Saya sejak 2015 hingga tahun ini masih aktif mengirim tulisan ke Islampos. Tidak pernah absen. Macam-macam kolom yang saya isi; renungan, opini, syi'ar, review buku, jodoh dan cerita pendek. Pernah beberapa kali mengirim resensi buku/kitab tetapi tidak dimuat, sebab terlalu banyak words/kata sedangkan Islampos maksimal dua sampai empat halaman Mc Word saja.
Biasanya kalau telah di-publish ke Islampos, website lain juga me-repost. Dari dulu sampai sekarang tulisan saya yang banyak dibagikan pembaca Islampos ialah tentang renungan dan jodoh.
Proses kreatif dan produktif menulis tiap orang berbeda-beda, saya pribadi melalui halaman Facebook, Blog, RRI dan Islampos dan dua tahun belakangan ini juga aktif di platform Kwikku.
Sebenarnya pernah ingin berhenti menulis, tidak mau lagi menulis apa pun, namun kennyatannya proses kreatif yang telah lama diasah sejak bertahun-tahun-sejak SMP, seakan tidak siap mengakhiri jiwa dan semangat menulis saya. Ada ide terlintas di akal, terdengar di telinga, terlihat dengan mata dan tersinggah di hati, selalu saja ingin saya tuliskan. Learning, searching, writing, and sharing.
Penulis yang baik ialah menjadi first reader and first editor untuk tulisannnya sendiri. Periksa kembali page, alinia, paragraf dan diksi Anda.
Bagaimana cara mengetahui tulisan Anda dimuat di Islampos? Follow FP-nya, nanti lewat di beranda Anda, atau check di website-nya.
Kesan pertama kali saat tulisan Anda lewat, be like: Olala, esta es mi escritura, verdad? Ah, sí, claro.
Genre tulisan seseorang akan terus berubah, tidak terpaku pada satu genre. Sebab ide itu adalah bervariasi. Kepala manusia bisa menyimpan banyak hal, hanya saja tinggal menyesuaikannnya dengan apa yang Anda pelajari, tekuni, tuntutan lingkungan, pengalaman, kemudian seterusnya dan sebagainya.
Ya, kan, barangkali suatu saat nanti ada orang yang otaknya baru tercemari virus wahabi lantas mengusik saya, makin kurang ajar, merasa paling benar, mudah kali memasukkan saya ke nereka, cuma dia aja yang paling nyunnah padahal lidahnya pun malas bershalawat, melarang amalan-amalan tambahan yang berpedoman padahal ia sebenarnya adalah orang malas ibadah. Ada yang masuk suluk lalu berdzikir dan bershalawat beribu kali, menghadiahkannya kepada si fulan dan fulan, tapi malah dimasukkan wahabi ke nereka. Kalau tidak mampu beramal tambahan sebanyak itu, malas dzikir beribu kali, mending ngaku malas saja, jangan berucap bidh'ah, dhalalah, finnar. Barbar sekali Anda, Mas Bro.
Terakhir, "Jangan malas membaca dan jangan lupa berkarya."
Berikut ini tulisan saya yang terbaru di Islampos.
Happy reading, Kawan.
Komentar
Posting Komentar