Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara. Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong...
Jodoh dan Gemuk
By: Daud Farma
Kita selaku hamba tak mampu menebak takdir dari-Nya. Jodoh itu takdir, kita tidak pernah tau cepat atau lambat ia tiba. Kalau membanding-bandingkan dengan teman-teman seumuran kadang memang terasa lambat, apalagi dengan yang di bawah kita, mereka telah menikah duluan di usia belasan. Namun di saat kita yakin atas takdir dari-Nya maka selalu tiba di saat yang tepat. Karena cepat dan lambat itu hanyalah menurut ukuran waktu kita saja, hakikatnya, pada akhirnya yang telah menikah selalu tersenyum bahagia, duduk manja di pelaminan dengan kekasih halalnya, menerima dengan ikhlas pembagian takdir-Nya tanpa berburuk sangka.
Ngomongin jodoh, pernah jodoh dekat denganku. Bukan orang sekitar yang belajar di satu akademi denganku, dia asli dari daerahku. Dia kuliah di salah satu provinsi negeriku. Kami bertemu, mataku benar-benar melihat elok wajahnya, dia duduk di depanku. Sesekali aku menatap dan menunduk. Perasaanku antara yakin dan ragu. Yakin bisa berumah tangga dengannya sebab dia telah membuka celah bagi harapanku. Ragu karena dia pun sebenarnya sedang saling membagi perasaan dengan orang lain.
Tanda-tanda jodoh benar-benar tidak pernah datang dari sekitarku, hal itu tak lain ialah aku pun tidak pernah memulai yang berada di antaraku. Sebenarnya mereka dekat, mereka peduli, mereka ramah, hanya tak mungkin jika mereka memulai, tentunya harus aku lah. Tetapi entah kenapa hatiku menautkan kasih pada yang di sana. Namanya sering terucap di dalam doa. Tentu pintaku pada-Nya: ya Allah, jodohkan aku dengannya (kusebut nama cintaku). Menyebut namanya setelah nama-Nya sudah biasa kulakukan.
Namun nyatanya dia bukan jodohku. Tahun lalu dia menikah dengan orang luar daerah-yang satu provinsi di tempat ia kuliah dulu. Aku tidak menyalahkan takdir, tidak menyalahkannya apalagi menyalahkan Dia Yang Maha Kuasa. Aku menangis? Hampir saja. Aku sedih? Tentunya. Aku terluka? Hum um iya, walaupun tidak seberapa. Dia bahagia? Haknya. Aku mendoakan mereka di hari-H? Husnuzannya. Aku datang? Aku tak kuasa. Aku ikhlas? Lagi usaha. Aku mengirim kado? Harusnya. Tetapi aku tidak pernah marah pada takdir-Nya. Aku yakin pada-Nya yang masih punya rahasia untukku. Ya Allah, siapa pun nantinya yang Engkau rahasiakan untukku, aku siap dan ikhlas menerima ketentuan-Mu.
Banyak yang bilang: nanti setelah menikah aku bakal gemuk. Semacam syarat bagiku kalau mau gemuk harus menikah dulu. Padahal kalau pun menikah tidak harus gemuk. Sewaktu bertemu kawan lama di jalan: kurus terus, kapan gemuknya? Berasa sama susahnya menjawab dengan pertanyaan: kapan aku menikah? Padahal gemuk dan kurus bukan takdir, melainkan ikhtiar dan pilihan.
Lumrah di kalangan emak-emak Mesir bahwa yang paling gemuk ialah yang paling makmur dan paling bahagia, sekali lagi menurut ibu-ibu di Mesir. Meskipun tidak sedikit yang gemuk duduk di tepi jalan di atas kardus/koran dan mengulurkan tisu demi mendapat belah kasihan dari orang-orang lalu-lalang. Berarti yang gemuk belum tentu bahagia dan yang bahagia dan makmur masih banyak yang kurus-kurus. Mama pemilik rumah kami juga orang berada, makmur dari segi harta tapi dia tidak gemuk. Beliau sedang program diet. Dulu ketika ia pernah gemuk dia malas sekali turun dari lantai empat, sekarang dia sanggup naik-turun tangga dua kali sehari, tapi makannya masih lahap, hal itu terlihat ketika ia mengambil bekal di 'Ammu takur Ibrahim di hari Jumat. Sepertinya usaha diet beliau ialah menuruni dan menaiki tangga-tangga dengan nomor gedung kosong satu flat kosong empat di Darrasah itu. Ke lantai tujuh seratus belasan jumlahnya, beliau setengahnya.
Realitasnya, menikah bukan hanya soal memenuhi syahwat birahi, tetapi juga di antaranya sandang, pangan dan papan. Setelah kita saling memilih dan menerima pasangan kita untuk menikah, tentu segalanya harus disiapkan. Tidak tega sekali nantinya merasakan kesedihan tersembunyi dari istri. Dibalaik cadar kebahagiannya ternyata lara sedang menyiksa jiawanya. Wajahnya tersenyum batinnya merintih melihat keadaan rumah tangga hidup segan mati tak mau , hendak meminjam malu. Meskipun memang rezeki orang menikah lebih dari-Nya dibanding yang masih sendiri. Namun menikah bagi yang modal pas-pasan terlalu memaksakan keadaan melihat sebagain teman-teman kuliah yang sudah menikah duluan.
Rasa-rasanya aku belum siap seperti mereka yang harus: jualan bagasi pulang-pergi Kairo-Indo-Kairo, tinggal di Tabbah karena murah, susah aku move on dari Darrasah. Bekerja di warung makan. Kadang mereka mengajak/mungkin istrinya yang minta ikut ke toko pakaian, mereka memilih model, ukuran, warna dan jumlah pakaian untuk dikirim ke Malasysia dan Indonesia, jarak jalan kaki ke toko lumayan jauh dengan jalan kaki. Hasrusnya bidadarinya itu diam di rumah saja. Bekerja di rumah-rumah orang Mesir sebagai pembersih, Villa dan sebagainya. Hebatnya, nasihat menikah dari yang sudah berpengalaman selalu menyemangati: "Tak pernah terasa lelah di saat kita berjuang untuk yang kita sayang" MasyaAllah. Akankah aku sekuat itu? Masalahnya, keadaan dan mentalku memang belum siap untuk menikah.
Akhirnya, hanya bisa mempersilakan seumuran menikah duluan. Menunggu yang lebih muda. Tidak mengganggunya, mendukungnya hingga menamatkan jenjang pendidikannya. Mencintai yang lebih muda adalah hal yang wajar. Menerima cinta yang lebih tua adalah sikap dewasa. Pilihlah sosok yang bertanggung jawab, merangkul, menjaga, mendidik, mengasihi, menasihati, mengajak dan kebaikan lainnya yang kamu yakin dialah orangnya. Terutama akhlak dan taqwanya. Demikian juga laki-laki, diajarkan melalaui hadist Nabi: yang cantik, yang kaya, nasabnya baik dan karena agamanya.
Jangan mudah digoyahkan oleh omongan orang-orang yang dikenal apalagi tak kenal. Tetap yakin dengan pilihan. Karena tanpa mereka jelaskan pun: ketulusan, hati yang baik, sikap yang santun, jiwa yang ramah, akhlak yang indah, akan ditemani oleh hal yang sama. Yang buruk-buruk akan menjauh dengan sendirinya. Ada saatnya nanti tidak hanya karena rupa, tapi panggilan dari ruhiyah menginginkan dan akan bercondong pada sosok yang punya nilai-nilai kebaikan.
Darrasah-Kairo, 1/02/2021
Komentar
Posting Komentar