Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara. Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong...
Berbobot, kok!
Seorang senior bilang, "yang telah pulang tak satu pun berbobot!"
Berbobot itu memang beda versi, ada yang menganggap dirinya sudah berbobot ketika banyak dapat job, seperti: diundang di suatu acara dan diminta memimpin do'a, jadi juri al-Quran, ceramah, khutbah, dan sebagainya. Semakin diundang menganggap diri sudah semakin berbobot, sebab berguna bagi masyarakat. Padahal sebenarnya, hal itu pun belum berbobot. Sebab seharusnya level alumni Timteng ya beda dengan ustadz yang alumni pondok. Kalau sekedar peran yang saya sebutkan di atas sudah dianggap berbobot, berarti tak ada bedanya dengan yang alumni pondok, bahkan yang masih mondok pun banyak dapat panggilan; ziarah, takziah, do'a, ceramah, khutbah dll.
Lalu bagaimana seharusnya ukuran berbobot alumni Timteng? Seharusnya ya seperti yang dilakukan masyayikh: buka pengajian kitab-kitab sesuai urutannya, mulai dari level pemula hingga level akhir. Kalau tak mampu di bidang lain, setidaknya sesuai jurusannya di kuliah. Masalahnya kan beda, ngaji/talaqqi hampir tidak pernah, sanad-sanad keilmuan dari masyayikh belum ada tujuh sanad, fathul qarib pun belum tamat, ngaji Sittin Masalah pun tak datang, daurah matan Aajurrumiyah yang berkali-kali diadakan masyayikh tidak mau daftar, Aqidatul 'awam bersama syekhuna Hisyam enggan duduk, lalu pulkam, menilai kawan seperantauan tidak berbobot, padahal yang berkata demikian sama saja-sama-sama tidak berbobot.
Rata-rata kita memang hanya menamatkan perkuliahan saja, dapat gelar LC, sedangkan pengajian dengan masyayikh masih jauh tertinggal, bahkan hampir tak pernah wajahnya terlihat di majlis ilmu. Cuma dapat kuncinya: ngerti bahasa arab, bisa baca kitab bahasa arab, bisa cakap dengan orang arab. Namun belum tentu mampu mensyarah kitab, sebab syarah kitab tak semudah ngomong 'amiyah! Apalagi disuruh 'irab, belepotan! Perlu adanya istiqamah bertahun-tahun, duduk bersama masyayikh.
Kalau suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain, dengan kawan seperantaun, lalu nyeletus ini dan itu dengan maksud menilai minusnya saja, maka sebenarnya ia sedang menilai dirinya juga. Sadar atau tidak, sebenarnya sudah sama-sama berbobot, kok! Paling tidak sedang berguna bagi masyarakat, daripada tak pernah tampil sama sekali. Belum tampak di masyarakat bukan berarti tidak berbobot, belum waktunya saja. Setiap orang punya perannya masing-masing, nanti juga bakal mendapatkannya, sabar aja.
Mekkah-Ajyad, Lantai 2 Fajar Badi' Dua, 28/4/23
Komentar
Posting Komentar