Langsung ke konten utama

Unggulan

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub

Menumbuhkan Minat Baca Lewat Fathul Kutub Fathul Kutub adalah salah satu program wajib yang diikuti oleh santri dan santriwati kelas 6 KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Kuta Cane Aceh Tenggara.  Fathul Kutub ialah kegiatan membuka kitab kuning guna membaca dan menelaah serta memperluas ilmu pengetahuan santri tentang kitab turats (kitab klasik karya ulama terdahulu). Kegiatan ini diawali dengan pembekalan oleh al-Ustadz Ahmad Paruqi Hasiholan, S.Pd., selaku direktur KMI Dayah Perbatasan Darul Amin. Selasa malam, 12 Maret 2024. Beliau menyampaikan pentingnya bahasa arab sebagai cikal bakal karena bahasa Arab adalah kunci dalam fathul kutub ini. Kemudian pada Rabu pagi, 13 Maret 2024 kegiatan Fathul Kutub dibuka oleh al-Ustadz Drs. H. Muchlisin Desky, MM., selaku Rais Aam Dayah Perbatasan Darul Amin. Beliau menyampaikan pentingnya sikap tawadhu' atau ilmu padi, semakin tua semakin berisi dan menunduk, dan juga tidak sombong, jadilah pribadi yang selalu merasa diri seperti botol kosong

Kamukah Jodohku?

Oleh: Daud Farma

"Pergi! Aku tidak mau lagi mendengar alasanmu!"

Dengan terpaksa aku pergi meninggalkannya. Walaupun aku sebenarnya tak mampu melangkahkan kakiku. Bagaimana mungkin aku bisa melangkah jauh? Sementara hatiku masih bersamanya? Bagaimana mungkin aku melupakannya? Aku sudah lama menyanyanginya. Bagaimana mungkin aku melukainya? Hatiku masih bersemi dalam dirinya, sungguh aku tidak kuat melukai diriku sendiri. Meninggalkannya sama halnya aku menyiksa diri. Tapi mau tidak mau aku harus menjauh darinya. Walau bagaimana pun aku memaksakan diri mengemis minta maaf, dia sudah tak mau lagi padaku meski dia tahu hatiku di genggamannya dan aku masih mencintainya.
***

Jauh melangkah banyak dilihat, panjang umur banyak dirasa, segumpal hati berbagai perasaan, satu cerita berbagai pristiwa, adakah di sana satu pria yang setia padaku?

"Putus!"
"Nggak mau."
"Putus!"
"Nggak mau!"
"Ya sudah aku tak menganggapmu lagi!"
"Nggak mau!"
"Maaf, aku tidak bisa!"
"Nggak mau!"
"Hubungan kita kucukupkan sampai di sini!"
"Nggak mau! Janganlah begitu!"
"Jangan hubungi aku lagi untuk selamanya!" katanya begitu mudah.

Ini adalah keenam kalinya aku diputuskan. Sudah lebih dua bulan kami kenal dan aku mengajaknya segera menikah.

"Maaf, aku hanya ingin pacaran. Aku belum siap menikah. Lebih baik kamu terima laki-laki lain saja yang sudah siap menikahimu. Maafkan aku karena tidak mengatakan sejujurnya sejak awal."

Begitu pengakuan orang keenam yang kusayangi waktu meneleponku pada malam itu. Aku hanya bisa menangis sendu, ingin kutanyakan kenapa ia tega begitu padaku? Panggilan berakhir dan handphone dinonaktifkan, aku semakin menangis pilu.
***
Dulu putus pertama kali dengan orang yang kusayangi adalah masalah sepele, yaitu: cemburu. Dia melihatku pernah dibonceng anak pamanku. Dia mengira aku selingkuh, padahal dalam keluarga kami belum pernah ada tuh yang menikah dengan anak paman pun sebaliknya. Dan memang orangtua kami tidak pernah berpikiran menjodohkan kami, tapi ia terlanjur cemburu.

"Maaf, Dik. Aku tidak bisa lagi mencintaimu."

Begitu kata yang kudengar dari mulutnya. Kutatap lekat wajahnya, tak lama aku menangis dan pulang dengan linangan air mata. Ia cinta pertamaku, aku berharap dialah yang terakhir dan menikahiku. Tapi karena cemburu dia tak bisa lagi mencintaiku. Berbulan-bulan aku tak dapat lagi mencintai pria lain, juga tak dapat menerima cinta orang lain padaku. Karena aku masih mencintai dia yang memutuskanku, cinta pertamaku yang susah kulupakan itu. Sudah terlanjur tertanam erat dalam hatiku. Sungguh aku tak mampu. Aku ingin sendiri, tidak mau diganggu dan dirayu. Aku sudah trauma, aku tak mau lagi disakiti lelaki lain dengan alasan cemburu kemudian tidak bisa lagi mencintaiku.
***

Putus kedua kalinya. Tidak begitu lama, beberapa bulan kemudian, tak sampai setahun, ada lagi orang kedua yang mampu mengetuk dan membuka hatiku yang sudah lama kukunci. Ia mampu menembus gembok baja hatiku dengan katanya yang begitu menyakinkan. Ia datang dengan sejuta rayuan. Aku pun merespon, mungkin karena aku sudah cukup lama sendirian, kesepian. Hari demi hari kami jalani dengan canda tawa, riang gembira. Belum pernah ia membuatku menangis, belum pernah ia memarahiku, dan belum pernah ia menyakiti perasaanku. Hingga tiga bulan lamanya dia tetap mencintaiku. Namun pada bulan berikutnya aku menerima undangan pernikahannya yang dikirmkannya ke alamat rumahku. Setelah kuterima dari pak pos lalu aku segera ke kamar. Kubaca lagi berkali-kali surat itu, di sana tertulis jelas namanya dan calon istrinya. Namaku? Ada juga namaku, tapi bukan sebagai calon menantu ibunya melainkan untuk menghadiri resepsi pernikahannya. Tak kusadari pipiku basah dengan air mata. Malam harinya kupuasi menangis. Kukunci pintu kamarku agar tak ada yang membujuk tangisku. Pagi harinya aku menghadiri undangannya. Sampai di sana aku disambutnya dan ia berkata terus terang padaku.

"Dua minggu yang lalu orang yang menikah denganku hari ini datang ke orangtuaku bahwa ia hamil dua bulan. Mau tidak mau aku harus menikahinya. Maafkan aku."

Ya aku datang ke pernikahnnya ini, aku memenuhi undagannya ternyata ia hanya ingin mengatakan kata itu padaku, didepanku, terdengar jelas di telingaku, menusuk ke hatiku, mengejutkan jantungku. Padahal kelihatannya ia begitu baik, ia belum pernah berbuat aneh padaku, ternyata ia telah menjahati perempuan lain. Aku bahagia karena ia tak berhasil mengkhianatiku. Sungguh aku sangat menghindari itu. Tak lama aku mendengar kabar dari sahabatku yang perempuan, dia juga kenal dan dekat dengan mantanku itu. Pura-pura ia meminjam handphone untuk menghubungiku, eh katanya di galeri handphone mantanku itu semacam kompleks putri, banyak koleksi photo perempuan lain, gitu!

Kini aku hanya ingin orang yang siap menghalalkanku. Tapi aku tak tahu, mungkinkah di sana ada yang mau padaku? Tanpa pacaran? Ingin segera ke pelaminan?  Kini aku jera, tak mau lagi pacaran walau seribu rayuan.
***
Putus ketiga kalinya. Begitulah hati, mudah berubah-ubah rasa dan perasaan. Aku sudah bertekad kuat tidak mau pacaran, tapi ada lagi orang ketiga yang mencoba pe-de-ka-te-an. Aku begitu lemah, terlalu mudah makan gombalan, terlalu mudah merespon perasaan, hingga kini kami sudah jadian sebulan. Padahal baru empat bulan aku ditinggal nikah oleh mantan. Entah mengapa? Hatiku tak sanggup sendirian. Oh Tuhan, hamba mohon Engkau ampunkan. Sebulan? Bukankah itu lama? Aku merasa lama sebab aku hanya ingin segera menikah, tapi ia maunya jalani saja dulu, menikah urusan jodoh, kalau jodoh ya nikah kalau tidak apa boleh dikata. Begitu bijak ia bicara. Tapi kata bijaknya itu tak mampu menenangkanku ketika ia akhirnya berkata pada minggu berikutnya.

"Aku kuliah di luar daerah. Jaga dirimu baik-baik. Jaga hati, semoga kita jodoh."

Aku hanya bisa berkata :aamiin. Sore itu ia pamit padaku, meninggalkan kenangan lalu kemudian ia pun menembus awan, naik pesawat. Bulan pertama ia di luar daerah, kami masih hangat di chatingan, tiga bulan kemudian ia tak ada kabar. Ah mungkin terlalu tidak baik jika kukatakan ia bosan. Terlalu baik jika kukatakan ia fokus masa depan. Terlalu tak berperasaan jika kukatakan ia tak setia. Terlalu berlebihan jika kukatakan bahwa aku terlalu berharap. Terlalu jahat ia padaku jika kukatakan aku diduakan. Ah sungguh tidak ada harapan lagi, kawan.
***
Putus keempat. Setahun kemudian, aku kembali ditaklukkan. Hatiku dikacaukan perasaanku. Tidak pikir-pikir lagi aku menerima perasaannya, cintanya. Tetapi kemudiat idak begitu lama aku menyimak katanya.

"Kita putus aja!"
"Ya!" kataku segera.

Kenapa? Karena ia suka memaksa dan aku tak suka dipaksa! Ia ingin aku datang ke kosannya. Tak bisa! Sudah cukup hatiku hancur, fisikku jangan! Cinta itu indah bila dilalui dengan hati yang tulus, bukan dengan kemaksiatan yang terjerumus.
***
Putus kelima kalinya. Ini lebih pendek. Waktu jadiannya juga pendek, hanya lewat teman.

"Ya kita jalani dulu. Tapi jangan lama, kalau serius segeralah ke oragtuaku." kataku seminggu awal jadian.
Minggu kedua ia pula yang berkata.
"Aku sibuk. Tak banyak waktu berdua, belum memikirkan nikah. Maaf." katanya via telepon pula. Padahal awal jadian ia yang ngemis minta diterima dan direspon perasaannya. Duh, luar biasa!
***

Kini aku benar-benar sendiri.
Umurku sudah 26 tahun, waktuku habis di-php-in lelaki. Aku disakiti, bukan fisik tapi hati. Sungguh luka fisik bisa sembuh dengan hitungan hari, tapi luka hati? Siapa yang hendak mengobati?
Kini aku baru menyesal. Kenapa aku begitu mudah menanggapi perasaan orang lain? Kenapa aku begitu mudah ditaklukkan? Kenapa aku mau pacaran? Toh akhirnya aku sendirian. Teman-temanku yang pacaran ada yang berhasil hingga ke pernikahan. Sedangkan aku? Masih sendirian, belum punya pasangan. Kenapa dulu tak sadar waktu pertama kali disakiti? Kenapa tidak jera? Kenapa dulu mau menerima semua gombalan? Rayuan? Ah, hanya ada satu jawaban: aku pikir ada yang membawaku ke pelaminan. Ternyata tidak. Tidak jodoh, hanya itu yang dapat aku katakan.

Sudah dua tahun aku sendiri. Sudah kubulatkan tekad hanya menanti orang yang tepat, di rumah, ibadah, ikhlas lillah. Aku mulai membenahi diri. Memakai hijab. Sesekali aku berdiri di depan cermin, tampak anggun wajahku dengan penampilan baru. Hijab menutupi auratku, rambutku. Aku mengenakan pakaian besar. Kalau ada orang yang pertama kali melihatku, kalau dilihat dari pakaianku mereka sering bertanya padaku.

"Alumni pesantren ya Mbak?"
Aku hanya bisa tersenyum dan berlalu. Kalau mereka melihat dari wajahku, apalagi tahu umurku dua puluh enam tahun, mereka pun bertanya:

"Mau kemana Buk?"
"Mau kemana Ustadzah?"

Padahal aku ini tidaklah sebaik itu. Tapi aku terus menjaga diri, menjaga pandangan, menjaga perasaan, menjaga hati. Sejak aku berhijab, aku belum pernah lagi mendengar rayuan lelaki. Kulihat orang yang tak kenal denganku begitu segan. Kulihat orang yang sudah lama mengenalku begitu sopan, sungguh hijab dan semua pakaian dan sikapku sendiri telah merubah kondisiku. Aku begitu dihargai, dihormati. Aku bahagia sekali.
***
Setahun kemudian, kini umurku sudah dua puluh tujuh tahun. Di kampungku akulah ketua gadis perawan. Kalau dilihat dari wajahku, belum ada yang memanggilku perawan tua. Kalau dilihat dari pakaianku sudah ada yang memanggilku ibu muda.

Bangun pagi, aku membuka handphoneku. Aku membuka wattpad-ku, kulihat di karyaku yang ke 10, ada pria yang mengomentarinya:

"Bagus, Ukhty! Semangat berkarya. Lanjutkan!"

Begitu isi komentarnya. Hahaha, aku hanya bisa tertawa. Pagi-pagi begini aku sangat bahagia. Baru kali ini ada yang memanggilku ukhty, aku pun baru tahu arti ukhty itu dari adik sepupuku yang alumni pesantren. Dia tidak memanggilku ukhty, tapi kakak. Sering ia kudengar menelepon dengan temannya dengan sering menyebutkan kata ukhty, lama-lama aku tahu maknanya. Maklum, aku sekolah umum, aku anak SMA.

Tulisanku yang dikomentari itu jugalah pengalamanku yang selama ini disakiti lelaki. Aku pernah ditinggal nikah, aku pernah LDR, aku pernah diputusin karena cemburu, aku pernah diputusin dengan alasan sibuk, dan aku pernah diputusin dengan alasan tak siap menikah ketika kuajak menikah. Aku hanya ingin berbagi pengalaman pada orang lain lewat tulisan.

Aku cheek di inbox whatsapp, ada pesan baru masuk dari nomor yang tak tersimpan. Tentu itu nomor baru. No whatsappku aku sertakan di profil wattpad-ku. Isi inbox sama dengan yang di komentar itu. Lama-lama dia berkata terus terang. Aku merespon?

Begitulah awal aku menemukan orang ketujuh. Sering cahtingan, balas-balasan, dan tak lama kami jadian. Dia jugalah sahabatku waktu kecil. Dia sejak SMP tinggal di pesantren hingga kuliah pun tinggal di pesantren yang juga di luar daerah. Tiga tahun sekali ia pulang. Sudah dua kali ia pulang tapi belum pernah aku kagum padanya dan ia juga tak pernah membuatku kagum padanya. Tapi kini ia telah selesai kuliah dan sedang berlibur untuk ketiga kalinya. Umurnya sama dengan umurku dan ia juga belum menikah. Temanku waktu kecil, anak kampung sebelah. Tidak pernah aku suka dengannya dan ia pun tak pernah suka padaku. Singkat cerita ia berkata padaku lewat telepon.

"Aku mau Ukhty jadi istriku."

Aku senang? Jawabnnya: banget!!! Kenapa? Sebab belum pernah ada lelaki yang berkta ingin menjadikanku istri. Enam lelaki mantanku mereka hanya pernah jadi pacar. Tapi dia? Ingin menjadikanku istri? Ya Allah, angin surga darimanakah lagi yang Engkau hembuskan padaku?
"Jangan ditunda-tunda lagi ustadz." jawabku. Hanya itu yang mampu kuucapkan. Lalu obrolan pun bersambung lewat inbox. Cahtingan. Aku sudah mau dan dia pun mau. Tinggal ia menyampaikan kepada kedua orangtuanya. Aku menunggu jawabannya.
***
Dua hari kemudian, pukul tujuh malam setelah shalat magrib. Pintu rumah kami diketuk. Ibuku membukakan pintu. Kulihat ibunya datang menemui ibuku. Mereka duduk di ruang tamu. Lalu aku dipanggil ibu untuk bergabung.

"Maaf, maaf sekali. Anakku Qurtubi sudah kami jodohkan dengan orang lain dan dia belum tahu. Sengaja belum kami beritahu agar ia fokus dulu belajar. Dan sekarang ia sudah tamat dan ternyata ia juga mencari jodohnya, dan Qurtubi menemukan yang cocok untuknya. Tadi siang ia cerita padaku bahwa ia dan Qurratul Aini sudah saling mau dan ingin menikahi Aini. Tapi maaf, dia tidak bisa menikah dengan Aini karena sudah kami jodohkan dari jauh hari dengan perempuan lain. Sekali lagi maaf, Buk, maaf juga Aini. Semoga kamu menemukan lelaki shalih dan juga baik."

Begitu kutipan singkat kultum ibunya di depan ibuku, di depanku. Setelah ibunya pulang, aku ditanya ibu.

"Kapan kamu mulai dekat dengan Qurtubi Nak?"
"Dia yang mulai mau padaku Mah."
"Yang sabar Nakku. Jodohmu pasti datang."
"Amiin, makasih Mamaku."

Lalu aku masuk ke dalam kamar. Aku menangis? Tidak, sudah cukup banyak aku menangis walaupun air mataku masih banyak dan tak kunjung habis. Tapi air mataku sendiri tak jatuh walau satu tetesan, mungkin mataku sudah bosan mengeluarkan sumur derita. Kini kukuatkan diriku dengan lima kata: Apa boleh buat, nggak jodoh.
Aku menunggu panggilan telepon dan inbox dari Qurtubi, mungkin ia minta maaf atas keterburu-buruannya telah berkata ia cinta kepadaku, tapi tidak ada inbox masuk maupun telepon. Ya sudah, urusan jodohku kuserahkan pada Allah Subahanahu Wata'ala.
***
Seminggu kemudian, aku sedang menyapu halaman rumah. Datang satu mobil sedan dan parkir di halaman yang baru aku bersihkan. Mungkin ini alasan kenapa ibu menyuruhku menyapu rumah tadinya?

Setelah mesin mobil itu dimatikan, kulihat seorang ibu yang seminggu lalu turun dan memakai pakaian baru dan bagus. Kulihat Qurtubi dan ayahnya serta dua lelaki lainnya. Aku langsung menduga bahwa ini adalah undangan spesial untuk menghadiri acara nikahnya Qurtubi, mungkin dengan meminta maaf dulu padaku yang mereka kira aku tersakiti, padahal tidak, aku sudah kebal disakiti. Aku belum mandi, tapi harus menerima tamu. Kupersilakan semuanya masuk, ibuku menyambut tamunya dengan hangat dan senyum gembira. Aku juga heran ibu bisa gembira begitu? Padahal ibunya Qurtubi sudah menolakku di depannya minggu lalu, ibuku pandai menyembunyikan masa lalu. Setelah kuhidangkan teh, ibu menyuruhku duduk. Lima belas menit basa-basi dan aku juga tak begitu menyimak. Aku banyak menunduk. Dan...

"Tujuan kami ke sini ingin melamar Qurratul Aini untuk jadi istri anak kami Qurtubi." kata salah seorang pembicara. Air mataku kembali mengalir. Air mata sakit? Bukan!!! Tetapi air mata haru, air mata bahagia. Aku bersimbah ke pangkuan ibu, menangis bahagia karena kejutan mendadak yang tak aku tahu. Ibu pun tak memberitahuku.
Tidak lama, kudengar alasan: ternyata orang yang dijodohkan ibunya Qurtubi belum mau menikah. Masih ingin kulaih dulu, lagipula baru lulus pesantren.
Apakah Qurtubi jadi menikahiku?
***

Sepekan setelah acara lamaran itu, keluarga Qurtubi datang lagi ke rumahku. Tidak ada kulihat wajah Qurtubi, wajah yang kulihat hanyalah ibunya, bapaknya dan pembicanya minggu lalu. Qurtubi kemana? Entah juga, aku tidak tahu tentangnya. Dua hari ini ia belum pernah mengirimiku pesan whatsapp apalagi panggilan telepon. Mereka bermuka kurang bahagia menatapku dan ibuku.
Kusangka kedatangan mereka membincangkan tentang acara pernikahanku dengan Qurtubi, eh ternyata mau tidak mau aku harus mengembalikan cincin lamaranku yang sudah seminggu terpakai cantik di jari manisku. Aku menangis? Belum, tapi rasanya aku ingin segera berteriak dan menangis sejadi-jadinya. Kata mereka Qurtbi sendiri yang ingin membatalkan lamaran ini, dengan alasan Qurtubi telah mengetahui masa laluku, aku palygirl di matanya. Aku banyak mantan, mantanku enam dan Qurtubi tidak mau dengan orang yang pernah pacaran walaupun sekali! Apalagi enam kali! Begitulah Qurtubi, mungkin ia tidak ikhlas  dengan masa laluku, aku yang pernah dicium oleh mantanku, dicium saja! Kesucianku? Masih aku jaga! Jika Qurtubi mau menikah denganku, aku siap diperiksa suster! Kenapa Qurtubi tidak langsung menanyakannya padaku? Dia takut aku tidak jujur? Akan kujawab sejujurnya! Yang aku sesalkan ialah kenapa membuat keputusan sepihak? Semaunya? Begitukah yang ia pelajari selama studinya? Tanpa tabayyun yang jauh. Aku tetap berusaha tersenyum manis di depan keluarganya. Ibuku? Berusaha senyum semampunya. Tidak lama mereka pun pamit pulang. Cincin itu? Ya dibawa ibunya. Jari manisku? Gatal karena menderita. Hatiku? Perih tak terkira. Mataku? Ingin mengalirkan air duka. Ibuku menangis memelukku. Aku? Haruskah kusebutkan aku menangis pilu? Kebahagian seminggu itu tidak mampu mengobati tangisku. Cincin yang melekat seminggu itu pun tidak bisa membujukku, tidak sebanding dengan nasibku. Malamnya kutelepon Qurtubi. Dia mengangkat panggilanku. Aku masih menangis tapi air mataku tidak keluar, mataku sudah bengkak karena sering aku lap dengan sapu tangan pilu. Aku tidak mampu bicara apa-apa. Qurtubi membujukku? Boro-boro membujuk, dia hanya diam membisu. Lalu tidak lama akhirnya kudengar ia bicara pelan bagai orang hendak merayu.
"Maafkan aku Aini." hanya itu yang kudengar dari suaranya. Lalu panggilanku dimatikannya. Ini adalah putusku yang ketujuh, dengan alasan: Qurtubi tahu masa laluku. Ah, mestinya ia tidak perlu tahu. Ah kamu terlalu buru-buru duhai Qurtubi yang hampir jadi suamiku.
***

Tiga tahun kemudian. Kini umurku sudah tiga puluh tahun, aku belum menikah. Seminggu aku menangisi Qurtubi, seminggunya lagi aku menangisi cincin itu. Sebab cincinya sudah akrab sekali dengan jari manisku. Sudah itu saja. Hanya dua minggu aku menangis. Dalam dua minggu itu, datang seorang teman bercerita kepadaku.

"Kurang lebih sepekan yang lalu Qurtubi dan ibunya datang ke rumahku. Aku sangka ia mengundangku untuk acara nikahnya denganmu Aini. Ternyata eh ternyata ia ingin tahu tentangmu. Ia bertanya banyak hal. Qurtubi ingin tahu masa lalumu. Pendek cerita aku harus memberitahunya semua mantanmu, nama mereka dan alamat mereka. Kalau saja aku tahu begini ujung nasibmu dengannya, aku tidak akan memberitahunya Aini. Aku minta maaf padamu duhai sahabatku."

Apa yang hendak kuperbuat? Dia sahabat dekatku. Lagipula ia tidak salah bercerita, memang aku punya masa lalu yang buruk, aku pernah ciuman. Aku tidak pantas dengan Qurtubi yang tidak pernah pacaran. Aku sadari itu, aku tuh juga tau diri. Tiga tahun belakangan ini aku tidak mau lagi dilamar lelaki walaupun ia melebihi Qurtubi: tampan, baik, shalih dan berilmu. Aku tidak mau! Kenapa? Aku tidak mau menikah? Bukan! Aku tidak mau kejadian kedua kali seperti Qurtubi. Tetapi dari sudut pandang yang lain, aku kagum dengan Qurtubi. Sebenarnya ia baik, ia tidak jadi menikahiku karena ia tahu masa laluku. Andaikan saja aku jadi menikah dengannya, lalu ia tahu masa laluku itu, kemudian aku diceraikannya. Aku kan janda jadinya? Oh terima kasih Qurtubi, kecurigaanmu dengan masa laluku kuterima dengan baik.

Sekarang aku ingin menanti orang yang tepat. Tiga orang yang datang kepadaku mlamarku, aku tolak mentah-mentah. Kukatakan pada mereka: aku tida mau menikah! Aku ingin sendirian sampai tua!. Tanpa pikir panjang mereka minggat begitu saja setelah mendengar jawabanku. Kenapa aku begitu? Karena masih trauma dengan bahagia yang seminggu dulu, tiga tahun lalu. Aku ingin mencari sendiri saja, memilih sendiri. Bila aku sudah dapat yang cocok, maka aku akan menceritakan masa laluku bahwa aku punya mantan tujuh, enam pacaran dan dua orang pernah ciuman denganku, satunya hanya lamaran. Tetapi adakah di sana orang yang ikhlas menerima masa laluku? Aku yakinnya ada, tetapi sepertinya dia juga pernah pacaran. Tidak apa-apa kalau hanya yang begitu adanya, daripada aku jadi perawan tua? Bukan kah sekarang aku sudah dipanggil ibu? Ah nasib.

Aku tetap memperbaiki diri, alhamdulillah hijrahku tetap istiqamah hingga hari ini. Aku menanti dan juga mencari. Sudah tiga yang kutolak, karena suasana hati belum bersemi. Aku mununggu dan memburu. Aku menanti dan mencari. Aku berdoa dan berusaha. Aku memilih dan ingin dipilih orang yang ikhlas. Adakah di sana orang yang ikhlas dengan masa laluku? Kuharap ada. Kenapa? Aku ingin berkeluarga, aku ingin punya anak segera.
***
Tiga tahun lima bulan kemudian. Kini umurku sudah lebih tiga puluh tahun, tetapi belum sampai tiga puluh satu tahun. Jodoh? Akankah aku ini punya jodoh?

"Ya Allah, datangkanlah jodohku. Hadirkanlah pangeranku. Berilah aku imam yang baik dan ikhlas dengan masa laluku. Ampunilah dosa-dosaku ya Allah." begitu doa-doaku dalam tahajudku, maaf aku membeberkan tahajudku. Aku tidak menyerah, aku terus berdoa dan bertawakal padan-Nya. Aku tidak putus asa. Aku yakin bahwa aku tidak mati dalam status perawan tua. Aku yakin pasti ada jodohku.

Seperti biasa, sore hari aku menyapu halaman rumah. Pohon  jambu air yang tumbuh rindang di depan rumahku membuatku rajin menyapu. Haruskah ia kutebang? Tidak! Justeru aku banyak mengambil pelajaran dari pohon jambu itu. Pohon jambu adalah pohon yang baik dan dermawan. Ia mau berbagi air bahagianya melalui buahnya. Pohon jambu itu memberikan air manisnya kepadaku yang pernah kehabisan air mata. Ketika aku murung, galau, pohon jambu pun menjatuhkan daun-daunnya untuk menghiburku. Jujur, ketika aku menyapu daunnya yang berhamburan di halaman rumahku, seketika aku bahagia. Kenapa kok bahagia? Aku tidak tahu, pokonya aku bahagia. Aku merasa dihibur dengan kerasak-keresek daunnya yang kering, itu adalah musik klasik alami penyembuh murung bagiku. Ketika pohon jambu itu berbunga, aku sering duduk dan membaca buku di bawahnya. Para burung-burung berteduh di dahan-dahannya, menggoyangkan bunga-bunganya. Ketika aku dijatuhi jaring-jaring bunganya yang halus dan berwarna pink, seketika aku merasa jadi pengantin baru yang ditaburi bunga-bunga. Ah aku menghayal saja.
***

Beberapa bulan kemudian, kurang dua bulan umurku tiga puluh satu tahun. Aku masih sendiri, belum menikah. Aku tetap tabah, ini adalah ujian.

"Aini?"
"Ya ini siapa? Maaf nomornya baru dan belum tersimpan?"
"Ini aku Qalbi."

Mendengar namanya langsung aku matikan. Qalbi? Tahukah kamu siapa Qalbi? Dia adalah mantanku yang pertama! Dialah orang yang pertama menciumku! Aku benci dia! Gara-garanya aku seperti ini. Andaikan ia dulu setia dan tidak cemburu? Mungkin aku sudah menikah dengannya dan sudah punya anak dua. Tetapi kini ia hadir setelah aku menderita? Tega! Aku tidak mau! Berkali-kali ia menelepon balik aku tidak mau! Kenapa? Karena ia memutuskanku! Dia bukan jodohku! Walaupun ia adalah orang yang paling dekat dan paling baik dengan ibuku, aku tidak mau! Cukup yang dulu saja. Sekarang aku tidak mau lagi mencintainya! Aku tidak mau lagi menerima panggilannya malam itu. Aku matikan handphoneku lalu aku tidur memeluk masa laluku. Kenapa harus kupeluk masa laluku? Harapanku, begitu bangun pagi aku lebih hati-hati dengan masa depanku. Tidak mau, aku tidak mau mengulangi masa lalu!
***

Pagi harinya, jam sembilan pagi, kulihat satu rombongan dengan mobil pribadi berwarna merah memasuki dan parkir di halaman rumahku. Aku tidak keluar rumah, aku mengintip dari balik jendela kamarku. Ketika kulihat Qalbi dan keluarganya yang datang aku segera menutup jendela dan pintu kamarku. Mereka tidak melihatku menutup jendela. Pintu depan tertutup dan aku menemui ibu.

"Kalau ditanya aku ada, jawab tidak ada ya Mah? Please?!"

"Ada apa? Kenapa Nak?"

"Qalbi dan keluarganya datang. Tadi malam dia meneleponku berkali-kali tapi aku matikan. Aku tidak mau bertemu Qalbi lagi Mah! Janji ya Mah jangan bilang aku di dalam kamar?"

"Ya sudah. Masuklah kalau begitu."

Aku pun segera masuk ke dalam kamarku. Aku menutup pintu. Telingaku? Kucoba menangkap dengan sebaik mungkin suara di ruang tamu.

"Assalamu'alaikum.." suara Qalbi, lelaki si pecemburu dulu.

"Wa'alaikum salam.. wah ayo masuk-masuk. Silakan masuk. Bahagia sekali ada tamu sepagi ini." suara ibuku sembari membuka pintu.

"Terima kasih ibuk." sauara Qalbi, mantanku, ih ingin kucubit saja dia.
Tidak lama basa-basi. Kudengar suara ibunya.

"Anak kami Qalbi. Baru menyelesaikan masternya di Jerman. Baru balik empat hari yang lalu. Rencananya mau lanjut lagi S3 di sana. Dan katanya ia mau menikah dulu dan membawa istrinya ke sana. Ketika kami tanyakan sudah ada belum yang cocok? Katanya sudah ada dan kami diajak kemari. Qalbi tahu dari temannya Aini bahwa Aini belum menikah. Saya selaku ibunya Qalbi sangat setuju bila Aini jadi menantuku. Terlebih aku sudah kenal sekali dengan Aini, Aini sudah sering ke rumah juga dan sudah pernah menghidangkan masakannya untuk kami. Ketika Qalbi berkata ingin menikah dengan Aini, saya langsung setuju. Karena saya tahu betul tentang Aini." kata ibunya Qalbi. Aku bahagia mendengarnya? Yahh!!! Aku bahagia sekali, hehehe. Benar aku dan ibunya Qalbi sudah akrab sekali. Tetapi sejak aku diputuskan Qalbi si pecemburu itu, aku tidak pernah lagi ke rumahnya. Aku bahagia sekali sekarang. Kudengar suasana hening. Tidak kudengar suara ibuku. Mungkin ibuku tidak mampu berkata apa-apa sangkinkan bahagianya.

"Saya juga sudah lama kenal dengan Qalbi. Qalbi juga sering ke rumah. Saya juga mau Qalbi jadi mantuku. Tapi..." ibuku terdiam agak lama.

"Tapi kenapa Buk?" tanya Qalbi si pecemburu tak sabaran. Aih kudengar lagi suara orang pecemburu, ih ingin kucubit sekuatnya dia. Hidih, dia tergesa-gesa. Widih, sudah kuduga.

"Tapi aku tidak tahu apakah Aini setuju?" kata ibuku.

"Aini kemana Buk? Tidak ada di rumah?" tanya Qalbi. Ah suasana mulai gawat! Apakah aku harus keluar kamar? Ibuku diam, tidak menjawab. Suasana hening. Akhirnya kudengar suara.

"Aini di dalam kamarnya." kata ibuku. Ah mamah, tega mama! Kenapa diberitahu? Padahal tadi sudah janji. Hiks! Aku pura-pura tidur. Kubalut diriku dengan selimut. Kututup telingaku dengan bantal. Aku pura-pura tidur nyenyak.

"Boleh aku panggil Buk?" kata Qalbi. Humm, semakin gawat! Kenapa? Aku malu! Aku setuju? Yahh sekarang aku sudah setuju! Bukankah sejak ibunya bercerita tadi aku sudah setuju?
Kudengar pintu kamarku diketuk, dua kali tidak ada juga jawaban. Akhirnya kudengar pintu kamarku dibuka, kukira ibuku eh taunya si pecemburu yang membuka pintu. Kapan aku tahu dia yang membuka? Ketika aku dipukulnya dengan bantalku. Ah kenapa pula aku lupa mengunci erat pintu kamarku? Untungya aku sedang berjilbab. Qalbi segera keluar setelah membangunkanku. Aku pun segera ke ruang tamu, menyalami ibunya.

"Sebaiknya aku harus bercerita dari awal agar Aini tahu. Karena ia tadi tidur sehingga tidak tahu maksud kedatangan kami." kata ibunya.

"Aku sudah mendengar semuanya." kataku segera tersenyum bahagia dan malu.

"Kamu setuju?" tanya ibunya.

"Ya." jawabku singkat.

"Haruskah kami lamar hari ini Buk?" tanya ibunya kepada ibuku.

"Tidak perlu lagi pakai acara melamar. Aku mau langsung nikah." sahutku.

"Baguslah kalau begitu." sahut si pecemburu.
 ***
Harini ini semuanya bahagia. Aku bahagia, keluarga Qalbi bahagia. Ibuku bahagia. Qalbi? Pasti bahagia. Akhirnya hari bahagia itu datang juga. Akhirnya aku menikah juga. Ternyata jodohku adalah pacar dan mantan pertamaku. Ternyata jodohku adalah orang yang pecemburu. Kini aku tidak boleh benci lagi pada orang pecemburu. Sebab hari ini aku bahagia sekali. Hari ini aku menyakini bahwa orang yang cemburu adalah orang yang sangat mencintaiku, sangat menyanyangiku dan setia untukku, hingga kembali padaku di ujung waktu. Aku merasakan betapa Qalbi sangat menyangiku. Kini aku dan Qalbi sedang hidup bahagia, sedang berbulan madu. Terima kasih untukmu duhai si pecemburu.
Ketika kutanyakan padanya.

"Kenapa kamu lama menghilang?"

"Aku mengejar masa depan dan ingin membahagiakanmu."

"Halah modus saja!"

"Kenapa kamu kembali lagi menjemputku?"

"Akulah jodohmu." kata suamiku. Hehehe Thankyou.
***

-Sekian-

*Farma

-Cinta Kamu Seorang Penulis

Gamalia, Kairo, 11 Januari 2017.

Komentar

Yang populer dari blog ini

Bulan Madu di Surga

"Bulan Madu di Surga"  -Perfect Wedding- Oleh: Muhammad Daud Farma. Namanya, Marwa, gadis manis bermata biru, beralis lebat berwarna hitam, berhidung mancung, berparas cantik jelita, pipinya padat berisi, kalau melihatnya sedang tersenyum  akan meninggalkan dua kesan: imut dan menggemaskan.  Berposter tubuh seperti pramugari, tinggi dan ahli merias diri. Pintar, pandai mengaji dan hafal kalam Ilahi. Teman-teman kampusnya menjulukinya dengan sebutan, "The Queen of Awamaalia University." Bahkan sebagian teman lelaki yang lidahnya sudah biasa merayu menamainya, "Bidadari kesiangan menantu idaman".  Dia sudah berumur delapan belas tahun. Kalau kamu pertama kali melihatnya, maka kamu akan mengucek mata tiga kali dan berkata, "Ternyata Hala Turk pandai juga memakai jilbab!" Mungkin sedikit berlebihan kalau kamu sampai berujar, "Waw! Kalah telak belasteran Jerman-Turkey!". Awal bulan Agustus lalu adalah kali pertama ia me

Inginku Mondok!

Inginku Mondok Daud Farma Aku orang  Kuta Cane, kabupaten Aceh Tenggara. Daerahku tidaklah sekecil jika aku berdiri di atas gunung yang tinggi lalu memandang ke bawah dan tampaklah hamparan rumah-rumah seakan bisa aku jengkali dengan jariku, tidak, tidak begitu! Bila saja aku mau mengelilinginya, seharian naik motor memang cukup tetapi tidak semua desanya bisa aku datangi satu-persatu. Jadi cukuplah kuakui bahwa daerahku memang luas sebenarnya walaupun dikelilingi gunung.  Aku tinggal di desa Alur langsat, kecamatan Tanoh Alas kabupaten Aceh Tenggara Kuta Cane-Aceh-Indonesia. Untuk sampai ke desaku, kamu mesti melewati jembatan tinggi yang melentang di atas sungai Alas, yang menghubungkan timur dan barat Gugung dan Ncuah menurut suku daerah yang kami pakai.  Sungai Alas adalah hadiah terindah yang Allah berikan pada daerah kami, daerah yang semboyannya: hidup di kandung adat, mati di kandung hukum, yang tak lebih tak kurang artinya bahwa Kuta Cane Aceh Tenggara adalah daerah yang kenta

Pulang Kampung (catatan panjang Anugerah Sastra VOI 2019)

Oleh: Daud Farma Bakda zuhur aku siap-siap. Aku mandi dan mengenakan pakaian. Atasan rambut sudah pangkas rapi, kemeja ungu lavendel masuk dalam celana, dan jas hitam. Bawahannya celana panjang hitam dan sepatu hitam. Setelah semuanya siap, aku periksa lagi barang-barang bawaanku dalam koper. Semuanya telah lengkap. Kemudian periksa dokumen penting. Tiket dan paspor yang juga telah masuk ke dalam tas. Temanku Dafi memesan Uber. Tidak berapa lama Uber datang. Karena tidak muat satu Uber kami pun pesan dua Uber. Dafi, aku dan dua orang dari adik-adik kami satu mobil. Adapun Ahmad berempat di Uber satunya lagi. Kurang lebih empat puluh menit kami tiba di Bandara Kedatangan Dua Internasional Kairo khusus penerbangan luar negeri. Aku bayarkan ongkos Uber 110 Pounds Mesir lalu kami turunkan koper. Kami pun foto-foto. Semuanya pada update status, juga disebar di group kami. Kebiasaan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kalau ada yang balik kampung sudah pasti banya

NASAB NABI

نسب النبي صلى الله عليه وسلم و أسرته. لنسب النبي صلى الله عليه وسلم ثلاثة أجزاء: جزء اتفق على صحته أهل السير والأنساب، وهو إلى عدنان، وجزء اختلفوا فيه ما بين متوقف فيه، وقائل به، وهو مافوق عدنان إلى إبراهيم عليه السلام، وجزء لانشك أن فيه أمورا غير صحيحة، وهو مافوق إبراهيم إلى آدم عليهما السلام، وقد أسلفنا الإشارة إلى بعض هذا، هناك تفصيل تلك الأجزاء الثلاثة: الجزء الأول: محمدُ بنُ عبد الله بنِ عبد المطَّلب - واسمه شيبةُ - بن هاشم - واسمه عمرو - بن عبد مناف - واسمه المغيرة - بن قصيّ - واسمه زيد - بن كلاب بن مرَّةَ بن كعب بن لؤيّ بن غالب بن فِهْرٍ - وهو الملقب بقريش، وإليه تنتسب القبيلة -بن مالك بن النضر - واسمه قيس - بن كنانة بن خزيمة بن مدركة - واسمه عامر - بن إلياس بن مضر بن نزار بن مَعَدِّ بن عدنا. الجزء الثاني: ما فوق عدنان، و عدنانُ هو ابن أدّ بنِ هميسع بن سلامان بن عوص بن بوز بن قموال بن أبيّ بن عوام بن ناشد بن حزا بن بلداس بن يدلاف بن طابخ بن جاحم بن ناحش بن ماخي بن عيض بن عبقر بن عبيد بن الدعا بن حمدان بن سنبر بن يثربي بن يحزن بن يلحن بن أرعوى بن عيض بن ديشان بن عيصر بن أفناد بن

Syekhuna Sya'rawi

Syekh Muhammad Metwalli al-Sha'rawi Sejak pertama kali saya menuntut ilmu di negeri para ambiya', negeri para ulama, negeri Al-Azhar Al-Syarif, saya begitu sering mendengar nama Syekh Sya'rawi disebutkan orang-orang sekitar saya.  Baik teman-teman sesama pelajar ataupun orang Mesir di wilayah saya tinggal dan yang saya temui-berpas-pasan di jalan, di kendaraan umum, jumpa di masjid, warung-warung kecil, mall, di ibu kota, di pelosok desa, di tv, di radio, di dinding-dinding segala bangunan, di banyak tempat dan kesempatan.  Nama Syekh Sya'rawi terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terasa akrab di hati dan jiwa. Siapakah beliau sehingga begitu cintanya masyarakat Mesir kepada Syekh Sya'rawi? Nama lengkap Syekhuna: Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi.  Lahir pada tanggal 15 April 1911, di desa Dakadus (دقادوس) , Mit Ghamr (ميت غم  ) , Ad-Daqahliyah ) (الدقهلية)  , Mesir provinsi Tanta (طنطا).  Beliau merupakan ulama mujadid pada abad ke 20. Pen

Putra Aceh Tenggara Pertama Ke Mesir

Dr. H. Bukhari Husni, MA Daud Farma P ada tahun 1978 Masehi buya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tuanya. Buya adalah asli putra daerah Kuta Cane  Aceh Tenggara dan yang pertama kali belajar ke Mesir. Di masa beliau seluruh mahasiswa Aceh di Mesir hanya ada enam belas orang ketika itu. Dua di antaranya adalah; Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim, MA. Guru Besar UIN Ar-Ranniry dan Anggota MPU Aceh (Untuknya, al-Fatihah). Prof. Dr. H. Azman Ismail, MA. Ketua Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, dan Ketua Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman-Banda Aceh. Buya tinggal di Gamalia, tidak jauh dari masjid Sidna Husain. Buya sempat bertalaqqi kepada Syekh Sya'rawi yang ketika itu mengajar di masjid Sidna Husain.  Sewaktu menemani beliau berkeliling sekitar Kairo, buya banyak bercerita bagaimana keadaan Kairo 43 tahun silam. Misalnya ketika kami tiba di Darrasah, beliau hampir saja tidak mengenali titik-titik yang kami lewati. Telah berubah delapan puluh persen dari segi bangunannya

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan.

Laila Majnun: Tentang Integritas, Cinta dan Kesetiaan (Resensi Novel Laila Majnun yang ditulis oleh Nizami Ganjavi) Diresensi oleh: Daud Farma.   Judul: Laila Majnun Penulis: Nizami Penerjemah: Dede Aditya Kaswar Penerbit: OASE Mata Air Makna Tebal: 256 halaman Cetakan ke: XII, Juli 2010 “Duhai Kekasihku,andai aku tidak dapat mempersembahkan jiwaku kepadamu, maka lebih baik aku membuangnya dan kehilangan  ia untuk selamanya. Aku terbakar dalam api cinta. Aku tenggelam dalam air mata kesedihan. Bahkan matahari yang menyinari dunia dapat merasakan panasnya bara hasratku. Aku adalah ngengat yang terbang menembus malam untuk mengitari nyala api lilin. Oh, lilin jiwaku, jangan siksa aku ketika aku mengelilingimu! Kau telah memikatku, kau telah merampas takdirku, akalku, juga tubuhku. “Engkau adalah penyebab kepedihanku, namun, meskipun demikian, cinta yang kurasakan padamu merupakan pelipurku, satu-satunya obat penyembuhku. Sungguh aneh, sebuah obat yang sekaligu