Ada hal unik dengan adat Suku Alas Aceh Tenggara. Yaitu "Pemamanen" Adalah jika punya cucu laki-laki, ketika ia khitanan nantinya maka ayah kandung adalah ketua 'seserahan' dan dalam hal ini gotong royong antar keluarga satu kakek. Dan ayah kandung adalah sebagai donatur terbanyak. Jika ayah kandung telah tiada, maka kakak laki-laki kandung atau paman dari anak adik perempuannya lah yang menjadi penanggung jawab seserahan.
Biasanya diawali dengan 'tebekhas' yang punya hajatan mengundang seluruh sanak saudara baik jauh atau pun dekat ke rumah yang anaknya akan disunat (khitan). Sekaligus penentuan hari-H. Mau tidak mau, siap tidak siap, sebagai donatur mestilah keluar duit yang tentunya tidak sedikit, kalau sedang tidak ada maka biasanya minjam bahkan menggadaikan sebidang tanah demi suksesnya acara sunatan 'kempu'-alias cucu' kandung atau 'bekhe'-alias ponakan kandung. Lebih-lebih jika dia berpangkat, biasaya tak pelit mengeluarkan duit hingga puluhan juta perorang.
"Kalak nde masing-masing jeme luakh lime puluh jute." ujar bibiku, dia adik ayahku. Usianya belum genap tujuh puluh tahun, keliatan awet muda.
Di satu sisi, yang punya hajatan bahagia, di satu sisi yang donatur antara bahagia dan menderita. Bahagia karena ikut menyenangkan ponakan kandung, anak dari adek atau kakak kandung. Jika berduit mungkin tidak masalah, namun bagaimana dengan yang tidak punya? Sudahlah hidup sehari-hari pas-pasan, cucu atau ponakan sudah besar pula, kalau tak mau terkesan tiba-tiba, ada baiknya menabung dari jauh hari.
Hal ini pun berlaku pada khitanan cucu laki-laki saja, ada pun cucu perempuan tidak se-Wow hajatannya cucu laki-laki yang mesti naik kuda, kalau tak berkuda kadang yang punya hajat malu pada tetangga. Yang aku perhatikan, ada yang sudah tua renta, usia di atas enam puluh tahun. Punya dua hingga empat anak perempuan. Masing-masing umurnya tidak jauh. Nikahnya pun hanya jarak beberapa tahun. Ketika cucu satu-persatu khitanan,
"Aku udah beberapa kali gadaikan tanah." ujar beliau, beliau adalah mak-Ngahku.
"Emang harus seperti itu, Mak Ngah?"
"Harus."
"Bagaimana kalau, Mak Ngah tidak mau?"
"Tidak mungkin tidak mau, dia anaknya dari anakku. Dia cucu kandungku. Kalau tidak seperti itu nanti orang berpandangan lain ke aku. Diomongin orang."
"Tapi, Mak Ngah kan sudah tua. Bekerja saja sudah tidak sekuat dulu, apa memang adat kita tak ada toleransk dalam hal ini?"
"Ya memang sudah seperti itu dari dulunya. Selagi masih hidup, masih sanggup berjalan dan bernapas, kita tidak terlepas dengan adat dan budaya kita."
Aku turut prihatin dengan kedaan Mak Ngah. Adat begitu menyusahkan orang miskin. Namun adat ini masih trtap dipandang baik sebab adanya saling tolong menolong. Mestinya yang tak mampu memang harusnya dilarang, bukan termasuk anjuran apalagi kewajiban.
Banyak tokoh-tokoh public figur yang kurang setuju dengan adat 'Pemamanen" ini, mereka menilai lebih banyak menyusahkan daripada memudahkan. Tapi tampaknya sulit diubah, lebih-lebih kita selalu beralasan, "kan cucuku juganya! Kan saudara kandungku juganya!?" Maka sebenarnya sedikit diuntungkan dengan yang hidup dan tinggal di komplek pesantren, tidak diharapkan datang ketika diundang, sebab mereka maklum orang-orang pondok sudah cukup sibuk dan cukup lelah mengajar dan mendidik santri, seakan-akan tidak ada waktu lagi untuk datang. Kondisional saja.
Belum genap dua minggu aku di rumah setelah kepulanganku dari Mesir, aku pun diajak ayah ikut "pemamanen" ke perbatasan Aceh Tenggara-Gayo Lues, tepat di samping gerbang perbatasan. Alasan ayah mengajakku ialah saudara satu kakek dari ayah bilang ke ayah untuk mengajakku ikut datang ke acara sunatan ini agar aku kenal dengan saudara-saudara ayah yang lainnya. Tapi, ya gitu. Kalau diundang orang dan tiak pernah datang. Siap-siap saja orang lain juga tak mau datang ketika Anda punya hajatan.Begitu rombongan pemamanan tiba dari desa Pelarikkan, aku dan adikku Rina ikut mengarak yang disunat naik kuda. Harga sewa satu kuda mulai dari delapan ratus ribu hingga satu juta seratus ribu rupiah. Di sini lebih lima kuda. Aku naik motor dengan beberapa motor lainnya. Di belakang kami mobil-mobil mewah berjejeran mengikuti dari belakang.
Darul Amin-Babul Makmur, Selasa, 9 Januari 2024
*Pemananen di dekat perbatasan Kuta Cane - Belang Kejeren.
Darul Amin, 23 Desember 2023
*Daud Farma
Komentar
Posting Komentar