Oleh: Daud Farma
Sebulan sepekan yang lalu temanku mudik ke Aceh, tepatnya di Kuta Cane Aceh tenggara, daerahku itu!
"Terkejut aku tiba-tiba temanmu datang ke rumah. Kenapa tidak bilang-bilang kalau temanmu pulang?" Kujelaskan pada ibu; "Karena memang aku tidak ada kiriman untuk ibu. Jadi anggap sajalah kedatangan temanku itu kejutan dariku."
"Kau mau dikirimi apa?" tanya ibu.
"Aku mau kue lebaran buatan ibu, sudah hampir empat tahun tidak kumakan,"
"Itu saja?"
"dan juga tempoyak, daun jeruk purut dan daun salam untuk penyedap masakanku. Di sini harga satu daunnya seribu rupiah."
"Mahal betul lah itu!" heran ibuku.
Dini hari pukul 12 malam Cairo Local time temanku tiba. Kami teriak-teriak memanggil namanya. Sehingga ribuan mata para penunggu tertuju menatap kami, kami pun pelukan seakan sudah lama sekali tidak bertemu padahal dia cuma liburan sebulan. Mereka terharu melihat kami bahagia, kami tertawa lantaran ribuan mata itu masih melirik kami sedari tadi, haha kami berlebihan.
Begini sudut pandangku terhadap kiriman dari kampung halaman, dari ibuku; "Kiriman ibuku ibarat tamu istimewa. Ia mesti dijemput ke bandara, mesti di sambut dan dimanja. Tidak boleh langsung dibuka dan dimakan di bandara, harus sampai dulu di kamar dan dinikmati bersama." Namun karena perut kami melilit menahan lapar sebab dua jam menunggu teman yang sedang antri di imigrasi, jadilah kami buka Bika Ambon yang terkenal dari medan itu, kiriman dari teman, sekali lagi bukan kiriman ibuku. Kan tadi sudah kukatakan, kiriman ibu mesti tiba dulu di kamarku, Kawan! Sudah tentu aku minta dikirimi ibu masakannya kalau saja ada adik kelasku yang tidak jauh dari kampungku lulus ke Mesir. Tahun lalu ikan yang dikeringkan di atas api, dan tempoyak. Duh nikmatnya!
Tahun ini tidak ada yang ikut seleksi kemari, jadilah lewat temanku yang mudik. Humm, thankyou ibu!
#DaudFarma
Kairo, 25 Juli 2018.
Komentar
Posting Komentar