa Kuta Cane Aceh Tenggara adalah daerah yang kenta

Pulang Kampung (catatan panjang Anugerah Sastra VOI 2019)

Oleh: Daud Farma Bakda zuhur aku siap-siap. Aku mandi dan mengenakan pakaian. Atasan rambut sudah pangkas rapi, kemeja ungu lavendel masuk dalam celana, dan jas hitam. Bawahannya celana panjang hitam dan sepatu hitam. Setelah semuanya siap, aku periksa lagi barang-barang bawaanku dalam koper. Semuanya telah lengkap. Kemudian periksa dokumen penting. Tiket dan paspor yang juga telah masuk ke dalam tas. Temanku Dafi memesan Uber. Tidak berapa lama Uber datang. Karena tidak muat satu Uber kami pun pesan dua Uber. Dafi, aku dan dua orang dari adik-adik kami satu mobil. Adapun Ahmad berempat di Uber satunya lagi. Kurang lebih empat puluh menit kami tiba di Bandara Kedatangan Dua Internasional Kairo khusus penerbangan luar negeri. Aku bayarkan ongkos Uber 110 Pounds Mesir lalu kami turunkan koper. Kami pun foto-foto. Semuanya pada update status, juga disebar di group kami. Kebiasaan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kalau ada yang balik kampung sudah pasti banya

NASAB NABI

نسب النبي صلى الله عليه وسلم و أسرته. لنسب النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثة أجزاء: جزء اتفق على صحته أهل السير والأنساب، وهو إلى عدنان، وجزء اختلفوا فيه ما بين متوقف فيه، وقائل به، وهو مافوق عدنان إلى إبراهيم عليه السلام، وجزء لانشك أن فيه أمورا غير صحيحة، وهو مافوق إبراهيم إلى آدم عليهما السلام، وقد أسلفنا الإشارة إلى بعض هذا، هناك تفصيل تلك الأجزاء الثلاثة: الجزء الأول: محمدُ بنُ عبد الله بنِ عبد المطَّلب - واسمه شيبةُ - بن هاشم - واسمه عمرو - بن عبد مناف - واسمه المغيرة - بن قصيّ - واسمه زيد - بن كلاب بن مرَّةَ بن كعب بن لؤيّ بن غالب بن فِهْرٍ - وهو الملقب بقريش، وإليه تنتسب القبيلة -بن مالك بن النضر - واسمه قيس - بن كنانة بن خزيمة بن مدركة - واسمه عامر - بن إلياس بن مضر بن نزار بن مَعَدِّ بن عدنا. الجزء الثاني: ما فوق عدنان، و عدنانُ هو ابن أدّ بنِ هميسع بن سلامان بن عوص بن بوز بن قموال بن أبيّ بن عوام بن ناشد بن حزا بن بلداس بن يدلاف بن طابخ بن جاحم بن ناحش بن ماخي بن عيض بن عبقر بن عبيد بن الدعا بن حمدان بن سنبر بن يثربي بن يحزن بن يلحن بن أرعوى بن عيض بن ديشان بن عيصر بن أفناد بن

Syekhuna Sya'rawi

Syekh Muhammad Metwalli al-Sha'rawi Sejak pertama kali saya menuntut ilmu di negeri para ambiya', negeri para ulama, negeri Al-Azhar Al-Syarif, saya begitu sering mendengar nama Syekh Sya'rawi disebutkan orang-orang sekitar saya.  Baik teman-teman sesama pelajar ataupun orang Mesir di wilayah saya tinggal dan yang saya temui-berpas-pasan di jalan, di kendaraan umum, jumpa di masjid, warung-warung kecil, mall, di ibu kota, di pelosok desa, di tv, di radio, di dinding-dinding segala bangunan, di banyak tempat dan kesempatan.  Nama Syekh Sya'rawi terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa akrab di hati dan jiwa. Siapakah beliau sehingga begitu cintanya masyarakat Mesir kepada Syekh Sya'rawi? Nama lengkap Syekhuna: Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi.  Lahir pada tanggal 15 April 1911, di desa Dakadus (دقادوس) , Mit Ghamr (ميت غم  ) , Ad-Daqahliyah ) (الدقهلية)  , Mesir provinsi Tanta (طنطا).  Beliau merupakan ulama mujadid pada abad ke 20. Pen

Putra Aceh Tenggara Pertama Ke Mesir

Dr. H. Bukhari Husni, MA Daud Farma P ada tahun 1978 Masehi buya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tuanya. Buya adalah asli putra daerah Kuta Cane  Aceh Tenggara dan yang pertama kali belajar ke Mesir. Di masa beliau seluruh mahasiswa Aceh di Mesir hanya ada enam belas orang ketika itu. Dua di antaranya adalah; Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim, MA. Guru Besar UIN Ar-Ranniry dan Anggota MPU Aceh (Untuknya, al-Fatihah). Prof. Dr. H. Azman Ismail, MA. Ketua Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Ketua Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman-Banda Aceh. Buya tinggal di Gamalia, tidak jauh dari masjid Sidna Husain. Buya sempat bertalaqqi kepada Syekh Sya'rawi yang ketika itu mengajar di masjid Sidna Husain.  Sewaktu menemani beliau berkeliling sekitar Kairo, buya banyak bercerita bagaimana keadaan Kairo 43 tahun silam. Misalnya ketika kami tiba di Darrasah, beliau hampir saja tidak mengenali titik-titik yang kami lewati. Telah berubah delapan puluh persen dari segi bangunannya

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan.

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan (Resensi Novel Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami Ganjavi) Diresensi oleh: Daud Farma.   Judul: Laila Majnun Penulis: Nizami Penerjemah: Dede Aditya Kaswar Penerbit: OASE Mata Air Makna Tebal: 256 halaman Cetakan ke: XII, Juli 2010 “Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan  ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku, akalku, juga tubuhku. “Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian, cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku. Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligu